Santri Harus Buat Karya Bagus dan Berkualitas Dunia
Siaran langsung, live streaming melalui media sosial, video pendek, footage, dan sejenisnya, yang hari ini booming di kalangan pesantren, adalah berkat kerja keras, di antaranya mulai dipopulerkan NUTIZEN. Saya, sebagai bagian dari NUTIZEN waktu itu, turut senang dengan perkembangan itu.
Harapanku dan teman-teman, hari-hari ke depan, masa-masa mendatang, kualitasnya naik. Imajinasi dan mimpinya terus dipompa. Agendanya bukan saja merespon keperluan sehari-hari, jangka pendek, dan memenuhi kebutuhan internal saja.
Harapan tersebut hanya bisa terwujud dengan terus belajar, berjejaring, mengundang ahlinya, membuka pikiran, dan piknik ke tempat-tempat yang memantik daya kreativitas.
Teman-teman tidak boleh puas karena sudah viral dengan modal memotong suara Gus Muwafiq, bahkan Gus Dur, lalu ditambah gambar comot sana, comot sini. Boleh itu untuk tingkat “ibtida”. Untuk tingkat selanjutnya, “haram” memotong-memotong begitu. Mengapa haram?
Kalau memotong suara Gus Dur dengan mutu buruk, itu namanya menempatkan Gus Dur pada level rendah. Gus Dur itu presiden, Kang. Jangan samakan dia dengan wakil rais syuriah level MWC, yang speakernya boleh kresek-kresek bahkan mati di tengah pengajian. Sekali lagi boleh untuk tingkat “ibtida”, tapi ngak boleh untuk tingkat “tsanawi”, apalagi kelas “aliyah”, apalagi tingkat “ma’had ali”.
Imajinasi kita harus lebih lagi, naik kelas. Ingat, Habibi sudah dibuatkan operanya, di samping film-film yang ditonton jutaan masyarakat itu. Dan punya daya kekuatan bisnis!
Kita harus buat karya bagus dan berkualitas dunia, agar gagasan Gus Dur dipelajari. Mulailah menonton Mahatma Gandhi, dengan versinya yang beragam. Itulah kenapa Gandhi “hidup” di belahan dunia manapun, antara lain karena film.
Kemarin saya mengunjungi “Akatara” di Jakarta Theater. Ini event “bisnis” para sineas yang baru diselenggarakan dua kali oleh Bekraf. Ditempat itu sineas menjajakan idenya, berjumpa dengan investor, diskusi dengan tamu-tamu, dll. Saya mengharapkan, tahun 2020 ada teman-teman santri yang duduk di sana.
Kang, hidup santri belum selesai, meski sudah khatam alfiyah, Fathul Wahab, Ihya dll. Tak terhitung jumlahnya isi kehidupan ini yang harus ditatap dan “dikawini”, kehidupan film termasuk di dalamnya.
Salam takzim
(Hamzah Sahal, Pendiri alif.id dan produser film Jalan Dakwah Pesantren)