YOGYA, Bangkitmedia.com – PWNU DIY mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan lembaga atau pun banom NU terkait upaya pencegahan dan penyelesaian masalah kekerasan di lembaga pendidikan di bawah NU maupun masyarakat. Namun, gerakan dan upaya bersama yang saling berkoordinasi dan saling menguatkan pastinya akan lebih berdampak.
Karena itu, PWNU DIY berkonsolidasi dengan seluruh badan otonom dan lembaga, untuk segera melakukan berbagai langkah. Antara lain melakukan upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan kekerasan terhadap perempuan dan anak di semua badan otonom, termasuk di dalamnya pesantren, lembaga pendidikan dan lembaga lainnya di bawah PWNU DIY.
Upaya pencegahan secara konkret juga dilakukan dengan membentuk satuan tugas pelindungan perempuan dan anak di PWNU DIY. “Seluruh badan otonom PWNU DIY, termasuk Cabang, anak cabang dan ranting, berkomitmen untuk melakukan upaya pelindungan perempuan dan anak, ” kata Ketua PWNU DIY, Dr KH Ahmad Zuhdi Muhdlor dan Sekretaris Dr H Muhajir kepada KR, Sabtu (9/3), usai melakukan konsolidasi.
Konsolidasi diikuti segenap pengurus Pengurus PWNU, Muslimat NU, Fatayat NU, Ansor, RMI, LKK, IPNU, IPPNU, LPBH, Pergunu, LPBI, LKP3A-Fatayat, GKMNU, LBM, LP Maarif, LDNU, UNU GEDSI dan UNU PUSDEKA. Konsolidasi berlangsung di kantor PWNU DIY Jalan MT Haryono Yogyakarta.
Lebih jauh dijelaskan Nahdlatul Ulama (NU)bsebagai sebuah organisasi keagamaan di Indonesia sejak 1926 memiliki peran besar dalam melakukan pelindungan terhadap perempuan dan anak (baik laki-laki maupun perempuan). Peran ini dilakukan oleh seluruh badan otonom dan jamiyah sebagai bagian dari penerapan upaya pelindungan perempuan dan anak.
Peristiwa kekerasan yang terjadi di Kediri Jawa Timur maupun di tempat lain telah mencabik-cabik rasa kemanusiaan kita. Pesantren yang sesungguhnya menjadi ruang belajar untuk membentuk santri yang berkarakter, ternoda dengan adanya permasalahan tersebut. Peristiwa ini tidak saja terjadi di ruang pesantren tetapi sangat bisa saja terjadi di semua ruang publik (sekolah, jalan, pasar, dll.)
Meski sudah ada UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW) dan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan regulasi lain yang mendukung pelindungan perempuan dan anak. Termasuk didalamnya regulasi di DIY melalui Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, namun dalam pelaksanaannya penegakan aturan itu belum dilakukan dengan seksama.
“Kita ketahui bersama bahwa KemenPPPA dan Kementerian Agama (Kemenag) berkomitmen menghadirkan pondok pesantren yang aman dan nyaman bagi setiap santrinya melalui perwujudan Pondok Pesantren Ramah Anak serta yang baru ini diluncurkan yakni Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, ” paparnya. (Fie)