Oleh: HM. Lutfi Hamid, M.Ag
Santri Kiai Ali Maksum, Pemimpin Umum Majalah Bangkit PWNU DIY
Ketika KH. Ali Maksum diangkat menjadi Rais ‘Aam PBNU menggantikan posisi KH Bisri Syansuri yang wafat, melalui Munas Alim Ulama NU di Kaliurang Sleman Yogyakarta tahun 1981, beliau menangis. Beliau dalam beberapa kesempatan mengajar, menyampaikan betapa beratnya amanat yang dipikulnya sebagai Rois Aam. Dalam pandangan KH. Ali Maksum, jabatan Rois Aam adalah amanah dunia-akhirat.
Dari fenomena tersebut boleh jadi dapat kita pahami bahwa Nadlatul Ulama (NU) bukan sekedar organisasi masa (ormas) yang berorientasi pemberdayaan duniawi. Namun label yang dilekatkan adalah sebagai pergerakan yang berorientasi ijtima’iyah (sosial-kemanusiaan) dan diniyah (keagamaan). Atas dasar itulah para ulama NU memberi ciri ke-NU-an dengan tiga aspek: Amaliyah, Fikrah dan Harokah.
Seorang pengikut NU harus menjalankan amaliyah khas NU, seperti talqin mayit, tarawih, qunut, tahlilan, haul, dan berbagai amaliyah lain yang bercita-rasa NU. Tradisi amaliyah yang diajarkan berkelanjutan dari para guru-guru di pesantren. Dalam aspek fikrah, ciri yang paling menonjol dari pengikut NU adalah sam’an wa tha’atan. Sedangkan dalam aspek Harokah, pengikut NU melakukan berbagai kegiatan sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, termasuk mengurus keberlangsungan organisasi. Pengklasifikasian tersebut tampaknya NU telah membentuk Manhaj (jalan terang/metode hidup) tersendiri yang khas.
Dua dari ketiga ciri ke-NU-an tersebut diwarnai oleh kristalisasi manhaj al-fikrah (metode pemikiran), yaitu Tawassuth, Tawazun wa I’tidal dan Tasamuh. Tawassuth ialah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan atau ke kiri. Tawâzun ialah sikap berimbang dalam mengintegrasikan dan mensinergikan dalil-dalil (naqli maupun aqli) atau membaca berbagai fenomena secara berimbang untuk mengambil keputusan yang proporsional. Sikap tawazun ini mengharuskan sikap I’tidal, adil dan tegak lurus.
Tasamuh yaitu sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakinan, suku, bangsa, agama, tradisi-budaya dan lain sebagainya. Manhaj al-fikrah inilah yang kemudian menjadi landasan konsep Mabadiu Khaira Ummat.
Sebuah gerakan untuk mengembangkan identitas dan karakteristik anggota Nahdlatul ‘Ulama dengan pengaturan nilai-nilai mulia dari konsep keagamaan Nahdlatul ‘Ulama dengan menambah Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai konsep operasionalnya.