Tafsir Alfatihah: Apakah Alien Betul-betul Nyata Keberadaannya?

Surat Al Fatihah

Apakah ada kehidupan lain di luar kehidupan manusia di bumi!? Apakah alien, atau yang biasa dikenal sebagai makhluk Ekstra Terestial (ET), betul-betul nyata keberadaaannya!? Apakah piring terbang (alias UFO; Unidentified Flying Objects), yang lazimnya diimajinasikan sebagai kendaraan makhluk-makhluk ET itu, bukan sekedar guyonan di film-film sains fiksi belaka!?

Keberadaan makhluk asing, atau kehidupan asing di luar kehidupan manusia di bumi, sudah ramai diperdebatkan sejak beberapa dekade lalu. Tetapi, sebagai fenomena, laporan tentang penampakan benda-benda asing sebetulnya sudah tercatat bahkan sejak permulaan abad 20.

Pada 25 Januari 1878, misalnya, Denison Daily News menerbitkan sebuah artikel tentang petani John Martin yang –konon– melihat penampakan sebuah benda terbang berbentuk piringan besar, berwarna gelap, yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ini adalah peristiwa pertama yang berkaitan dengan UFO, dan benda asing itu selanjutnya ramai disebut sebagai saucer (piring); atau kita kemudian mengenalnya sebagai piring terbang. Laporan-laporan sejenis terus bermunculan pada tahun-tahun berikutnya, tetapi yang lebih menarik dari itu semua adalah pelbagai penafsiran dan atau perdebatan yang meliputinya.

Erich von Daniken, dalam bukunya yang berjudul Chariots of the Gods, berspekulasi bahwa bahkan para alien itu sudah pernah bersentuhan dengan kehidupan manusia sejak lampau. Apa yang kemudian dipuja dan selanjutnya juga disembah oleh manusia sebagai dewa, tak lain tak bukan adalah makhluk-makhluk yang datang dari luar angkasa itu.

Pandangan Daniken ini berpengaruh besar di Barat. Syahdan, tak lama dari rilis bukunya tersebut, banyak orang kemudian runtuh imannya. Tak terbayangkan bagaimana respon khalayak dihadapkan pada gagasan bahwa manusia tenyata sekedar buah dari eksperimentasi biologis dari makhluk-makhluk luar angkasa. What!?

Jejak pandangan seperti ini banyak kita temukan dalam ragam kebudayaan populer. Ambil contoh, Film besutan Ridley Scott bertajuk Prometheus yang belum lama ini dirilis (tahun 2012), yang berkisah tentang perjalanan luar angkasa sekelompok peneliti dalam rangka mencari “Sang Pencipta”. Tetapi, berbeda dari anggapan kaum beragama, yang dimaksud dengan pencipta di sini adalah para Alien; dimana mereka dideskripsikan memiliki teknologi amat canggih dan manusia merupakan hasil dari percobaan laboratorium yang kapan saja bisa dimusnahkan.

Bahkan dalam dunia kanak-kanak, di semesta komik, terdapat banyak tokoh superhero yang diturunkan dari mitologi. Thor, misalnya, yang sebelumnya dihormati sebagai Dewa Pelindung Kemanusiaan bersenjata halilintar oleh masyarakat Indo Eropa, turun derajatnya menjadi sekedar makhluk berkekuatan super yang berasal dari Planet lain di luar bumi. Itu pula yang terjadi pada sosok-sosok macam Hercules, Zeus, dan yang sejenisnya.

Pendek kata, dalam kebudayaan populer pasca Perang Dunia II, tokoh dan atau makhluk yang dulunya transendental –termasuk di antaranya imaji tentang malaikat, iblis, roh, dan sebagainya– kini menjadi lumrah belaka, dan dapat dijelaskan dengan mudah, segampang berseloroh, “Ah, mereka toh cuma alien.”

Ini jelas membikin khawatir para agamawan. Seorang penginjil ternama Amerika Serikat bernama Billy Graham pun menggubah buku bertajuk Angels: God’s Secret Agents. Dalam buku ini, Graham menyinggung tentang UFO. Menurutnya, apa yang oleh teori kontemporer dinilai sebagai makhluk asing, yang berasal dari planet-planet lain di luar bumi, bisa saja tidak benar-benar berasal dari luar angkasa, melainkan dari dimensi lain. Bukan Ekstra Terestrial, tetapi Ultra Dimensional. Buktinya, penyelidikan untuk membuktikan bahwa mereka berasal dari planet lain hampir selalu buntu. UFO itu, sebut Graham, bisa saja malaikat utusan Tuhan, atau bisa jadi malah Iblis yang menyamar.

Pada tahun 90-an, di Indonesia juga pernah heboh dengan munculnya buku berjudul “Dialog dengan Jin Muslim”. Penulisnya, Muhammad Isa Dawud, adalah reporter asal Mesir yang bekerja di Arab Saudi. Dalam buku ini, Dawud mengisahkan pengalaman supranaturalnya bergumul dengan sesosok jin muslim yang konon berasal dari Bombai, India. Jin itulah yang mengabarkan bahwa markas besar mereka terletak di Segitiga Bermuda. Dan, saat mengomentari penampakan UFO di Amerika, jin tersebut berkata, “Aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, bahwa mereka adalah jin.”

Sekali lagi, apakah Alien itu nyata!? Apakah mungkin terdapat kehidupan di luar kehidupan di bumi!?

Pertama, apa yang kita kenal sebagai Alam (semesta), sesungguhnya adalah segala sesuatu selain Tuhan (selain Allah). Itulah mengapa disebutkan dalam Surat Al-Fatihah, bahwa Allah adalah (Tuhan) Yang Mengatur seru sekalian alam.

Allah-lah yang menciptakan alam ini, tetapi bukan berarti Allah juga berada dan atau bisa diserupakan dengan alam ini. Karenanyalah, jangan mudah kaget, ketika kelak mungkin saja muncul sosok makhluk dengan kemampuan luar biasa, atau dengan teknologi yang amat sangat terlalu canggih sekalipun. Mereka masih mungkin dimasukkan dalam kerangka semesta; mereka bukan Tuhan. Dan kalau sebagian dari mereka kemudian mengaku sebagai pencipta kita, maka lemparlah mereka dengan batu. Sebab, seperti dalam keyakinan agama Islam, Dajjal juga memiliki perangai seperti itu.

Prinsip dasar keyakinan ketuhanan kita adalah laisa kamitslihi syai’. Bahwa tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Itu berarti juga apa yang kita bayangkan sebagai Tuhan, sudah jelas bukan Tuhan itu an sich. Karenanya kita dilarang mengimajinasikan Tuhan.

Iman orang-orang di Barat mudah runtuh, karena mereka masih memelihara anggapan dan atau imajinasi manusiawi tentang Tuhan. Maka, saat dimunculkan gambaran lain ihwal Tuhan, yang berbeda dari imajinasi mereka saat itu, dengan mudah iman mereka luluh lantak. Saat dikabarkan bahwa malaikat itu ternyata sekedar Alien, yang mungkin saja punya sosok Juragan Alien (Tuhan), mereka serta merta melepas jubah agama. Na’udzu billah min dzalik.

Karenanya, dalam soal teologis macam ini, amat menarik menimbang pernyataan Al-Hujwiri, “Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir.” Nah!!!

Kedua, dalam diskurusus teologi, apa yang kita sebut sebagai alam itu sebetulnya masuk dalam kriteria mumkin (potensial). Kita tidak pernah benar-benar mengetahui apa saja yang sudah dan atau akan diciptakan oleh Allah. Yang kita tahu hanya bahwa Allah bisa saja menciptakan ini dan itu, sesuai dengan kehendak-Nya, sesuai dengan jangkauan ‘ilm-Nya.

Apakah Allah bisa memasukkan bumi ke lubang jarum!? Itu mungkin. Apakah Allah bisa menciptakan besi terbang!? Sangat mungkin. Apakah Allah bisa membuat kulit tak terbakar bara api!? Tidak mustahil. Inilah dasar argumentasi Imam Al-Razi saat menjelaskan pengertian ‘alam dalam penafsirannya atas Surat Al-Fatihah ayat 2.

Memang, kebanyakan ulama menganggap bahwa yang dimaksud dengan alam dalam diksi ‘alamin ini terbatas pada alam-alam yang kita kenal, seperti dunia manusia, dunia jin, dunia malaikat, dan lain-lain. Ditulis dalam Tafsir Jalalain, “(Allah) yang menguasai seluruh makhluk, antara lain manusia, jin, malaikat, hewan, dan sebagainya. Tiap satu dari masing-masing disebut dengan satu alam. Maka, ada alam manusia, alam jin, dan seterusnya.”

Di tempat lain, terdapat kecenderungan untuk menafsirkan ‘alam dalam ayat ini sebagai terbatas pada makhluk-makhluk yang terkena taklif (tuntutan hukum) belaka; yakni manusia dan jin. Ini adalah penafsiran yang bermuara pada pandangan Ibn Abbas.

Tidak begitu jelas, apakah model penafsiran yang demikian ini kemudian juga memberi pengaruh pada pandangan yang mengasumsikan bahwa kehidupan hanya mungkin ada di bumi, tidak di luarnya. Tetapi barangkali memang banyak orang yang berargumentasi dengan pola berikut; bahwa sebab seruan Allah hanya mengarah pada makhluk yang secara tegas disebut jin dan manusia, dan bahwa kedua jenis makhluk ini tidak (atau belum!?) pernah ditemukan di luar bumi, maka sudah pasti tiada kehidupan di luar bumi ini.

Imam Al-Razi punya pandangan yang berbeda. Dalam Mafatih al-Ghaib, ia menulis, “Telah terbukti bahwa Allah mampu untuk mewujudkan segala hal yang mumkin (potensial). Ini juga berarti Allah mampu untuk menjadikan alam lain, di luar alam yang kita kenal, sampai batas yang tidak bisa diketahui. Allah mampu menciptakan jutaan alam, di luar bumi ini, di mana tiap satu dari masing-masing alam itu mungkin saja memiliki Arsy-nya sendiri, atau kursi, langit, bumi, matahari, dan bulannya sendiri. Adapun argumen para filsuf, yang meyakini bahwa alam ini hanya satu saja, didasarkan pada dalil yang lemah.”

Pandangan Imam Al-Razi terasa lebih mirip dengan gagasan para ilmuwan kontemporer, yang menganggap bahwa bumi berikut benda-benda langit lain yang mengitarinya, hanya satu bagian saja dari jutaan galaksi yang lain. Lantas, apakah Imam Al-Razi juga memprediksi kehadiran Alien, UFO, dan segala jenis makhluk ET!?

Bisa saja. Bisa jadi.

Dan barangkali hanya Imam Al-Razi yang bakal merespon fenomena Ekstra Terestial tersebut tanpa kegagapan yang dibuat-buat. Kenapa!? Sebab sejak mula ia tahu, Allah bisa saja menciptakan makhluk lain di luar yang selama ini kita kenal. Tapi toh mereka juga masih makhluk seperti kita, meski Anda bisa saja menafsirkannya sebagai sosok jin, malaikat, iblis, atau apapun. Tak ada yang istimewa. Tak ada yang mampu melebihi Allah.

Al hasil, tak perlu sampai lepas iman untuk hanya sekedar percaya bahwa semesta alien itu nyata-nyata ada.

Wallahu a’lam bis shawab.

Penulis: Lukman Hakim Husnan, dosen STIQ Al-Lathifiyyah Palembang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *