PBNU Sebut Garfa Sebagai Legacy Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia

PBNU Sebut Garfa Sebagai Legacy Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia

PBNU Sebut Garfa Sebagai Legacy Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia.

Sleman, Bangkitmedia.com – Bendahara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Fahmy Akbar Idries menyebut Garda Fatayat (Garfa) sebagai legacy Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Fatayat Indonesia.

Pernyataan Bendahara PBNU tersebut disampaikan dalam pengukuhan Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta (PW Fatayat NU DIY) masa khidmat 2022-2027 di Pesantren Sunan Pandanaran Sleman, 31 Juli 2022.

Garfa adalah barisan sejenis Banser NU yang diharapkan menampilkan kader Fatayat sebagai sosok yang humanis, militan dan cinta NKRI, menjaga agama, bangsa dan negara, serta menjaga NU dan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Kiai Fahmy, sapaan akrabnya, menyebut pihaknya menjadi saksi hadirnya Garfa yang tumbuh dari Fatayat NU DIY saat di bawah kepemimpinan sahabat Khotimatul Husna, yakni pada 3 Februari 2019 bertepatan dengan tanggal 27 Jumadil Ula 1440 H.

“Pada satu kesempatan ketemu dan dengan cukup yakin waktu itu, Khotim menyampaikan Garfa akan dibawa ke Kongres, sebelumnya akan dibawa ke Konbes dulu,” tegas Kiai Fahmy, dikutip dari kanal youtube Nahnu TV, 31 Juli 2022.

Menurutnya, saat itu pihaknya memberikan support dengan beberapa kali kesempatan di PBNU bertemu dengan Ketua Umum PP Fatayat Anggia Ermarini.

“Saya sampaikan masalah Grafa tersebut supaya itu menjadi miliknya Fatayat Indonesia, bukan hanya Yogya. Walhasil, alhamdulillah bisa,” lanjutnya.

Bagi Kiai Fahmy, Garfa yang kemudian disahkan menjadi organ Fatayat secara nasional bukanlah legacy sahabat Khotim, tapi itu legacy-nya Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia.

“Saya bangga karena itu muncul dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan saya bangga lagi karena saya ikut terlibat meskipun sekecil apapun dalam proses itu,” katanya.

Selengkapnya, berikut ini pesan KH Fahmy Akbar Idries, Bendahara PBNU Sebut Garfa Sebagai Legacy Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia.

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Hadrotal mukarromin para alim, para kiai, dan ibu nyai.

Wabil khusus KH Mu’tashim Billah, shohibul ma’had Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.

Yang saya hormati sesepuh kita, Ibu Nyai Hj. Ida Fatimah Zainal Abidin.

Yang saya hormati, saya cintai, dan saya banggakan, Ketua PWNU DIY, Dr. KH. Ahmad Zuhdi Muhdlor.

Ketua PW Fatayat NU DIY, Maryam Fitriati yang saya tahunya ‘Vivin’.

Para tamu undangan, ada Ketua PW Muslimat NU DIY, Ketua Nasyiatul Aisyiah, Ketua Pemuda Katolik, Ketua Ansor, Banom, lembaga, dan tamu undangan.

Yang terhormat Prof Al Makin, Rektor UIN Sunan Kalijaga.

Yang terhormat Prof Widya, Rektor UNU Yogyakarta.

Yang terhormat Prof Iqbal, Rektot Bumi Cendikia.

Sahabat-sahabat sekalian, saya ini mau setor muka saya kok malah diminta pidato. Tapi ya sudah terlanjur, sudah dapat snack.

Saya hanya mau cerita, betapa susahnya menjadi Ketua Fatayat NU DIY setelah sahabat Khotim.

Pada saat saya menjadi PWNU DIY kemarin, memakili Prof Nizar yang karena ketugasannya ada di Jakarta, saya selalu mengatakan, Banom yang paling repot itu Fatayat. Paling ngrepoti, soalnya kegiatannya gak mandek-mandek.

Saya betul-betul menjadi saksi itu. Kalau tadi Kiai Zuhdi mengatakan Khotim itu dari ujung kepala sampai ujung kaki itu organisasi, saya agak curiga itu. hehehehe. (disambut tawa hadirin).

Saya mau cerita satu saja tentang Garfa. Bagaimana awal dengan segala dinamikanya, Garfa bisa muncul dari Jogja dan saya ingat betul dimintai Khotim untuk memulai membuka pelatihan pertama ya.

Mboh, di gunung sana, tidak tahu saya. Jauh banget. Mana? Bantul ya. Saya juga tidak tahu, mobilnya terselip, ketemu saja susah. Kayaknya di sana tidak ada yang jual Cocacola, karena saking jauhnya. Saya juga tidak tahu kok bisa menemukan lokasi di sana.

Saya ingat yang saya katakan wak itu adalah Garfa harus menjadi jawaban dari problem yang muncul di Fatayat.

Salah satu problem aktivis itu adalah kegiatan sampai malam, yang itu ‘rawan ada fitnah’.

Garfa harus bisa menjawab itu, yakni menjadi solusi. Simpel saja waktu itu.

Tetapi ternyata perkembangannya luar biasa, sampai saya lupa pada satu kesempatan kita ketemu dan dengan cukup yakin waktu itu, Khotim menyampaikan Garfa akan dibawa ke Kongres, oh ya sebelumnya ke Konbes dulu. Habis dari Konbes dibawa ke Kongres.

Saya support betul. Mungkin dalam beberapa kali kesempatan di PBNU, saya ketemu sama sahabat Anggira Ermarini, Ketua Umum PP Fatayat NU.

Saya sampaikan masalah Garfa tersebut, ya ikut saya lobikan masalah itu, supaya Garfa itu menjadi miliknya Fatayat, bukan hanya Fatayat Yogya.

Walhasil, alhamdulillah bisa.

Saya kira itu legacy, bukan legacy-nya Khotim, tapi itu legacy-nya Fatayat NU DIY untuk Fatayat Indonesia.

Dan saya bangga karena itu muncul dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan saya bangga lagi karena saya ikut terlibat meskipun sekecil apapun dalam proses itu.

Waktu itu, Vivin juga pengurus Fatayat kan?

Semoga ikhtiar ini menjadi bagian dalam khidmat kita sedekah kita untuk NU yang itu nanti akan menjadi bagian dari catatan amal kita masing-masing di hadapan allah SWT.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Sekali lagi saya mengucapkan selamat dan sukses untuk Vivin bersama seluruh jajarannnya.

Tadi Pak Rektor Widya sudah gumun, karena yang dilantik ada 100 orang. Itu 100 orang makan semua ya?

Semoga nanti kalau hamil tidak bareng, karena satu hal yang repot sendiri dalam kegiatan. (disambut tawa hadirin)

Sudah ya, pokoknya begitu, soalnya tadi Kiai Zuhdi sudah bilang megar-megar, itu repot.

Nyuwun pangapunten atas segala kesalahan, sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada sahabat Khotim beserta seluruh jajarannya waktu itu dan saya ucapkan selamat bekerja, selamat berkhidmat sahabat Vivin beserta seluruh jajarannya.

Saya yakin di bawah koordinasi, di bawah kepemimpinan KH Zuhdi Muhdlor, NU DIY beserta seluruh Banom-banomnya akan semakin maju, semakin baik dan semakin memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk nadhliyin maupun warga masyarakat Yogyakarta.

Nyuwun pangapunten atas segala kesalahan.

Wallahul muwaffiq ila Aqwamith thariq,

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *