Seperti biasa, habis maghrib ‘ngaji’ di Masjid Nogotirto. Kadang topiknya agama, sejarah, filsafat, Muhammadiyah, dan kadang politik.
Karena siang tadi Sandiaga Uno sowan ke rumah Buya, jadi saya tanya apa yang dibicarakan tadi. Buya cerita bahwa tadi ngobrol santai, tak ada yang rahasia. Banyak yang datang termasuk wartawan. Buya cerita ke Sandi pernah semobil dengan Prabowo di Afrika dengan sopir yang agak ugal-ugalan dan cerita-cerita santai lainnya. Buya berpesan ke Sandi, kalau Anda terpilih jadi wapres, Anda adalah wapres bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan milik partai pendukung. Persis seperti yang Buya sampaikan ke Kyai Ma’ruf Amin saat ke Nogotirto.
Sandi, kata Buya, bercerita bagaimana 3 bulan sebelum pencalonan, Sandi membantu Prabowo untuk menjadi cawapres Jokowi. Prabowo mau, Jokowi mau! Tapi gagal karena ada pendukung Prabowo yang tidak mau.
Wah, bagi rakyat biasa seperti saya, ini informasi baru dan penting. Soalnya selama ini taunya ya dua capres ini bertentangan, sindir menyindir, pokoknya musuhan lah. Nah setelah saya ingat-ingat, ternyata yang ngotot cakar-cakaran selama ini, setelah pencapresan, memang para pendukungnya. Khususnya pendukung level medsos.
Munculnya kosakata cebong dan kampret itu ya dari para pendukung. Cacian dan makian ke capres lawan ya muncul dari para pendukung. Saya sering stalking timeline pendukung, ada yang isinya penuh dengan postingan tentang kejelekan capres/cawapres lawan. Sehari bisa tiga kali posting atau reposting kayak makan wajib. Mungkin sakaw kalau nggak posting menjelekkan capres lawan.
Jadi, kawan…
Sebenernya para capres itu ya tidak benci dengan capres lainnya, tak pernah mencaci yang sekarang jadi lawannya. Mereka itu mau bekerjasama, bahkan sebenarnya mau jadi capres-cawapres berdampingan.
Jadi kawan-kawan ya ndak usah pada caci-mencaci, apalagi ada yang sampe bunuh-bunuhan. Gitu lho, gais.
Hematlah kuota, daripada sebar caci maki dan mengotori hatimu, mending buat streaming tilawah atau apa yang menyelamatkan imanmu gitu lho..
(Penulis: Alim)