Perbedaan Antara Bisikan Syetan dan Bisikan Hawa Nafsu Pribadi

Perbedaan Antara Bisikan Syetan dan Bisikan Hawa Nafsu Pribadi

Perbedaan Antara Bisikan Syetan dan Bisikan Hawa Nafsu Pribadi

Syeh Sya’rawi menjelaskan satu hal penting yang sering terluput oleh banyak orang, tentang perbedaan antara bisikan syetan dan bisikan hawa nafsu (diri sendiri).

Bahwa syetan hanya akan membisiki untuk melakukan maksiat pertama kalinya, menghiasinya dengan seribu keindahan, melalaikan seseorang dari Tuhannya. Itu dalam maksiat yang belum pernah kita laksanakan.

Tapi dalam maksiat tertentu yang kita berkali-kali “kalah” dengannya, kesulitan untuk menjauhinya, sering bertekuk lutut di hadapanya, maka itu bukan lagi bisikan syetan, tapi murni bisikan nafsu pribadi, al-Nafsu al-Ammarah bi al-suu’.

Karena syetan hanya ingin melihat seorang manusia bermaksiat, apapun bentuknya. Dan jika dia tidak mempan untuk dijerumuskan kepada satu maksiat, maka setan akan membisikinya untuk melakukan maksiat lainnya, dst.

Oleh karena itu, syetan tidak akan menggoda mereka yang sudah minum miras, atau asyik berdugem, dst. Tapi syetan sibuk mengganggu manusia yang berada di masjid, dan mereka yang beramal solih, cek surat al-A’raf: 16.
(aw kama qola)

قال الشيخ: “ولكن هناك فرق بين ما يزينه الشيطان وبين ما تزينه لك نفسك، فإن رأيت نفسك مصرا على معصية من لون واحد فاعلم أن السبب هو نفسك، فالنفس تريدك عاصيا من لون يشبع نقصا فيها فهي تصر عليه.
فتجد إنسانا يحب المال فتتسلط عليه نفسه من جهة المال، وإنسان آخر يحب الجنس فتتسلط عليه نفسه من جهة النساء، وثالث يحب الفخر والمديح فتتسلط عليه نفسه من جهة من ينافقه. أما الشيطان فلا يصر على معصية بعينها، فهدفه منك أن يراك عاصيا على أي حال كان، فإن رآك قد امتنعت عن معصية فهو يزين لك معصية أخرى
(تفسير الشعراوي، ج 27 ص 17390-17391)

Qultu:

– Di sini lah maksud “Jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu”, juga relevan dengan ungkapan para sufi “ingkarilah bisikan jiwa-hati”. tentunya dalam konteks maksiat, bahkan juga dalam konteks ibadah!

– Syetan hanya dapat membisiki, memperindah suatu maksiat, dan melalaikan. Tapi pada akhirnya, keputusan untuk melaksanakan atau tidak tetap di tangan manusia, di situ lah ia terkena dosa (jika melakukan), di sini lah mahallu al-taklif. Maka dari itu, termasuk rahmat Allah bagi umat Islam, niat baik saja dapat pahala walaupun belum dilakukan, tapi niat buruk belum kena dosa jika belum dilaksanakan, bahkan dapat pahala!

Wallahu A’lam.

Penulis: Muhammad Rifqi Arriza.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *