YOGYAKARTA, BANGKITMEDIA.COM
Yusnita Ike Cristianti selaku Pengurus Wilayah Fatayat NU DIY dan Staf di Dept. Politik Pemerintah Fisipol UGM memaparkan bahwa kehadiran isu PKI adalah permainan Politik. Hal tersebut dipaparkan pada seminar public yang mengangkat tema tentang “Komunisme dn Populisme Religio Politik (bedah pemikiran Prof. Azyumardi Azra)” bertempat di kampus UNU Yogyakarta, Senin (30/10/2017).
“Populisme politik itu memang jelas dari beberapa literature yang ada menunjukkan bahwa hal tersebut sangat berkepentingan dengan tujuan mendulang suara pemilihan pada pemilu tahun 2019. Wilayah yang mereka beri dukungan dan mereka percaya bahwa komunis akan lahir kembali diantaranya adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Sumatera, sedangkan Jawa Timur yang mayoritas adalah warga Nahdliyin tidak mereka sentuh. Padahal warga Nahdliyin banyak yang menjadi korban akan kekejaman komunis,” ucap Ibu Ike.
Beberapa karakter populisme politik diantaranya adalah melawan elite dan system, konfrontatif-konflik, eksklusif, progressive, penggunaan kekuatan memaksa, dan model kepemimpinan yang ditaktor. Fakta survey SMRC membuktikan bahwa responden yang percaya adanya kebangkitan PKI sangat rendah hanya 12,6%. Sementara responden yang tidak percaya adanya kebangkitan PKI lebih tinggi, yaitu berjumlah 86,8%.
Dalam konteks Pemilu 2019, Ike khawatir jika politik identitas itu benar-benar terjadi. Dengan adanya karakter seperti itu, akan menimbulkan konflik. Ketika konflik terjadi, perempuan dan anak-anak yang akan menjadi korban.
“Apabila terjadi konflik kepada laki-laki, mereka akan digrebegi, dipukuli, dibunuh, sudah selesai. Sedangkan perempuan ketika mengalami kekerasan, tidak hanya dipukuli tetapi juga diperkosa, dibunuh,” jelas Ike
Pasca diperkosa, lanjut Ike, ada kemungkinan akan hamil. Ketika hamil, perempuan bingung mengaborsi kandungannya atau tidak. Kalau mengaborsi, akan merasa berdosa, tetapi jika tidak, akan mengingat kejadian tersebut sepanjang hidupnya. Perempuan harus membenci sekaligus menyayangi anak yang dikandung dan besarkan sepanjang hidupnya.
“Konflik membuat hak merasa aman dan hak hidup bagi perempuan dan anak sangat terganggu,” tambah Ike.
Oleh karena itu, katanya lagi, konsep-konsep dalam Aswaja harus kita pegang. Bukan hanya dipegang tetapi juga harus kita share ke semua orang, dimana gerakan-gerakan radikal, isu-isu yang berbasis komunisme dan populisme religio politik bekerja. Kita harus bersikap dengan sikap yang toleran, moderat, seimbang dan amar ma’ruf nahi munkar,” tandasnya. (Ayu Ismatul Maula/Rokhim)