Perjalanan Panjang Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dianggap cukup terlembat, disbanding wilayah lain di pulau tersebut. Hal ini berdampak pada tantangan penyebaran Islam dengan menghindari kekerasan.

Perjalanan panjang penyebaran Islam di Sulawesi Selatan selama abad ke-15 mengakibatkan masuknya Islam secara bertahap di wilayah Toraja. Penerimaan yang terlambat ini, dibandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Selatan, sering dikaitkan dengan penggunaan kekerasan selama penyebaran Islam.

Persepsi ini menyoroti tantangan dalam mempromosikan toleransi antara minoritas Muslim dan mayoritas Kristen di wilayah tersebut. Temuan ini terangkum dalam penelitian berjudul Exploring The Gradual Islamization of Tana Toraja in South Sulawesi: History, Development, and Challenges karya Michael, Anthonius, Siswanto Masruri, dan Fatimah Husein. Penelitian yang rilis 14 Desember 2024 tersebut bisa kita baca di ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 24 Nomor 2.

Untuk memahami kompleksitas fenomena penyeran Islam di Sulawesi Selatan, penelitian tersebut berupaya mengeksplorasi faktor-faktor di luar kekerasan yang berkontribusi terhadap lambatnya laju Islamisasi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang berbasis pada antropologi, penelitian itu menyelidiki konteks sejarah dan budaya.

“Penelitian ini menemukan bahwa upaya Islamisasi yang kuat oleh tokoh-tokoh seperti Kerajaan Bone, Kahar Muzakkar, dan Andi Sose, sebenarnya menghambat penyebaran Islam karena dampak budaya negatif yang mereka ciptakan,” tulis dalam jurnal tersebut.

Sebaliknya, migrasi umat Islam ke Toraja untuk berdaganglah yang memainkan peran kunci dalam memperkenalkan Islam ke wilayah tersebut. Perkawinan campur lebih lanjut mengubah dinamika, menggeser Islamisasi dari pendekatan yang berfokus pada konversi menjadi pendekatan yang didasarkan pada hubungan keluarga. Hal ini berdampak pada perkembangan masyarakat Islam, tergantung pada pilihan generasi kedua Muslim.

Lambatnya laju Islamisasi juga memengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial dan keagamaan, yang menyebabkan masyarakat Toraja mengembangkan respons yang bernuansa. Mereka mengelola perubahan dengan menekankan aspek positif Islam sambil meminimalkan aspek negatif, dengan tujuan menjaga perdamaian dalam masyarakat mereka yang beragam agama.

“Dengan demikian, masyarakat Toraja secara aktif terlibat dalam mengelola lanskap keagamaan yang terus berkembang, mengadaptasi praktik mereka untuk menjaga kerukunan masyarakat,” tulisnya.

Penulis: Antariksa Bumiswara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *