Tanam Pohon dan Menyingkirkan Duri, Ibadah Utama Penuh Pahala

Menanam Pohon

Manusia memiliki tanggung jawab untuk memelihara hubungan baik dengan sesama manusia (hablum minannas) dan juga hubungan baik dengan Sang Pencipta (hablum minallah). Selain itu, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga hubungan baik dengan alam (hablum minal alam) dengan melestarikan, merawat dan menjaga alam lingkungan.

Jika lingkungan sekitar lestari dan terjaga, maka akan berdampak baik terhadap kualitas hidup manusia. Sebaliknya, jika tidak lestari, bencana demi bencana akan datang silih berganti. Misal banyak hutan digunduli, maka akan menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.

Bacaan Lainnya

Setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan di sekitarnya lestari. Tentang ini, Rasulullah Saw., pernah menyinggunnya dalam sebuah sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. .

مَا مِن مُسلم يَغرِسُ غَرْسًا أو يَزرَعُ زَرْعًا فيأكُلُ مِنه طَيرٌ أو إنسَانٌ أو بهيْمَةٌ إلا كان لهُ بهِ صَدقَةٌٌ

Artinya: Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman/pohon kemudian ada burung atau manusia atau binatang yang lainnya, yang memakan buah dari tanaman/pohon yang dia tanam, melainkan itu akan terhitung (sebagai) shadaqah buat mereka yang menanamnya.

Dari hadits tersebut, bisa kita tangkap bahwa Rasulullah Saw., begitu besar perhatiannya terhadap lingkungan. Saking peduli dengan alam, Rasulullah Saw., memotivasi umatnya bahwa siapa saja yang menanam sebuah pohon dan buahnya di makan oleh manusia maupun binatang makan akan dihitung sebagai shodaqoh.

Lebih jauh dari itu, jika pohon yang ditanam kemudian besar dan memiliki daun yang banyak, maka pohon tersebut bisa menghasilkan oksigen serta menyimpan air yang melimpah. Betapa pahala yang didapatkan oleh si penanam pohon?

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw., bersabda;

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Artinya: “Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan ‘Lā ilāha illallāh’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allāh), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.”

Dari hadits tersebut, mari perhatikan redaksi “menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan”. Betapa Rasulullah Saw., sangat peduli dengan alam sekitarnya. Sampai-sampai ketika ada sesuatu yang menggangu di jalan, entah itu batu, duri, paku atau pun lain sebagainya, maka harus disingkirkan. Itu bagian dari salah satu cara untuk menjaga alam sekitar tetap lestari.

Ketika memaknai hadits tersebut, Imam An Nawawi mengatakan bahwa;

والمراد بالأذى كل ما يؤذيمن حجر أو مدر أو شوك أو غيره

Yang dimaksud dengan gangguan atau sesuatu/setiap yang mengganggu berupa batu, kerikil, atau berupa duri atau yang lainnya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw., peduli sekali terhadap lingkungan di sekitarnya. Sebagai umatnya, sudah keharusan bagi kita untuk menjaga alam sekitar tetap leastari dan terjaga. Jika kita tidak mampu menanam pohon sebanyak-banyaknya, maka jangan sampai kita malah menebang pohon. Menjaga sesuatu yang sudah adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan. Jangan sampai, bumi ini rusak karena ulah tangan kita yang sudah dikatakan di Al-Qur’an.

 

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]

Mari kita jaga bersama lingkungan hidup kita agar tetap lestari sampai anak cucu kita di masa depan. (Mahrus)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *