Membayangkan: seandainya Gus Dur sepuh hidup di era medsos, dan beliau punya akun WA dan mengurus sendiri akun tersebut, tidak tergambarkan kesibukannya.
Sebentar-sebentar ada yang kirim pesan:
“Gus, ini Papua kembali ada tambahan aparat, rakyat setempat kembali dipenjara. Mohon bantuannya melepaskan aktivis”.
2 menit kemudian,
“Maaf mengganggu Gus, kami Nahdliyin dari Urutsewu, Kebumen, baru saja jadi korban kesewenangan tentara. Upaya pemagaran di lahan milik petani dilanjutkan. Mohon pandangannya”.
Belum sampai 1 menit kemudian,
“Permisi, saya wartawan daring. Ingin wawancara Gus Dur mengenai eksploitasi anak menurut pandangan Islam”.
Tiba-tiba setengah hari saja, pesan sudah mencapai 1000 lebih. HP Gus Dur ngadat. Terpaksa exit group. Tinggal tiga WA Group yang masih Gus Dur pelototi: Grup “Petani NU”, “Nyarkub Milenial”, dan “Lintas Iman Progresif”. Sisanya exit. “Sori, umatku, keakehan pesan sampah”, batin Gus Dur.
Di sebelahnya malaikat Roqib dan Atid kira-kira membatin:
“Kasihan orang Indonesia, dari saking langkanya tokoh agama dan politik yang peduli dan membela rakyat, mereka memperlakukan Mas Abdurrahman seperti layaknya juru selamat 1001 persoalan mereka. Dari urusan negara sampai urusan jodoh. Moga kuat ya Mas, sampeyan, hidup di negeri para wali sekaligus para demit ini”.
Penulis: Gus Muhammad Al-Fayyadl, Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.