Talkshow Peringatan Haul Ke-3 Ibu Nyai Umi As’adah: Menguatkan Eksistensi Ulama Perempuan dan Hafidzah di Indonesia

Talkshow Peringatan Haul Ke-3 Ibu Nyai Umi As'adah
Talkshow Peringatan Haul Ke-3 Ibu Nyai Umi As'adah

Talkshow Peringatan Haul Ke-3 Ibu Nyai Umi As’adah: Menguatkan Eksistensi Ulama Perempuan dan Hafidzah di Indonesia

Yogyakarta, Bangkitmedia.com – Pondok Pesantren Nurul Ummahat peringati  haul ke-3 Ibu Nyai Umi As’adah dengan menggelar talkshow bertajuk Peran Hafidzah dan Ulama Perempuan Dalam Membangun Peradaban Bangsa, bekerjasama dengan kampus Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta (25/7).

Tema ini diangkat berdasarkan realitas kontribusi besar perempuan dalam kehidupan, khususnya di lingkungan pesantren. Selain itu, sebagai sarana mendorong eksistensi gerakan hafidzah. “Saya ingin adanya gerakan-gerakan yg bisa mengkonsolidasi hafidzah-hafidzah,” jelas KH Abdul Muhaimin, Pengasuh Ponpes Nurul Ummahat

Nyai Hj. Umdah El Baroroh, Pengasuh Pondok Pesantren Mansajul Ulum,  Pati dan Nyai Hj. Dr. Fatma Zuhrotun Nisa’, ketua Jami’iyah Mudarasatil Qur’an Lil Hafizhat (JMQH) DIY hadir sebagai pembicara dalam acara Talkshow yang dilaksanakan secara luring di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta.

Nyai Umdah menyampaikan bahwa haul Nyai Umi Sa’adah merupakan momentum untuk mempelajari sekaligus menghargai peran ulama perempuan, mengingat minimnya jumlah peringatan haul Ibu Nyai di Indonesia.  Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan dan rekognisi pengakuan ulama perempuan masih perlu diperjuangkan. 

Salah satunya melalui Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Tahun ini, KUPI akan kembali diselenggarakan di Jepara, Jawa Tengah.

“Salah satu pembahasan pada konggres tersebut adalah mengenai pernikahan anak dan khitan,” terang Nyai Umdah. 

Meski begitu, ulama perempuan sejatinya tidak terbatas pada perempuan saja, melainkan setiap orang yang memiliki kapasitas keilmuan dalam rangka menghargai dan memanusiakan perempuan.

“Bisa jadi, mereka adalah laki-laki tetapi memiliki perspektif yang adil terhadap perempuan,” jelas Nyai Umdah. 

Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus turut andil menciptakan lingkungan yang ramah pada perempuan. 

“Keadilan perempuan di level pesantren secara real bukan hanya sebagai isu, bukan hanya sebagai wacana, tetapi harus dalam tindakan nyata. Misalnya dengan memulai mendesain kurikulum pesantren yang dapat menghargai dan memberikan keadilan terhadap perempuan, mengajarkan kitab-kitab yang sama antara laki-laki dan perempuan, memberikan alternatif terhadap cara membaca teks-teks agama yang masih misoginis dan diskriminatif, serta memberikan layanan dampingan atau layanan aduan untuk perempuan,” ujar Nyai Umdah. 

Selain itu,  roda pergerakan perempuan juga disuarakan oleh para hafidzah. Nyai Fatma mengatakan bahwa hafidzah harus memiliki komitmen, baik dalam menghapal Al-Qur’an maupun terjun di masyarakat.

“Ke depan, akan ada rencana mengadakan program untuk menyalurkan potensi hafidzah sebagai pengajar Al-Qur’an di masyarakat,” jelas Nyai Fatma. 

Ia juga menekankan pada signifikansi keberanian perempuan untuk tampil menjadi representasi di hadapan publik. 

Baik Nyai Umdah maupun Nyai Fatma sepakat bahwa melalui upaya-upaya tersebut,  maka suara, kemampuan, dan kiprah perempuan akan terus eksis dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. ***

Demikian Talkshow Peringatan Haul Ke-3 Ibu Nyai Umi As’adah: Menguatkan Eksistensi Ulama Perempuan dan Hafidzah di Indonesia. Semoga bermanfaat. ***

Reporter Desk Perempuan: Najma A.J. dan Siva R.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *