Pendidikan ala Pesantren Sebagai Role Model Pendidikan Nasional. Dewasa kini banyak di antara kita yang keliru mengartikan makna pendidikan. Pendidikan hanya dimaknai dengan proses formil yang diselenggarakan oleh sekolah, papan tulis, meja dan kursi sebagai medianya, serta ijazah sebagai ukuran kesuksesan sebuah proses pendidikan.
Penyempitan makna pendidikan semacam ini tertanam pada pola pikir masyarakat dan menghasilkan pemikiran yang sempit pula. Pendidikan diartikan tahapan demi tahapan sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Padahal pendidikan lebih luas dari itu, yakni sebagai usaha sadar manusia untuk belajar, mengenal dan memahami suatu hal. Tanpa batas waktu, tempat, bahkan ijazah sekalipun. Pendidikan lebih luas dari sekedar mendengar dan menghafal kata-kata dan rumus-rumus di dalam kelas. Pendidikan tidak hanya bisa di dapat dalam kelas. Melainkan juga di segala aspek kehidupan manusia, tidak hanya di sekolah, melainkan di rumah bahkan di pesantren.
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses panjang dalam rangka membentuk pribadi seseorang menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual dan intelektual. Sehingga, mampu meningkatkan kualitas hidupnya di segala aspek kehidupan dengan cita-cita dan tujuan yang pasti. Misalnya, bagaimana memanusiakan manusia, serta dengan pasti mengupayakan pembinaan mental melahirkan generasi, membina umat, budaya yang luhur serta prinsip-prinsip kemuliaan dalam peradaban dengan sentuhan nilai-nilai keagamaan.
Dewasa ini, dunia pendidikan di Indonesia mengalami gejala kemerosotan moral yang sudah sampai pada titik mengkhawatirkan. Kebenaran, kejujuran, keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah menjadi barang langka nan mahal harganya. Tenggelam tertimbun penyelewengan, acuh tak acuh, mengambil hak orang lain, pergaulan bebas, buta akan makna hak dan kewajiban. Ironisnya, tindakan menyimpang ini marak dilakukan, dianggap lumrah dan biasa saja oleh kalangan generasi muda. Padahal mereka generasi yang digadang untuk meneruskan tonggak kepemimpinan namun malah terjerembab fatamorgana perkembangan zaman, terjerumus arus globalisasi, terperangkap dalam belenggu modernisasi. Meskipun tidak semua dari keseluruhan generasi muda, namun hal tersebut juga menjadi catatan merah bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar, sekurangnya seperlima dari total anggaran belanja nasional serta berbagai program terobosan masih belum mampu memecahkan persoalan mendasar pendidikan Indonesia. Munculnya gagasan program pendidikan karakter bisa maklumi kiranya. Sebab, selama ini dirasakan, pendidikan sekolah yang berjalan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berakhlak sekaligus berkarakter. Bahkan tidak sedikit yang menyebut, pendidikan sekolah telah gagal membangun karakter peserta didiknya. Banyak lulusan hasil pendidikan sekolah yang cerdas, pandai menjawab soal, namun minim akhlak, bermental lemah, dan tak jarang berperilaku tidak terpuji.
Model pendidikan ala pesantren menjadi menarik untuk kita pahami menimbang pada fenomena kemerosotan moral generasi yang terjadi saat ini. Melihat dari sejarah kepesantrenan, model pendidikan pesantren menjadi pionir dalam gelanggang pendidikan bangsa Indonesia. Peran pesantren dalam menanamkan nilai-nilai fundamental sudah tidak diragukan lagi. Pesantren menerapkan sistem pondok/asrama yang memungkinkan melakukan pengawasan hampir 24 jam. Sehingga pesantren boleh dikatakan menjadi laboratorium kehidupan bagi santri bahkan pengelolanya sekalipun.
Santri di pesantren dididik dengan kemampuan mengatur dirinya sendiri dalam memenuhi segala hajat kebutuhannya. Mulai dari kegiatan belajar, ritual peribadatan, urusan makan, kebersihan dan kesucian, serta kesehatan badannya sendiri. Tidak kalah dengan peningkatan kepemimpinan dan keterampilan hidup seperti bertani, beternak, dan berdagang juga diajarkan, serta membina santri yang lebih yunior sebagai pola latihan mengasuh dan menididik umat. Semua aktifitas tersebut ditempa dalam kegiatan keseharian pesantren. Harapannya, santri atau siswa tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga menejerial personal, organisasi dan keterampilan. Selain itu, juga kecakapan hidup yang disesuaikan dengan tantangan perkembangan zaman saat ini.
Nilai-nilai yang berkembang di pesantren seperti yang telah disebutkan di atas dianggap mampu mendukung penerapan pendidikan karakter. Tentunya, sejalan dengan program pembangunan yang sedang diupayakan pemerintah saat ini. Sadar mupun tidak, santri atau siswa yang berada di dalam pesantren secara tidak langsung terhindar dari efek negatif globalisasi dan pergaulan bebas yang dapat menyeret generasi penerus pada hal-hal yang amat tidak terpuji.
Dengan demikian, melihat fenomena dan tantangan pendidikan di era modern seperti sekarang ini, model pendidikan pesantren menjadi role model yang bisa menjawab tantangan zaman dengan ciri khas masing-masing pesantren di Indonesia. Tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan di dalamnya, pesantren juga mengajarkan ilmu hidup, ilmu laku hidup. Pesantren juga mengajari caranya menjadi manusia yang seharusnya di tengah masyarakat, memanusiakan manusia, dan mendidik manusia menjadi manusia yang seutuhnya, yang bertaqwa, beriman, memiliki kecerdasan intelektual dan berkarakter.
Penulis: Husni Qodir, Mahasiswa STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta Program Studi PGMI
Artikel terkait baca di sini. Tonton juga video kisah Mbah Maimoen saat nyantri di Lirboyo. Tonton di sini