Berita NU, BANGKITMEDIA.COM
YOGYA- Kabar 2 dosen teknik UGM yang ikut HTI dan anti Pancasila itu ternyata sudah lama. Sejak Juli 2017, kabar keterlibatan dosen UGM dalam jajaran pengurus HTI sudah ramai beredar. Bahkan sudah mengakui secara tegas sebagai pengurus HTI dan setuju dengan gagasan khilafah.
Ini terlihat jelas dari pemberitaan metrotvnews pada Kamis, 20 Juli 2017 yang berjudul “Delapan dosen UGM Jadi Pengurus dan Simpatisan HTI”. Dalam laporan metrotvnews itu, yang terlibat bukan hanya dua orang, tapi delapan orang.
Dosen UGM itu antara lain, AWH; RB (dosen FEB); IAF (dosen Sekolah Vokasi); H (dosen Fakultas Psikologi); HA (dosen MIPA); NH (dosen Fisika); MKR (Teknik Fisika); dan N (dosen Teknik Mesin). Mereka ada yang jadi pengurus dan juga simpatisan.
Metrotvnews saat itu berhasil menemui MKR yang mengakui bahwa dirinya menjadi anggota HTI DIY.
“Saya bertanggung jawab di Bantul, di DPD (HTI) Bantul,” ujar MKR saat ditemui di Kantor Program Studi Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM, Kamis, 20 Juli 2017. MKR mengkonfirmasi bahwa nama-nama dalam dokumen tersebut menjadi anggota ataupun simpatisan HTI DIY.
MKR juga menegaskan bahwa khilafah merupakan ajaran Islam. Dia menilai sistem demokrasi yang ada di Indonesia saat ini disertai peranan cukong untuk menaikkan pemimpin. Menurut dia, khilafah pernah hidup dan paling lama dari sejumlah peradaban lain.
Laporan Metrotvnews juga menyuguhkan wawancara dengan Kepala Humas UGM, Iva Ariani, yang menegaskan bahwa secara formal belum diketahui adanya keterlibatan mereka dengan HTI. Tapi secara non-formal, sudah banyak informasi terkait hal itu.
Seorang pengamat sosial, Jamal Ma’mur menegaskan bahwa fakta sejak Juli 2017 ini menjadi catatan serius bagi pendidikan di Indonesia. Jangan sampai kampus abai dengan fakta-fakta demikian, karena HTI selalu bergerak merongrong NKRI.
“Kampus jangan sampai abai dengan fakta ini. Semua oknum dosen harus ditindak tegas, karena mereka mereka abdi negara yang harus patuh dengan Pancasila dan NKRI. Apalagi, Pancasila dan NKRI ini adalah warisan para ulama’. Ketika mendirikan bangsa ini, para ulama’ sudah memikirkan masa depan untuk anak cucunya, tidak hanya untuk satu kelompok saja,” tegasnya. (yaya)