Rahasia Mencintai dan Dicintai, Benarkah Anugerah?

Rahasia Mencintai dan Dicintai

Rahasia Mencintai dan Dicintai, Benarkah Anugerah?

Awal mengenalnya, tak ada yang istimewa, semua tampak biasa saja. perkenalan kami lebih sering beradu argumen, berdialog, eyel eyelan, tapi aku sering gelagapan ketika berkali kali dia menyebutkan kitab ini, buku itu yang belum pernah aku baca.

Mungkin karena mengenalnya, membuat aku di pertengahan kuliah kegilaan baca buku-buku yang dia sebut. Berasa merasa tertantang ketika aku tidak bisa menanggapi diskusi yang sering dia pancing. Juga berlomba menulis opini di koran, (lha dia hampir seminggu sekali bahkan kadang lebih dari sekali tulisannya nongol di koran koran). Aku sebulan sekali dimuat udah syukur alhamdulillah, honornya bs buat beli buku.

Sebelum aku memutuskan untuk mencintai laki-laki ini, jujur kami belum pernah bertemu. Pernah sih bertemu satu forum tapi aku tidak menyadari kalau itu dirinya. karena selama ini aku merasa mengenalnya hanya melalui SMS, sesekali tlpn. Jadi bisa dikatakan, aku mencintainya sebelum aku tahu betul siapa dirinya, bagaimana wajahnya, tampangnya, kulitnya, tinggi badannya, hehe… (yang pernah aku curhati pasti tahu cerita ini, hehe)

Aku agak susah menerima laki-laki yang mencoba mendekatiku. Aku tipe orang berpikir berkali kali ketika jatuh cinta kepada laki-laki. Apa iya dia nanti jadi jodohku, jangan jangan tidak. Jadi aku sering lari sejauh jauhnya, jika aku tahu ada orang yang ‘kayaknya’ mendekatiku, atau aku menyukainya. Aku tipe orang yang penakut. Takut kalau yang kucintai bukan jodohku, pasti sakit. Takut juga kalau yang mencintaiku, tidak aku cintai, takut menyakiti hatinya. Bahkan aku takut mencintai laki-laki yang sudah pernah jatuh cinta pada orang lain. Aku takut cintanya kepada orang lain masih membekas di hatinya, dan aku harus berusaha menghapusnya. ah tidak, itu menakutkan. Kondisi seperti itu biasanya “cling” aku berusaha lari menghilang. Dasar penakut! hehe..

Begitulah aku, penakut dalam urusan cinta, hihihi….

Namun ketika aku memantapkan hati memilih laki-laki ini, yang tadi aku bilang biasa saja, lama kelamaan mengenalnya, lama kelamaan semakin jatuh cinta.

Mengarungi kehidupan rumah tangga bersamanya seperti penuh misteri namun juga mengejutkan. Jujur, dia menikahiku belum memiliki pekerjaan, saya pun demikian. Ketika saya cemas, orang tua was was, dia bilang “Saat ini kita memang belum memiliki pekerjaan untuk mengais rizki. Namun kita memiliki kemampuan.”

Dari sini kami mencoba memulai kehidupan dengan modal kemampuan (walaupun kami sadar kemampuan kami pas pasan, hihihi..)

Sembari belajar memaknai 5 pilar pernikahan.

1. Mitsaqan ghalidha: janji yang kokoh, ikatan yang kuat. kami memaknainya dengan saling menjaga harus tetap kokoh, harus tetap kuat, karena ini firman Allah SWT. Jangan sampai masalah sepele, membuat ikatan tercerai berai. Jangan sampai janji ternodai karena syahwat duniawi. Jangan sampai kekokohkan rumah tangga retak akibat ada yg tersakiti. Kami belajar untuk saling menguatkan. Karena janji kokoh ini bukan hanya kehalalan dalam urusan ranjang saja, tapi lebih dari itu.

2. Zawaj: Berpasangan, kami mencoba untuk selalu bersama sama menuju ridho Allah SWT. Saya punya kekurangan, dia pun demikian, maka kami berusaha untuk saling melengkapi. Saya memiliki kelebihan, demikian juga dia, maka kami saling memberi. Aku adalah kau, kau adalah aku yang lain.

3. Mu’asyaroh bil Ma’ruf: kembali ini adalah kalamullah, ketika kita berusaha mengamalkannya, maka kita sedang berusaha taat kepada Allah SWT. Kami belajar berkomunikasi dengan baik, harmonis, bahkan saya kira dia adalah tipe orang yg serius gk bisa guyon, ternyata setelah menikah, dia adalah orang yang paling hobi membuatku tersenyum, tertawa. Dia sosok humoris. Kata Gus Baha “Jangan sering bahas persoalan rumit ketika bersama pasangan, bahaslah hal yang lucu, yang menyenangkan.” Ada satu cerita lucu, dia menawariku nonton film di bioskop (juarang banget kami nonton berdua saja, misalkan pernah, pasti aku yang merengek mengajaknya.) Nah saat itu dia yang ngajak, aku dah seneng banget, aku pilih film Harry Potter episode terakhir, film sudah dimulai, dia nanya nanya itu siapa, kok ceritanya tiba tiba begini, begitu… Aku sabar menanggapi, karena memang dia tdk nonton film HP dari awal. aku ngecopres sambil bisik bisik, eh la dalah…. dia tidur pulas banget…. Lucu kan? dia memang lucu, hihihihi… (kalau gak lucu jangan dipaksa ketawa lho,) 😊

4. Musyawarah: sekali lagi, ini juga ada dalam Al-Quran, kita diperintahkan untuk bermusyawah. Dalam Sunnah juga demikian. maka ketika kita mengamalkan ini, kita sedang taat kepada Allah dan RasulNya. Sekecil apapun itu, kami selalu memutuskan sesuatu bersama. Misal, “Yah, hari ini rejekinya tempe, jadi aku masak tempe lagi sama seperti kemaren,” kataku. “Siap, kemaren tempe goreng, sekarang gorengan tempe ya,” katanya.

“Dek, ini ada rejeki, kamu mau simpan, atau aku yang simpan?”

katanya sambil menyodorkan uang kertas warna merah dengan gambar presiden pertama sedang tersenyum. “Aku aja yang simpan yah, ayah cari lagi aja ya…” kataku sambil meniru senyum bung Karno dalam gambar tersebut. (seandainya yg disodorkan kertas yang bergambar pak Hoesni Thamrin, apa aku harus menarik alis bagian dalam agak naik 2 inci seperti gambar beliau, wkwkwkwk, hehehehe, hiihihi…. (astaghfirullah, ini contoh apaan sih? mohon maaf 😃 )

5. Taradhin : sejak sebelum memutuskan memilihnya, saya selalu mengatakan padanya, “kenapa aku memilihmu, karena aku bahagia bersamamu.” dia pun menjawab yang sama. Jadi prinsip pernikahan adalah saling ridho, saling bahagia dan membahagiakan. Ingat jangan hanya “membahagiakan saja” tapi kita juga harus bahagia. Nah, pilar kelima ini saya banyak belajar dari suami. Dia sangat mudah membuat orang bahagia dan dia juga sangat mudah bahagia. Suamiku gak pernah marah marah kepadaku (aku malah yg sering… astagfirullah…)

Aku tanya kepadanya, “Mas, kenapa njenengan kalau aku marah, gak ikutan marah?” (manggilnya mas, karena anak anak udah tidur, hehe). “Ketika aku tidak ikut marah maka aku sedang taat kepada Allah, ” katanya yg membuatku mak jleb. “berarti aku lg gak taat dong?” kataku agak jengkel. Dia memelukku, “Nggeh mboten, mungkin kamu marah karena aku yang salah, maaf ya dek…” Aku tersenyum…. “Tapi kan sebenarnya aku yang salah, kenapa njenengan yang minta maaf,” kataku yang mulai tenang. “Gak usah minta maaf, aku udah maafin, bahkan udah doain semoga kamu makin cinta padaku,” Uwaaaaaaaaa……….. (gak sido tukaran, hahahaha)

Begitulah kami, memaknai perjalanan berumah tangga. Kami memang tidak pandai mengibaratkan apa yang kami lakukan dengan sosok atau tokoh dalam dunia apapun. Kami hanya menjalankannya saja, sembari saling menguatkan dan mengingatkan bahwa tujuan pernikahan yang paling penting adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Doa tak lupa kami panjatkan semoga kami menjadi pasangan yang sholih sholihah, orang tua yang sholih sholihah, menantu yang sholih sholihah dan kelak menjadi mertua yang sholih dan sholihah, amin, hehehe… (lha kok wes bahas mertua, anak anak masih kecil woy!, hihi)

Sampun nggeh, mugi yang baca tuntas, tidak menyesal membaca coretan gabut emak emak beranak tiga ini.

Salam sayang…. mugi keluarga kita semua menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rohmah wa maslahah, dianugerahi sehat selalu amin.

Rahasia Mencintai dan Dicintai, Benarkah Anugerah? Selamat menyelami makna cinta.

Penulis: Muyassaroh Hafidzoh, penulis novel Hilda dan Cerita dalam Mimpi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *