Taman Baca Keluarga dan Pembentukan Karakter Anak

taman baca

“Rumahku adalah surgaku.”

Demikian pesan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.  Pesan ini singkat, tapi sangat mendalam dan menancap dalam hati. Setiap manusia pasti kembali kepada rumahnya. Tanpa ada surga di rumah, mau kemana manusia kembali? Tidak ada yang mau kembali ke neraka. Pasti itu.

Akhir-akhir ini, banyak penghuni rumah yang justru menghilangkan hidangan surgawi. Banyak kekerasan di rumah, tidak sedikit yang abai dengan sesama penghuni rumah. Anak-anak dibiarkan main game tanpa batas, orang tua juga sibuk dengan smartphone sendiri. Sesama penghuni rumah, justru saling tidak mengenal.

Pada Juni 2016, riset SuperAwesome, Inggris, mengungkapkan bahwa 87 persen anak-anak di kawasan Asia Tenggara menggunakan smartphone atau tablet. Orang tua banyak membiarkan anak-anaknya bermain gadget. Riset ini dilakukan kepada anak berusia 6-14 tahun di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Anak-anak yang sudah terikat dengan smartphone, banyak melupakan keseharian dan permainan dengan sesamanya.

Pada Februari 2018, dua peneliti dari Universitas Montreal Kanada dan Universitas McGill Kanada menegaskan bahwa kebiasaan bermain game bisa merusak otak seorang anak. Dalam penelitian itu, mereka menemukan keterkaitan antara game dan reduksi materi abu-abu dalam hippocampus. Materi abu-abu adalah gen yang terkait kecerdasan, sedangkan hippocampus adalah bagian otak yang mengonsolidasi ingatan pendek ke ingatan jangka panjang serta kemampuan navigasi spasial. Dua peneliti itu adalah Gregory dan Veronique Bohbot.

Bagi kedua peneliti ini, bermain game secara esensial menurunkan kemampuan mengingat, bahkan mempengaruhi perilaku. Semakin lama durasi bermain game akan semakin memperparah kerusakan otak. Pada usia muda, mereka akan memiliki kecenderungan depresi.

Dari berbagai pertimbangan yang ada, tidak salah kemudian kalau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 ini menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah satu gangguan penyakit mental.

Data-data ini tidak bisa diabaikan saja, terutama bagi orang tua dalam membangun surga dalam keluarganya. Anak-anak adalah surga bagi masa depan orang tua. Jangan sampai terbalik, karena neraka di usia senja sungguh tidak menjadi impian siapa saja.

Taman Baca Keluarga

Keluarga hadir itu bukan sekedar ikatan formal, ada ayah, ibu, dan anak. Ikatan dalam keluarga adalah ikatan batin, yang dimulai sejak perjanjian agung pasangan suami-istri. Ini juga yang dijalani sejak awal oleh Nabi Adam dan Ibu Hawa. Kalau kembali kepada asal-muasal ini, keluarga sejatinya adalah taman surga yang dihadirkan di dunia. Karena itulah, pendidikan di dalam keluarga adalah surga pertama yang dimiliki seorang anak manusia.

Dari sini, taman baca keluarga sangat tepat dihadirkan bersama. Saat ini, taman baca masyarakat (TBM) sudah berdiri di mana-mana.  Tentu saja, TBM ini sangat berguna bagi kemajuan literasi anak bangsa. TBM ini sangat membantu masyarakat dalam mengakses bacaan-bacaan berkualitas, baik bagi anak maupun masyarakat secara umum. Tapi, kemajuan teknologi informasi tak terbendung lagi, apalagi smartphone bisa menggenggam semua informasi dunia. Semua begitu mudah mendapatkan bacaan dari smartphone, demikian begitu mudah mendapatkan game apa saja yang diinginkan.

Taman baca keluarga (TBK) terinspirasi dari fakta bahwa setiap keluarga pasti mempunyai smartphone. Bukan hanya orang tua, bahkan anak-anak pun juga memiliki smartphone.  Ini fakta, bahkan anak usia dini sudah banyak dibelikan smartphone. Karena itu, inilah fakta yang harus dimanfaatkan dalam memberdayakan keluarga, termasuk dalam mewujudkan taman baca keluarga. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.

Pertama, TBK sangat mungkin diwujudkan. Berapapun bukunya, keluarga pasti bisa mewujudkan  ruang khusus sebagai taman baca. Sekecil apapun ruang itu, satupun buku tidak mengapa. Ruang itu ditulis dengan jelas: “Taman Baca Keluarga”, atau nama apa saja yang sesuai dengan kesepakatan anggota keluarga. Ini soal visi hidup yang mesti tertanam dalam keluarga. Kalau beli smartphone dan kuota internet bisa, beli buku satu pasti bisa. Ini langkah utama paling fundamental yang mesti dikampanyekan dan digaungkan kepada setiap keluarga. Anak-anak yang kesehariannya hidup dalam “taman baca” akan menjadi modal hidup sangat berharga bagi masa depannya.

Kedua, atur jadwal yang tepat untuk TBK. Karena anggota TBK adalah yang sehari-hari ada di rumah, maka jadwal sangat penting disepekati bersama. Ini juga termasuk jadwal untuk membersihkan TBK dan lingkungan rumah. Ini membentuk karakter anak agar bisa peduli dengan membaca dan lingkungan yang nyaman untuk membaca. Anak-anak akan terbiasa dengan jadwal yang mereka sepakati, sekaligus saling mengingatkan kalau ada yang lupa. Ini wujud kepedulian antar sesama, sehingga setiap anggota keluarga bisa saling melengkapi dan menguatkan.

Ketiga, memanfaatkan smartphone sebagai bagian dari taman baca di dunia maya. Ini harus menjadi kesepakatan bersama keluarga. Di sini, smartphone harus diisi dengan konten-konten positif yang mendukung perkembangan pendidikan anak. Buku-buku bacaan anak, game edukatif, lagu-lagu inspiratif, dan lainnya sangat tepat untuk dijadikan konten utama dalam smartphone anggota keluarga. Jadi, bisa saja di dalam TBK itu mereka pegang smartphone, tapi yang dilakukan adalah semangat edukasi. Itupun juga harus dibatasi, karena membaca bacaan cetak juga sangat penting, agar tidak kecanduan bacaan online.

Keempat, mengajak kerabat dan tetangga sekitar untuk membuat TBK. Jangan hanya TBK ini dinikmati satu keluarga saja, tapi juga harus dinikmati orang sekitarnya. Kalau tidak mampu, maka tetangga bisa diajak belajar bersama dalam TBK. Lingkupnya ini memang kecil, karena kalau mereka sudah terbiasa hidup di TBK, maka anak-anak itu akan mudah untuk mengakses TBM bahkan perpustakaan daerah masing-masing. TBK ini pondasi untuk anak-anak agar mereka kelak bisa cinta kepada buku, membaca dan perpustakaan. Dengan berbagi TBK kepada tetangga, ini wujud pendidikan karakter anak untuk peduli dengan lingkungan sekitarnya. Anak-anak sejak dini harus mulai mengajak teman sebayanya untuk melakukan hal-hal positif.

Kalau sebuah keluarga sudah menjadi taman baca bagi anggota keluarganya, bukankah keluarga sedang menciptakan taman surgawi? Taman baca itulah yang mengembalikan manusia kepada taman surga dari Adam dan Hawa. Anak-anak akan tumbuh berkembang meraih prestasi dan selalu bahagia ketika berada dalam pangkuan keluarga di rumahnya. Di sini, tepat sekali yang disampaikan Nabi Muhammad di atas, “rumahku adalah surgaku”.

Penulis: Muhammadun, warga RT 06 Wonocatur Banguntapan Bantul.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *