Dinasti Mamluk atau Mamalik merupakan sebuah dinasti atau pemerintahan yang didirikan oleh para budak. Pada mulanya mereka adalah budak tawanan perang dan juga budak asli dari sultan atau amir sebelumnya yang disingkirkan atau meninggal dunia, yang kemudian dididik untuk dijadikan tentara. Oleh Sultan Al Malik Al Saleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan meteri. Namun sayangnya keputusan sang sultan justru akan menimbulkan malapetaka yang mengancam kekuasaanya di kemudian hari, karena dengan berbekal pengalaman militer dan pemerintahan mereka dapat menggulingkan kekuasaan Bani Ayyubiyah.
Ketika Sultan Al-Malik Al-Shaleh meninggal dan kemudian digantikan anaknya Turansyah, para pejabat Mamluk merasa posisinya terancam, karena Sultan Turansyah muda secara terbuka lebih memihak suku Kurdi yang saat itu menjadi saingan politik Mamluk. Maka mereka bersepakat untuk melakukan konfrontasi dengan menghabisi nyawa Sultan. Diawaki dua jendral perangnya Aybak dan Baybars, mereka berhasil memenggal kepala Sultan pada (1250 M), kemudian secara sepihak mengangkat permaisuri Syajar Ad-dur sebagai ratu. Selang tiga bulan sang ratu kemudian diperistri oleh jendral Aybak, maka sejak saat itulah Dinasti Mamalik resmi dibangun.
Periode mamluk ini menjadi terkenal karena dinasti ini melakukan penyempurnaaan sistem militer budak pasca Abbasiyah. Sebenarnya sebelum periode mamluk, beberapa resimen budak telah digunakan oleh khalifah didalam seluruh lapisan militer timur tengah. Namun demikian dinasti mamluk merupakan rezim pertama yang didasarkan pada militer budak, karena seluruh elit rezim ini termasuk sultannya adalah budak dan mantan budak.
Dinasti Mamluk dibangun diatas sistem oligarki militer, dimana siapapun yang memiliki kemampuan dan kekuatan maka dia pantas menjadi sultan. Al-Muzhaffar Sayfuddin Qutus merupakan salah satu sultan Dinasti Mamluk dan juga merupakan sultan terkuat yang dimiliki dinasti tersebut. Sebelum menjadi sultan beliau pernah bermimpi, Rasulullah SAW mengatakan dalam mimpinya bahwa dia akan menguasai mesir dan memenangkan perang melawan Tatar (Mongol). Hal ini terbukti dengan dipatahkannya pameo yang terkenal pada saat itu yakni “jika kamu mendengar Mongol dikalahkan, jangan percaya”.
Dalam misi mewujudkan mimpi rasulullah tersebut Sultan Qutuz mengambil tiga langkah jenius diantaranya pertama, beliau mengembalikan kestabilan keadaan internal mesir. Beliau memanggil golongan istana, pembesar-pembesar para mentri, ulama, dan golongan berpengaruh dimasyarakat untuk bersatu melawan Mongol serta memecat pejabat yang dianggap berpotensi melakukan konspirasi. Kedua, melakukan perdamaian dan pengampunan terhadap Mamalik Bahriyah yang memiliki pengalaman lebih luas di medan perang. Ketiga, mengusahakan penyatuan antara mesir dan syam. Dalam kondisi Mesir yang krisis moneter, Sultan Qutuz berhasil mengumpulkan dana dari rakyat maupun penguasa bahkan dari musuh sekalipun, yakni pasukan salib di Kota Akka lewat jalur perdamaian.
Rencana perang pasukan Islam digariskan untuk menemui pasukan Mongol di negri Syiria dan tidak menunggu kedatangannya di Mesir. Hal ini didasarkan pada, pertama untuk mempersiapkan kesempatan melakukan serangan awal yang juga merupakan rencana Mongol. Kedua, menemui pasukan mongol diluar wilayah Mesir agar Mesir tidak menjadi lapangan pertempuran yang dapat mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan. Pada awal Bulan Ramadhan tahun 657 H/1259 M beliau berangkat dengan pasukan yang cukup besar menuju Syiria. Ketika pasukan Sultan Qutus memasuki daerah Al-Salihiyah, pasukan Syiria yang datang ke Mesir karena melarikan diri dari mongol, akhirnya mereka ikut bergabung dengan pasukan Mesir. Kemudian mereka berbondong menuju Gaza sedangkan pasukan Mongol sendiri melarikan diri.
Pada tanggal 24 Ramadhan 658 H ketika Sultan Qutuz dan pasukan Islam sudah berada di bumi Ain Jalut, datang seorang utusan kepada pasukan islam dan memohon untuk bertemu dengan Sultan Qutuz. Dia memperkenalkan dirinya sebagai wakil Serimudin Aibak, yakni seorang muslim yang dijadikan tawanan Mongol dan dipaksa mengabdi kepadanya. Wakil tersebut membocorkan strategi yang akan digunakan oleh Mongol serta seberapa besar kekuatan Mongol saat itu. Dari berbagai bantuan yang didapatkan, Sultan Qutuz dapat menyeru dan mengobarkan semangat jihad kaum muslim. Tidak terlepas dari pertolongan Allah, dihari jumat 25 Ramadhan 658 H Sultan Qutuz beserta pasukannya dapat mencabik-cabik pasukan Mongol dan akhirnya mereka mendapatkan kemenangan.
Penulis: Ani Tarsilah, Mahasiswa IIQ An-Nur Yogyakarta