Rahman Rahim Allah SWT Melampaui Azab-Nya

Syariat Bukan Kepentingan Allah SWT, Tapi Kita

Oleh Edi AH Iyubenu, wakil ketua LTN PWNU DIY.

Siapalah kita ini yang jemawa mendaku diri telah saleh, takwa, alim, bersih, suci, dan paling sesuai dengan ajaran Allah Swt dan sunnah RasulNya Saw?

Siapalah kita ini hingga berani memandang orang lain yang secara lahiriah belum tampak menjalankan ibadah sekencang kita, atau malah tampak dan terdengar melakukan maksiat, sebagai ahli neraka?

Siapalah kita ini yang sama-sama mahallul khata’ wan nisyan begini berani menabalkan diri suci karena ibadah-ibadah kita sembari merendahkan orang lain nista berlumur dosa dan bakal diazab oleh Allah Swt kelak di akhirat?

Janganlah begitu.

Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Kuasa dengan dua asma Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang) yang diletakkanNya di urutan pertama Asmaul Husna. Allah Swt mengenalkan diriNya kepada manusia pertama kali dengan dua asma penuh welas asih tersebut. Bukan asma penghukum, pengazab, dan pembalas.

Ini seyogianya mudah kita pahami sebagai cermin betapa Allah Swt amatlah mendahulukan welas asihNya kapada semua makhlukNya daripada murkaNya; betapa Allah Swt cenderung menghamparkan ampunanNya daripada azabNya.

Maka apa lagi alasannya bagi kita untuk berani menempatkan diri bersikap keras, kasar, dan murka kepada orang lain, yang kita anggap tak menjalankan syariat Allah Swt dengan baik dan benar sesuai pemahaman kita, sementara Allah Swt telah menyatakan DiriNya adalah Maha Pengampun dan Maha Pengasih?

Siapalah kita ini berani-beraninya mencatut asma dan ayat Allah Swt untuk tujuan menista, menghina, merendahkan, dan menyesat-nyesatkan orang lain?

Sungguh kita semua tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita dan orang lain di minggu depan, bulan depan, tahun depan, dan seterusnya. Sungguh kita semua tak pernah mendapat bisikan dari Allah Swt apakah kita akan berakhir dengan husnul khatimah dan orang lain, yang kita tuding ahli dosa dan neraka, akan berujung dengan suul khatimah.

Maka janganlah begitu. Jangan pernah begitu….

Dalam sebuah hadis Qudsi yang dimuat dalam Riyadhus Shalihin susunan Imam Nawawi, Anas bin Malikmeriwayatkan: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: Allah berfiman, ‘Wahai anak Adam, sesungguuhnya selama kamu masih berdoa dan berharap kepadaKu, pastilah Aku mengampuni kamu semua atas dosa apa saja yang ada pada dirimu dan Aku tidak mempedulikan berapa banyaknya. Hai anak Adam, apabila dosa-dosamu sampai mencapai mega di langit, kemudian kamu beritighfar kepadaKu, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli seberapa banyak itu. Hai anak Adam, sesungguhnya apabila kamu mendatangiKu dengan membawa berbagai kesalahan hampir sepenuh isi bumi, kemudian kamu menemuiKu, asalkan kamu tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sebanyak dosamu itu.’” (HR Tirmidzi).

Coba baca, simak, dan renungkan tiga kali hadis tersebut, sebagaimana Allah Swt mengulangi janjinya sebanyak tiga kali pula. Jelas benar betapa Kemahaan Allah Swt diproklamasikan dalam hadis tersebut sebagai Sang Maha Pengampun, Sang Rahman dan Rahim, yang luasnya melampaui sehebat apa pun dosa-dosa yang pernah kita lakukan, persis pula yang orang lain lakukan. Ini merupakan janji Allah Swt langsung yang sangat kokoh.

Pada bagian “niscaya Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sebanyak dosamu itu”, bunyi hadisnya adalah “la-ataituka….maghfiratan”. Redaksi tersebut dalam ilmu Nahwu mengandung makna “penyangatan” (taukid), yakni sesuatu yang tiada keraguan sedikit pun lagi atas kebenarannya. Dan ketika yang mengatakan la-ataituka tersebut adalah Allah Swt, diulang tiga kali pula, dalam riwayat yang terjamin sahih begini, bagaimana mungkin kita berani meragukannya, apalagi mencampakkannya?

Allah Swt hanya menerakan dua syaratbagi Kemahaluasaan ampunanNya, yakni tidak menyekutukanNya dengan apa pun dan beristighfar kepadaNya.

Maka, para pendosa sebesar dan seluas apa pun, yang telah kadung dilakukannya di masa lalu, sepanjang dosanya bukanlah menyekutukan Allah Swt dan sebelum ajalnya tiba, ia beritighfar kepadaNya, memohon ampunanNya dengan sepenuh jiwa, PASTI Allah Swt akan mengampuni seluruh dosanya; bahkan Allah Swt menjanjikan akan mendatanginya dengan pengampunan-pengampunan. Allah Swt akan merangkulnya….

Allah Swt dengan terang menyatakan “tak peduli seberapa besar dosamu”, maka redaksi tersebut terang menunjukkan semata-mata Rahman RahimNya yang mutlak melampaui Maha PenghukumNya, Maha PengazabNya, Maha PembalasNya.

Maka bagi para pendosa tak usahlah ragu lagi kepada pintu ampunan Allah Swt, rangkulan Rahman RahimNya, sebagaimana tak pantaslah sama sekali bagi para ahli ibadah sekalipun untuk menyempit-nyempitkan Rahman Rahim dan MaghfirahNya kepada orang lain yang belum sebarisan dengannya atas dasar apa pun. Ya, atas dasar apa pun.

Tiada keelokan sama sekali bagi siapa pun untuk memvonis orang lain akan diazab Allah Swt begini begitu karena dosa-dosanya, bahkan sekalipun kita mendasarkannya pada bunyi suatu dalil yang terang, karena Allah Swt tetaplah Tuhan Yang Maha Berkuasa yang KekuasaanNya mesti selalu diyakini melampaui apa pun, termasuk bunyi teks suatu dalil.

Kalau Allah Swt mengampuni dosa seorang pezinah selama lima puluh tahun, meski secara fiqh kita mengetahui bahwa pezina harus dihukum rajam di dunia dan di akhirat akan diazab sesuai bunyi teks suatu dalil, apakah kita akan mempertanyakan Kemahakuasaan Allah Swt? Apakah kita akan ngotot kepada Rahman Rahim dan Maghfirah Allah Swt hanya dikarenakan keputusanNya tak sesuai dengan bunyi suatu teks dalil dan pemahaman fiqh kita?

Sungguh musykil kita melakukannya.

Sungguh mesti selalu kita genggam kokoh bahwa segala bentuk syariat itu ciptaan Allah Swt yang diperuntukkan kepada kita, bukan kepada Allah Swt, sehingga seyogianya kita mematuhinya untuk diri kita sendiri dengan sungguh-sungguh, bukan untuk diderakan kepada orang lain. Serta amatlah bebas bagi Allah Swt untuk kelak memutuskan hal yang sesuai bunyi teks syariat ataupun tidak….

Sekali lagi, mari buka lebarlah selalu pintu ampunanNya yang tak terbatas kepada siapa pun, kabarkanlah berita gembira perihal hidayah dan ampunanNya kepada si ahli maksiat yang paling maksiat sekalipun.

Selama hayat dikandung badan, selama tidak syirik kepadaNya, betikan istighfar yang tulus di kedalaman hati telah dijaminNyasebagai gerbang tol bagi rangkulan Rahman RahimNya.

Wallahu a’lam bish shawab.

Jogja, 26 Oktober 2019

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *