Tadi malam saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan beberapa pikiran tentang ijtihad politik NU di acara tadarus pemikiran Kiai Said, Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, bersama mas Rumadi Ahmad dan mas Erwien To’ Til.
Berdasarkan survey LIPI baru-baru ini, saya menyajikan data tentang intoleransi politik yang meningkat. Masalah ini didasari oleh adalah perasaan terancam yang juga meluas terhadap eksistensi kelompok agama lain dalam politik dan ekonomi. Salah satu bentuk intoleransi politik adalah tindakan untuk memilih pemimpin yang seagama.
Namun yang menarik, saya lalu melakukan silang-tabulasi terhadap data yang disajikan itu. Ternyata angka intoleransi politik dari mereka yang menyatakan diri sebagai anggota NU paling rendah jika dibandingkan anggota ormas Islam yang lain. Kiranya bagi umumnya orang NU, kriteria pokok memilih pemimpin bukan agama, melainkan kemampuan dan kinerja.
Jika hitung-hitungan data yang saya lakukan tepat, demokrasi yang sehat di negera ini memang sangat berharap sekali pada NU, ormas keagamaan terbesar yang sejauh ini paling berhasil mengawinkan semangat Islam dan sentimen kebangsaan dalam satu tarikan nafas.
(Penulis: Amin Mudzakkir, Peneliti LIPI)