
Ada sebagian kalangan yang menolak taqlid (mengikuti madzhab) untuk kaum awam. Ini tentu menimbulkan persoalan, terutama bagi orang seperti kita yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami agama langsung dari sumbernya yakni al-Qur’an dan as-Sunnah (Hadits).
Disamping itu, keengganan untuk bermadzhab telah membangkitkan semangat sebagian ummat Islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah) tanpa disertai sarana yang memadahi. Akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang semestinya adalah Rahmatan Lil ‘Alamiin berubah menjadi fitnah perpecahan diantara sesama ummat islam.
Oleh karenanya, sebelum kita melepaskan diri dari mata rantai bermadzhab (taqlid), sebaiknya kita bercermin diri setidaknya tentang beberapa hal :
Pertama, adakah kita telah memahami bahasa arab dengan benar?
Memahami bahasa arab dengan benar adalah sarana pertama yang mesti kita kuasai, mengingat dua sumber utama dalam Islam yakni al-Qur’an dan as-Sunnah menggunakan bahasa Arab dengan mutu yang sangat tinggi. Ilmu yang mesti kita kuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi gramatika arab (nahwu-shorof), sastra arab/balaghoh (badi’, ma’ani, bayan), logika bahasa (manthiq) sejarah bahasa, mufrodat, dan seterusnya.
Hal ini penting guna meminimalisir kesalahan dalam mengidentifikasi makna yang dikehendaki syari’at dari sumbernya secara Harfiyah (Tekstual), juga untuk mengidentifikasi nash-nash yang bersifat ‘am, khosh, berlaku hakiki, majazi, dan sebagainya. Adalah hal yang naif jika kita berani mengatakan halal-haram, sah-bathil, shohih-‘alil hanya berdasar pemahaman dari terjemah al-Qur’an atau as-Sunnah.
Sebagai ilustrasi sederhana, berikut contoh peran pemahaman bahasa arab yang baik dan benar dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah :
Contoh Fungsi Gramatika Arab
Firman Allah yang menjelaskan tata cara berwudhu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah : 6)
Coba perhatikan kalimat وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dalam firman Allah diatas, dimana kata tersebut dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dengan kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian) yang dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut :
- Jika kata وَاَرْجُلِكُم (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah mengusap bukan membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah وَامْسَحُوا (dan usaplah)
- Jika kata وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah membasuh bukan mengusap, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (basuhlah)
Coba perhatikan, betapa dengan sedikit perbedaan, berimplikasi makna dan kewajiban yang berbeda. Dimana ketika kata وَاَرْجُلَكُمْ dibaca fathah/nashab maka kewajibannya adalah membasuh, sedang jika kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca kasroh/jarr, maka kewajibannya adalah mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari al-Qur’an terjemah?
Contoh Fungsi Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam tema ayat diatas, coba perhatikan kata إِذَا قُمْتُمْ dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jika dialih bahasakan secara harfiyah memberi makna, “apabila kalian telah berdiri/menjalankan…” sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yang dalam pelajaran sastra arab disebut dengan Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal.
Contoh Fungsi Manthiq
Diantara fungsi manthiq/logika bahasa dalam ayat diatas adalah guna men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari masing-masing kata dalam ayat diatas, misal yang dimaksud dengan Yad (tangan) adakah ia adalah tangan dalam bahasa kita? Wajah, seberapakah daerah yang masuk kategori wajah? dan Ru’us (kepala), membasuh, mengusap, dan seterusnya. Adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa indonesia? Sedang al-Qur’an menggunakan bahasa arab dengan mutu paling tinggi ?
Bersambung…,
(Sumber tulisan : Cyber aswaja NU Kota Probolinggo)