Terorisme Kontemporer Subur dalam Masyarakat Fundamentalis Islam

Prof Porwo & KH. Muhaimin
Prof Porwo & KH. Muhaimin

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

YOGYAKARTA-Seminar ilmiah dengan tema “Menyorot Teror Lanjutan Pasca Bom Surabaya (Upaya Pembacaan dalam perspektif Agama, Keamanan dan Geopolitik Global)”, dilaksanakan di kampus UNU Yogyakarta yang terletak di Jalan Lowanu no. 47, Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta, pada hari Selasa, 22 Mei 2018. Acara ini menghadirkan empat pembicara kondang, salah satunya K.H. Abdul Muhaimin (Pengasuh PP. Nurul Ummahat dan Pendiri Forum Persatuan Umat Beragama).

“Pada hakikatnya, akar dari terorisme memerlukan tanah untuk hidup. Dan kesuburan tanah tersebut memberikan pengaruh langsung terhadap kesuburan pohon terorisme. Tanah yang subur itu adalah lingkungan masyarakat fundamentalis (ekstrim), yang merupakan habitat, sehingga terorisme selalu timbul tengelam dalam sejarah kehidupan manusia. Terorisme Kristen subur di dalam masyarakat fundamentalis Kristen, terorisme Zionis subur dalam masyarakat fundamentalis Yahudi dan terorisme kontemporer subur dalam masyarakat fundamentalis Islam. Masyarakat ekstrim Islam yang dimaksud di sini adalah Islam politik, bukan Islam yang kerap kali dikaitkan secara salah oleh kaum internasional dewasa ini terutama oleh pihak barat,” tutur  K.H. Abdul Muhaimin.

Bacaan Lainnya

Dari sekian peristiwa peledakan bom yang terjadi mulai dari Mako Brimob, bom di tiga gereja di Surabaya, bom di taman Rusunawa Wonocolo Sidoarjo, bom di Polrestabes Surabaya dan bom di Polda Riau, beberapa pekan lalu, tentu ada motif yang bernuansa agama memang tak bisa dipungkiri. Namun demikian, harus diakui bahwa motif politik dan kepentingan-kepentingan intelejen ternyata justru yang paling banyak terkuak, selain motif lainnya yang bersifat kriminal murni.

“Dalam kajian literatur Islam, kekerasan hanya boleh dipergunakan dalam dua hal yaitu sebagai sanksi hukum dan membela diri,” imbuh K.H. Abdul Muhaimin.

K.H. Abdul Muhaimin dalam menutup pembicaraanya berkata bahwa kekerasan sebagai sanksi hukum baru boleh dilakukan setelah proses litigasi yang transparan dan objektif. Seperti dalam kasus perzinaan; disyaratkan adanya 2 saksi laki-laki yang adil dan dewasa serta disyaratkan melihat masuknya kemaluan kedalam lobang vagina perempuan. Jika melihat ketatnya prosedur ligitasi semacam itu, tentu menunjukkan betapa hati-hatinya pengunaan kekerasan dalam penerapan hukum Islam. Sementara itu pelaksanaan hukum juga hanya boleh dilakukan oleh pemerintah yang sah.

Kasus diatas yang seharusnya dijadikan pertimbangan kelompok terorisme dalam melakukan aksinya. Semua ini menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia, baik buat kepolisian, tentara, pemerintahan dan masyrakat sipil. Dalam kejadian terorisme ini pelaku teridentifikasi umat muslim. Kejadian ini sebagai pukulan besar bagi umat Islam di Indonesia yang terkenal ramah dan santun. (Hadi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *