Rokok Haram Kencing Syetan, Simak Penjelasan Gus Baha.
Persoalan rokok selalu menjadi perbincangan unik di kalangan masyarakat. Pro dan kontra seolah sudah menjadi takdir rokok. Termasuk viral di media sosial seorang ustadz bernama Jawas mengharamkan rokok, bahkan Ustadz Dzulkarnain (Tengku Dzul) melihat rokok sebagai kencing syetan. Itu malah didasarkan kepada hadits Nabi Muhammad SAW.
KH Bahauddin Nursalim yang akrap disapa Gus Baha punya cara pandang yang khas tentang rokok. Karakter dan ilmunya yang luas menjadikan pandangan Gus Baha selalu dinantikan publik, apalagi para muhibbinnya.
“Kata orang yang mengharamkan rokok, kalau menganggap rokok itu air kencingnya syetan, kencingnya kapan saja tidak tahu. Makanya kata yang menghalakan rokok, itu ada-ada saja. itu hadits maudlu’. ada syetan kok kencing segala,” kata Gus Baha.
Menurut Gus Baha, ada 2 kelompok besar ulama tentang status rokok. Kelompok pertama, yang menghalalkan rokok ternyata juga kyai-kyai top. Ada Kyai Mahrus Aly (Lirboyo) yang juga gurunya Mbah Maimoen Sarang itu juga merokok. Orang-orang alim top juga banyak yang merokok.
“Kelompok kedua yang melarang rokok. Orang alim-alim top, wali papan atas yang tidak senang rokok juga banyak. kamu pilih yang mana?,” tegas Gus Baha dengan penuh guyonan.
Gus Baha mengisahkan bahwa dulu dulu ada wali terkenal yang suka merokok. Alhasil, kyai wali yang tidak suka merokok meledek.
“Ah, sering bilang ingat Tuhan kok malah mengasapi Tuhan.”
Gus Baha menjelaskan bahwa kalau orang ingat Tuhan kan yakin kalau Tuhan diistilahkan di depannya. Tidak bilang di depannya, tapi diistilahkan di depannya. Seperti orang yang sedang sholat tidak boleh meludah di depan, sebagaimana sabda Nabi. Karena Allah itu ada di depan ketika orang sedang sholat, kok malah malah diasapi.
“Singkat cerita, wali yang merokok itu dengar. jawabnya enak. Allah itu tidak punya tempat. Jadi tidak terkena asap rokok saya. hahahaha,” lanjut Gus Baha.
“Wali kok bantah-bantahan, hehehe. Kamu pilih mana?”
Gus Baha menegaskan bahwa rokok itu bisa dipuji dalam konteks yang bisa dipuji. Kalau ada orang yang merokok terus diberi tahu, kamu kalau rokok terus bisa mati, karena rokok itu membunuhmu, tapi orang ini rokok itu sudah menjadi (melekat), kelihatannya kalau tidak merokok justru mati. Ya, karena sudah mendarah daging.
“Makanya kenangan terbaik saya di dunia ini, pernah dihampiri kyai tua sudah mau mati. Lho yang jelas sudah mau mati. Orangnya sudah tua. Cuma tanya saya begini saja, saat MUI mengharamkan rokok dulu, ‘Gus, MUI itu mengharamkan rokok. Pokoknya sekarang saya tanya anda. Sekali anda bilang HARAM seperti MUI, saya berhenti merokok.”
Gus Baha mengisahkan itu adalah seorang kyai desa yang sudah tua, miskin lagi. Orangnya sama Gus Baha sangat takdzim. Hidupnya di siang hari kerja semampunya, kalau malam ya nyantai-nyantai saja. Seringnya ngobrol di pojok musolla selesai sholat isya. Saat ngobrol itulah ia menikmati rokok dengan teman-temannya setelah sholat isya.
“Karena pagi itu takut istri, Gus. siang kerja sebisa saya, Gus. Hiburan saya satu-satunya itu setelah isya’ rokokan dengan teman saya di masa lalu. Ya, di pojok musholla itu Gus. Kalau itu anda haramkan juga, Gus, selesai sudah saya tidak punya hiburan. Di rumah takut istri, harta tidak punya. Satu-satunya hiburan saya ya habis isya’ rokokan dengan teman-teman mondok dulu.”
Kyai kampung itu menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang kyai, makanya tidak pantas kalau lihat dangdutan seperti orang-orang. Ia sebenarnya iri dengan mereka yang biasa dangdutan, tapi ia malu. Ya, hiburannya hanya rokokan di pojok musholla itu.
“Nah, jenis begini ini harus didukung. jenis hiburannya tinggal satu itu saja. merokok di pojok musholla setiap selesai isya. Saya lihat beneran itu setiap kali saya lewat. Yang jenis ini bagaimana? kamu halalkan atau kamu haramkan?”
“Bagaimana, misalnya kamu jadi kyai, posisinya seperti saya? lalu dikeluh-kesahi gitu. Dia lebih percaya saya dari pada MUI. Adat (tradisi) kyai kampung kan gitu. Masyarakat itu kan lucu. entau MUI, PBNU, atau PP Muhammadiyah, ada fatwa apa saja kan yang dipercaya ya kyainya yang mengajar. Itu adatnya. Iya, kalau daerah Rembang ikut apa perkataan Mbah Maimoen. Orang yang ikut Thoriqoh Habib Luthfi ya ikut Habib Luthfi. Coba MUI dengan Habib Luthfi, bagi yang ikut thoriqohnya lebih diikuti yang mana? Ya Habib Luthfi. Bagi santrinya Mbah Moen, dibanding MUI lebih ikut Mbah Moen.”
Jawaban cerdas Gus Baha menjadi renungan buat semuanya. Gus Baha tegas, apa adanya. Menjelaskan status rokok sesuai kaidah yang ada dalam kitab kuning. Para ulama top juga banyak yang merokok, ada Kyai Mahrus Aly Lirboyo yang tak lain adalah gurunya Mbah Maimoen Zubair Sarang. Walaupun juga tidak sedikit ulama wali top yang juga mengharamkan rokok. Kita tinggal pilih saja.
Dalam kaitan dengan ini, Gus Baha juga mengingatkan kita semua tentang sosok Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, akrap disebut Imam Asy-Syafi’i, pendiri Mazhab Syafi’iyyah. Bagi Gus Baha, Imam Asy-Syafi’i itu bukan saja pakarnya imam fiqih, tapi juga pimpinan imam ahli ma’rifat.
“Saya itu sering kagum dengan Imam Syafi’i. Kalau sudah memuji Tuhan, Masya Allah. Beliau (Imam Syafi’i) memuji Tuhan Dzul A’la bukan karena dapat nikmat, tapi karena ma’rifat. Jadi yang disyukuri beliau (Imam Syafi’i) itu ma’rifatnya dulu. Kalau kamu kan tidak. Syukur kepada Tuhan karena pemberian-Nya. Jadi kamu syukur kepada Allah min Haitsu Nikmah (karena sebab nikmat).”
“Lha maqom itu jauh di bawah maqom Min Haitsu Innahu Al-Mun’im, Syukur karena Allah Maha Pemberi. Kita harus bangga, kita punya imam yang luar biasa cara mencintai Allah itu dengan tradisi para wali papan atas. Kalau syukurnya kamu kan min haitsu an-nikmah, karena dapat nikmat, sampai lupa yang memberi nikmat. Disuruh jadi wali kok gitu ya gimana?”
Itulah sosok Gus Baha. Penjelasannya sangat menggugah kita agar terus bahagia, terus meningkat keimanan, dan selalu berbuat baik kepada sesama. (Penulis: Abu Umar)
*Terkait tulisan Rokok Haram Kencing Syetan, Simak Penjelasan Gus Baha, silahkan saksikan videonya langsung.