Puisi tentang ibu itu dibaca persis dalam momentum Hari Ibu, 22 Desember 2018. Pembacaan puisi itu mengawali presentasi Muyassaroh, kader Fatayat NU DIY, ketika tampil dalam diskusi Ibu Perempuan Mulia; Tanpamu, Apalah Aku di Ruang Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Acara yang diselenggarakan oleh Jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) Fak Dakwah UIN Sunan Kalijaga ini dihadiri 200 peserta. Acara sangat meriah, juga mengharukan. Kesan tentang ibu yang disampaikan para pembicara membuat peserta berkaca-kaca.
Tibalahsaat pembacaan puisi yang disampaikan pembicara Muyassarotul Hafidzoh, sedikit demi sedikit, peserta mulai meneteskan air mata. Bagaimana puisi itu, berikut ini selengkapnya.
Ibu Tanpamu, Apalah Aku
(Spesial buat mimi Juju Juwaeriyah)
Kata D’zawawi Imron, kalau aku ikut ujian, lalu ditanya tentang pahlawan.
Namamu ibu, yang kusebut paling dahulu.
(Ya, akupun begitu)
Kata Chairil Anwar, Pernah aku ditegur, katanya untuk kebaikan.
Pernah aku dimarahi, katanya untuk membaiki kelemahan.
Pernah aku diminta membantu, katanya supaya aku pandai.
Dan setiap aku tersilap, dia hukum aku dengan nasihat.
(Begitupun ibuku, selalu demikian padaku)
Kemudian Gus Mus pun menuliskan puisi tentang ibu yang membuatku tersedu, katanya..
Ibu… kaulah kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa.
Kaulah bumi, yang tergelar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa.
Gunung yang menjaga mimpiku, siang dan malam.
Mata air yang tak berhenti mengalir membasahi dahagaku.
(Ya… kawan. Akupun demikian…
Semua yang mereka katakan benar,
Ibuku segalanya bagiku,
Ibu… engkau perempuan mulia, tanpamu apalah aku…)
Muyassaroh_h
Wonocatur, 22 Desember 2018
Puisi ini dibaca pada seminar Hari Ibu di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(irfan)