Sahabat Nabi Sekalipun Terkena Virus Ganas

Jangankan Kiai, Sahabat Nabi Saja Terkena Virus Ganas

Sahabat Nabi Sekalipun Terkena Virus Ganas.

Abu Ubaidah Ibn Jarrah ra, salah satu sahabat mulia yang bergelar “Pemimpin Umat ‎yang Kuat” harus wafat syahid karena wabah Al-‎Thaun Awamis. Begitu juga dengan sahabat ‎Muadz Ibn Jabal ra, Suhail bin Amr al-Amiri, Syurahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Harits ‎bin Hisyam, Abu Jandal bin Suhail bin Amr.

Jangan pernah membandingkan sahabat dengan ‎siapapun, mulai kedekatan dengan Allah dan Rasulullah SAW. Yang jelas mereka itu sebaik-‎baik generasi. Doa mereka sangat mujarab, karena kedekatan dan kesetiaan mereka kepada ‎Rasulullah SAW. ‎

Mereka nekad masuk di sebuah negeri Al-Syam yang dikategorikan zona merah Wabah Al-‎Taun, akhirnya tertular dan wafat. Rasulullah SAW menjamin, siapapun umat Islam yang terkena Virus Al-Thaun, kalau mati dia dijamin ‎‎“mati syahid”. ‎Bagi umat Islam Wabah Al-Thaun, itu merupakan rahmat Allah SWT.

Maka beruntunglah, siapa saja yang ‎wafat karena Wabah Thaun. Konon, ada sekitar 20-25 ribu masyarakat di negeri Al-Syam ‎yang wafat karena Pandemi Al-Thaun.‎

Namun, bagi umat Islam yang berkeyakinan Ahlusunah wal Jamaah harus berusaha sekuat tenaga mencegah menularnya Wahab Al-Thaun. Virus Corona, dianalagikan dengan Al-Thaun, sehingga para ulama dan Kyai berpendapat bahwa tidak sholat berjamaah di masjid dan tidak jumatan diperbolehkan. Dengan catatan, daerahnya termasuk kawasan Zona Merah.

Pendapat MUI, NU, Muhammadiyah dan Sayyid Qurais Shihab dan deratan Kyai seputar meniadakan Jumatan sementara sudah benar. Karena sebuah perkumpulan besar, bisa menjadikan penyebaran penularan semakin cepat. ini sangat membahayakan keselamatan masyarakat dan umat islam sendiri.

Jangankan kyai biasa, wong para sahabat-sahabat mulia Rasulullah SAW di atas selalu menjaga sunnah Rasulullah ‎SAW, mulai wudhu dengan baik dan sempurna, sholat jamaah tepat waktu, memakmurkan masjid dengan menjaga sholat lima waktu berjamaah, membaca Alquran setiap saat dan waktu. ‎Hampir semua hidupnya dipersembahkan untuk cinta kepada Allah SAW dan Rasulullah ‎SAW.

Mereka berusaha (ihtiar), dan juga bermunajat kepada Allah SWT agar dirinya dan umat ‎islam di negeri Al-Syam tidak terkena wabah Thaun, ternyata harus wafat karena Wahab Al-Thaun. Namun demikian, itu merupakan takdir Allah SWT kepada mereka.

Dalam catatan sejarah, ketika usia Abu Ubaidah Ibn Jarrah memasuki 58 ‎tahun, beliau memasuki kawasan ‎negeri Al-Syam, sebuah negeri yang diberikahi. Negeri Al-‎Syam meliputi “Palestina, Syiria, Yordania ‎dan Libanon”. Saat itu negeri Al-Syam sedang ‎dilanda pandemic Wabah Al-Thaun yang angat ganas (Al-‎Thaun Awamis). Siapa-pun yang ‎terserang, sudah pasti meregang nyawa. ‎Virus itu tidak melihat agama dan keyakinan, juga ‎tidak melihat suku dan bahasa.‎

Pada saaat yang sama, sahabat Umar Ibn Al-‎Khattab ra bersama rombongan sedang ‎melakukan lawatan ke negeri ‎Al-Syam, bertemu dengan rekannya Abu Ubadillah Ibn Jarrah ‎ra. Umar Ibn Al-Khattab ra berkata kepada Abu Ubaidah Ibn Jarrah ra “saya ‎tidak akan ‎meneruskan perjalanan ini karena akan tertular penyakit (Wabah Al-Thaun yang ‎mematikan). ‎Itulah Ijtihad seorang sahabat Umar Ibn Al-Khatta ra, beliau lebih suka menghindari zona ‎merah yang membayakan.‎

Pada saat itu, sebenarnya Abdurrahman bin Auf ra berkata, “saya mendengar ‎bahwa ‎Rasulullah SAW berkata “Jika Jika kalian mendengar wabah tersebut menjangkiti ‎suatu ‎negeri, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri ‎dan ‎kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya” (HR ‎Bukhari).‎ ‎

Umar Ibn Al-Khattab ra dan Abu Ubaidah Ibn Jarrah sama-sama mendengarkan pernyataan ‎Rasulullah SAW yang disampaikan oleh Abdurahman Ibn Auf. ‎

Perbedaan antara Umar Ibn Al-Khattab ra dengan Ubaidah bin al-Jarrah ra di ‎dalam ‎mengambil sebuah Ijtihad. Ubaidah Ibn Jarrah ra memutuskan tetap ‎melanjutkan perjalanan ‎di Negeri Al-Syam yang sedang terkena Wabah Al-Tha’un. Dia berkata kepada Umar ra ‎dengan nada yang kurang menyenangkan “Apakah ‎kamu hendak lari dari takdir Allah, hai ‎Umar?” ‎

Umar Ibn Al-Khattab ra menjawab dengan singkat “Andai saja yang bertanya ini bukan ‎‎dirimu, wahai Ubaidah,” .‎
Umar Ibn Al-Khttab ra tidak ‎nyaman dengan pertanyaan Ubaidah Ibn Jarrah.

Maklumlah, ‎Umar Ibn Al-Khattab ra tahu ‎betul bahwa Ubaidah Ibn Jarrah ra, sosok yang sangat dicintai ‎Rasulullah SAW, ‎kontribusinya sangat besar terhadap islam, juga mendapat gelar “pemimpin ‎umat yang jujur ‎nan kuat”.‎ Umar Ibn Al-Khattab ra menjawab dengan singkat “Iya, kami ‎akan lari dari takdir ‎yang satu menuju takdir yang lain”.‎

Keduanya sosok yang sangat mencintai Allah SWT dan ‎Rasulullah SAW, keduanya sosok ‎yang dijamin surga, keduanya sangat setia berjuangan ‎bersama Rasulullah SAW. Tentu saja, ‎argumentasi kedua sahabat benar-benar merujuk pada ‎junjunganya, yaitu Rasulullah SAW.‎

Sahabat Rasulullah dan Umat Islam Berguguran.‎

‎Sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah dan deretan sahabat mulia Rasulullah SAW, wafat ‎terjangkit Wabah Al-Thaun. Melihat kondisi semakin terpuruk, semakin hari jumlah korban ‎Virus Ganas Al-Thaun merengut nyawa umat islam, maka sahabat Amr bin al-Ash ra turun ‎gunung demi menyelamatkan masyarakat yang bermukim di zona merah Pandemi Al-Tahun.‎

Amr Ibn Ash ra, politisi sejati yang mengerti tata negara dengan baik, beliau sangat rasioal ‎dan kontekstual. Dalam kondisi yang sangat mencekam, kematian dimana-mana, Sahabat ‎Amr Ibn Ash ra mengambil sebuah kebijakan serius demi menyelamatkan umat islam yang ‎terisolasi di negeri Al-Syam. Beliau-pun berkata dihadapan ‎masyarakat Negeri Al-Syam.‎

‎ “Wahai manusia! sesungguhnya jika wabah ini menjangkiti (suatu negri) maka dia akan ‎‎melahapnya sebagaimana menyalanya api, maka menghindarlah kalian ke gunung-‎gunung.”‎

Tiba-tiba seorang sahabat yang bernama Abu Watsilah al-Hudzali ra, protes keras ‎‎kepada Amr bin Ash ra, dengan nada yang tidak menyenangkan “Demi Allah, kamu telah ‎‎berdusta berdusta, saya pernah menyertai Rasulullah SAW, dan kamu lebih buruk daripada ‎‎keledaiku ini.”‎ Beliau jengkel kepada Sahabat Amr Ibn Al-Ash ra.‎

Dengan sabar, Amr bin Ash ra menjawab “Demi Allah aku tidak akan membalas ‎‎perkataanmu. Demi Allah saya tidak akan memperkarakan perkataanmu itu.” Ia kemudian ‎‎turun dan orang-orangpun bubar”.‎

Rupanya kebijakan dan sikap Amr Ibn Ash ra di dalam menangani masalah Wabah Al-‎Thaun ‎Awamis berhasil, walaupun mendapat protes keras dari ‎sebagian masyarakat Al-‎Syam. Amr Ibn Ash melakukan kebijakan yang tidak lazim, beliau ‎mengisolasi masyarakat ‎yang sedang terjangkit Wabah Al-Thaun ke bukit-bukit agar ‎penularan nya tidak massif seperti ‎biasanya.‎

‎Dalam bahasa sekarang “lockdown atau menerapkan pembatasan sosial berskala ‎besar (PSBB) demi ‎menyelamatkan yang sehat, sehingga virus tidak menyebar secara massif”. ‎Kebijakan Amr Ibn Ahs selaku ‎pemimpin sangat tepat dan bijaksana walaupun mendapat ‎protes dari berbagai fihak, termasuk sahabat-sahabat ‎Rasulullah SAW saat itu.‎

Virus Corona Lockdown atau menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) demi ‎‎menyelamatkan yang sehat, sehingga virus corona tidak menyebar secara massif dalam ‎rangka menyelamatkan nyawa banyak orang sangat tepat. Jangan sampai, membenturkan ‎pemahaman agama dengan usaha pemerintah dan dokter serta perawat yang mati-matian ‎mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan sesama hamba Allah SWT.‎

Malang, 12 April 2020.

Penulis: H. Abdul Adzim Irsad, alumnus Universitas Ummul Quro Makkah, tinggal di Malang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *