Tata cara dan ukuran zakat fitrah menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi. Dengan datangnya bulan Ramadhan berarti kita sebagai umat islam sudah diperbolehkan menunaikan zakat fitrah. Kita mengetahui bahwa penduduk Indonesia merupakan pengikut madzhab Syafi’i. Oleh sebab itu, ibadah yang kita lakukan hendaknya mengikuti prosedur sebagaimana madzhab Syafi’i agar kita tidak terjebak ke dalam talfiq (menggabungkan dua pendapat madzhab atau lebih dalam satu permasalahan) yang tidak dilegalkan (dilarang).
Tata cara dan ukuran zakat fitrah menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi. Berikut ini metode atau tatacara agar menunaikan zakat fitrah sesuai dengan literatur fiqh bermadzhab Syafi’i;
1. Bagi muzakki yang hendak mengeluarkan zakat fitrah berupa beras ukurannya adalah 2,719,19 Kg atau dibulatkan menjadi 2,8 Kg. Tidak diperbolehkan kurang dari ukuran tersebut, apabila melebihi maka lebih baik dan kelebihannya termasuk harta sedekah bukan harta zakat.
Tata cara dan ukuran zakat fitrah menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi. Bagaimana Penjelasannya?
Menurut madzhab imam Syafi’i ukuran zakat fitrah berdasarkan hadist Rasulullah saw adalah dengan menggunakan takaran yang berukuran satu sho’. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim ;
*📚فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ . (رَوَاهُ الشَيْخَانِ)
Artinya : “ Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadlan berupa satu sho’ kurma kering, atau satu sho’ sya’ir, kepada setiap orang merdeka, hamba sahaya, lelaki, perempuan, yang berstatus muslim “. (HR. Bukhari-Muslim)
*📚قَالَ أَبُوْ سَعِيدٍ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ إذْ كَانَ فِيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ فَلَا أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أُخْرِجُهُ مَا عِشْتُ . (رَوَاهُ الشَيْخَانِ)
Artinya : “ Abu Sa’id berkata; kami menunaikan zakat fitrah dikala Rasulullah saw masih bersama-sama dengan kami berupa satu sho’ makanan, atau kurma kering, atau biji sya’ir, atau anggur kering, atau susu akith. Aku senantiasa menunaikannya seumur hidupku “. (HR. Bukhari-Muslim)
Satu Sho’ ini adalah 4 mud. Satu mud itu ukurannya diambil dari takaran satu pengambilan dua telapak tangan orang yang standart tangannya (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil tangannya. Nah … dari sinilah jika kita konversi ke dalam satuan baku misalkan volume atau kilogram ini terjadi perbedaan hasil. Tadi di awal dijelaskan ukuran sho’ menggunakan takaran bukan timbangan.
Menurut Syekh Muhammad Ma’shum bin Ali Kwaron Jombang menyebutkan dalam kitabnya Fath Al Qadir Fi Ajaib Al Maqadir bahwa satu sho’ adalah kubus yang sisi-sisinyanya 14,65 cm. Ini berbeda dengan madzhab Hanafi yang ukurannya 16,73 cm. Ukuran kubus yang sisi-sisinya 14,65 cm ini kalau menggunakan ukuran timbangan berapa kilogram? karena sekarang ini beras menggunakan ukuran timbangan.
Setelah dilakukan penelitian dan percobaan memang beras putih dari beberapa daerah berbeda-beda per daerah, ada yang 2,3 Kg/ 2,4 Kg/ 2,5 sampai ada yang 2,7 Kg. Cuma kalau kita mendeteksi daerah ini sekian Kg, daerah yang lain sekian Kg juga kesulitan karena harus menimbang beras di daerah masing-masing. Akan tetapi dari sekian penelitian dan percobaan itu tidak akan lebih dari apa yang telah disebutkan di dalam kitab Fath Al Qadir Fi Ajaib Al Maqadir yaitu 2,719,19 Kg atau 2,8 Kg.
Jadi kesimpulannya, kalau seorang muzakki menunaikan zakat fitrah berupa beras dengan ukuran 2,719,19 Kg atau 2,8 Kg bisa dipastikan sudah memenuhi satu sho’ yang telah diwajibkan oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, ketika menunaikannya kurang dari 2,719,19 Kg masih mengkhawatirkan karena satu sho’ beras di daerah tempat muzakki berdomisili bisa saja mencapai 2,719,19 Kg.
2. Bagi Muzakki yang ngotot membayar zakat dengan uang karena dengan berbagai alasan misalkan lebih simpel, mudah dan lain-lain maka agar pembayaran zakat ini sesuai dengan madzhab Syafi’i, bagi Panitia zakat (amil) bisa menggunakan dua solusi dan cara sebagai berikut:
a. Amil zakat mengadakan kerja sama terlebih dahulu dengan toko beras sehingga ketika ada muzakki yang membayar zakat dengan uang, amil langsung membelikannya beras di toko tersebut. Setelah dibelikan, beras tersebut diberikan kepada muzakki untuk diniati zakat. Lalu diberikan lagi ke amil sebagai pembayaran zakat.
b. Amil zakat menyediakan beras satu sho’ (2,8 Kg) dan mustahiq zakat (misalkan satu orang faqir). Ketika ada muzakki yang membayar dengan uang, beras tersebut dibeli oleh muzakki kemudian dibayarkan atas nama zakat. Ketika ada muzakki kedua membayar dengan uang juga, beras yang di amil tadi langsung diberikan kepada mustahiq zakat dan mustahiq yang menerima beras tadi menjualnya kepada muzakki kedua.
Hal ini diperbolehkan karena beras yang sudah diterima mustahiq, statusnya milik mustahiq dan bukan harta zakat lagi sehingga boleh digunakan untuk keperluan apa saja, termasuk dijual kepada muzakki kedua. Ketika ada muzakki ketiga membayar zakat dengan uang juga, maka prosedurnya sebagaimana muzakki kedua. Begitupun seterusnya untuk muzakki ke empat, ke lima dan seterusnya.
Memang untuk solusi yang kedua ini agak sedikit rumit dan prosesnya agak panjang. Oleh sebab itu, kami (penulis) menganjurkan untuk memakai solusi yang pertama dikarenakan lebih mudah, efektif dan praktis.
Tata cara dan ukuran zakat fitrah menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi. Penjelasan Makanan Pokok
Di dalam madzhab Syafi’i zakat fitrah harus berupa makanan pokok daerah muzakki misalkan beras, tidak diperbolehkan membayar zakat berupa harga dari harta zakat yang akan dikeluarkan (misalkan dengan uang). Hal ini sebagaimana keterangan Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawie di dalam kitab Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab, halaman 566 juz 6 ;
*📚المجموع شرح المهذب – (ج 6 / ص 588)
( الشرح ) اتفقت نصوص الشافعي رضى الله عنه انه لا يجوز اخراج القيمة في الزكاة وبه كذا في الاصل والصواب عليهن قطع المصنف وجماهير الاصحاب وفيه وجه ان القيمة تجزئ حكاه وهو شاذ باطل
Artinya: “ Teks-teks (nash) Syafi’i sepakat bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat berupa harga dari harta zakat yang akan dikeluarkan (dengan uang). Pengarang (Abu Ishaq Ibrahim bin Ali As Syairozi) dan mayoritas ulama’ Syafi’iyyah memastikan seperti demikian. Sedangkan ada pendapat yang mengatakan boleh (dengan harga dari harta zakat yang akan dikeluarkan) adalah pendapat yang menyimpang dan bathil.
REFERENSI
*Fath Al Qadir Fi Ajaib Al Maqadir. Muhammad Ma’shum bin Ali, hal 9 dan 20
*Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab. Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf An Nawawie, juz 6 hal 129
*Hasyiyah Al Bujairami ‘Ala Al Khatib. Sulaiman bin Muhammad Al Bujairami, juz 2 hal 353
*Fath Al Wahhab Syarh Manhaj Al Tullab. Abu Yahya Zakaria Al Anshari. Juz 1 hal 114
*‘Umdat Al Mufti wa Al Mustafti. Jamal Al Din Muhammad bin Abdul Al Rahman Al Ahdal, juz 1 hal 197
*Syarh Al Muqaddimah Al Hadramiyyah Busyra Al Karim bi Syarh Masa’il At Ta’lim. Syekh Muhammad Ba’ali Ba’isyin Ad Da’uni Al Hadromi, hal 527
Ukuran Zakat Fitrah Mazhab Hanafi
Jika di tengah masyarakat pembayaran zakat fitrah dengan menggunakan makanan pokok sulit diaplikasikan, karena dengan berbagai alasan misalkan lebih praktis, lebih mudah atau sudah mengakar di masyarakat tersebut bahwa zakat fitrah menggunakan uang, maka kita boleh mengikuti atau taqlid pendapatnya imam Hanafi yang memperbolehkan zakat fitrah ditunaikan dengan uang.
Ketika kita mengikuti pendapat Madzhab Hanafi yang memperbolehkan membayar zakat dengan uang maka nilai nominal uang yang dibayarkan harus senilai dengan ketentuan ukuran madzhab Hanafi karena ukuran satu sho’ madzhab Syafi’i dan Hanafi berbeda jika kita konversi ke dalam satuan Kilogram. Di samping itu dalam madzhab Hanafi nilai nominal uang yang dikeluarkan harus sesuai dengan salah satu makanan yang terdapat dalam hadist Nabi (manshus) yaitu ½ sho’ khintoh (gandum) / 1 sho’ sya’ir / 1 sho’ tamr (kurma) / 1 sho’ zabib (anggur kering/kismis). Dari sinilah kita akan memulai menghitung berapa nilai nominal uang yang harus dikeluarkan ketika mengikuti madzhab Hanafi.
Dalam takaran fiqh Hanafi :
1 sho’ : 4 mud
1 mud : 2 ritl
1 sho’ : 8 ritl
1 sho’ : menurut Hanafi kubus yang sisinya = 16,73 cm (dalam kitab Fath al Qadir fi Aja’ib Al Maqadhir).
1 Ritl Hanafi = 490,65 Gram (di dalam kitab Fath al Qadir fi Aja’ib Al Maqadhir)
Penulis mengambil contoh yang mudah dipraktikkan di Indonesia, misalkan ;
a. ½ sho’ khintoh (gandum)
Jika kita merujuk pada pendapatnya imam Abu Hanifah 1 Sho’ = 8 Ritl, sedangkan 1 Ritl menurut imam Abu Hanifah adalah 490,65 Gram (di dalam kitab Fath al Qadir fi Aja’ib Al Maqadhir karya Syekh Muhammad Ma’sum bin Ali). Jadi 1 sho’ sama dengan :
490,65 x 8 = 3.925,2 Gram
½ sho’ gandum = 3.925,2 : 2 = 1.962,6 Gram = 1,963 Kg
Misalkan harga gandum 1 Kg di daerah anda (per daerah bisa berbeda-beda) @Rp 35.000,- maka jika 1,963 Kg gandum harganya menjadi : Rp 68.705,- atau dibulatkan Rp 69.000,-
b. 1 sho’ tamr (kurma)
1 sho’ kurma = 8 Ritl
8 Ritl = 490,65 x 8 = 3.925,2 Gram
1 sho’ kurma = 1x 3.925,2 Gram = 3,9252 Kg
Jika harga perkilo kurma standart di daerah anda misalkan @Rp 45.000 (per daerah bisa berbeda-beda), maka uang yang harus dibayarkan 3,9252 x 45.000 = Rp 176.634,- atau dibulatkan menjadi Rp 177.000,-
Dari dua contoh di atas kita bisa memilih salah satunya.
Dalam literatur yang lain, ada pendapat yang mengatakan bahwa ukuran 1 sho’ Hanafi adalah 3,8 Kg. Jadi hitungannya tinggal menyesuaikan yaitu 3,9252 Kg diganti dengan 3,8 Kg. Hasilnya tentu akan lebih kecil. Memang sebagaimana yang sudah dijelaskan ukuran sho’ jika dikonversi ke dalam satuan baku seperti kilogram, Ulama’ berbeda pendapat. Akan tetapi, jika kita merujuk kepada pendapat Abu Yahya Zakaria Al Anshari, beliau mengatakan apabila ada perbedaan pendapat dalam menentukan berat kadar nishob atau zakat, agar memilih pendapat yang lebih memberatkan (ihtiyat).
KESIMPULAN
a. Untuk harga perkilogram gandum, kurma dan anggur/kismis harap disesuaikan dengan daerah masing-masing muzakki, karena ada potensi masing-masing daerah berbeda-beda. Yang ditampilkan penulis sekedar ilustrasi cara penghitungannya.
b. Membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang dengan nilai nominal seharga beras 2,5 Kg atau 2,8 Kg sebagaimana yang terlaku di masyarakat, belum mencukupi karena akan terjadi talfiq (menggabungkan dua pendapat madzhab atau lebih dalam satu permasalahan). Yakni ukuran berasnya mengikuti Madzhab Syafi’i sedangkan cara pembayarannya dengan uang mengikuti madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, perlu sosialisasi dari semua elemen masyarakat terutama para Amil, tokoh masyarakat atau pemuka agama agar memberikan edukasi kepada muzakki untuk menunaikan zakatnya sesuai dengan aturan dan literatur fiqh yang sudah dituangkan Ulama’ melalui karya-karyanya berupa kutubus salaf (kitab kuning), yang sudah tentu para Mu’allif (pengarang) kutubus salaf berpijakan pada Al Qur’an dan Hadist Rasulullah saw.
REFERENSI
*Fath Al Qadir Fi Ajaib Al Maqadir. Muhammad Ma’shum bin Ali, hal 8 dan 19
*Fath Al Wahhab Syarh Manhaj Al Tullab. Abu Yahya Zakaria Al Anshari, Juz 1 hal 114
*Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu. Dr. Wahbah Az Zuhaili, juz 4 hal 272
*Al Hawi fi Fiqh Syafi’i. Abu Hasan ‘Ali bin Muhammad Al Mawardi, Juz 3 hal 382
*Bada’i Al Shana’i fi Tartib Syara’i. ‘Ala’ Ad Din Abu Bakar bin Mas’ud Al Hanafi, Juz 4 hal 128
*Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, Juz 23 hal 343.
Demikian Tata cara dan ukuran zakat fitrah menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi. Semoga bermanfaat duni akhirat
Penulis: Kholil Muhammad, Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri.