Ngobrol Santai 1 Jam Bersama Gus Baha tentang Madura.
Kemarin saat sowan Gus Baha, saya jaga jarak satu meter dengannya. Kami berbincang santai sekitar 1-2 jam. Namun ketika saya minta foto bersama, beliau merangkul pundak kiri saya, saya tidak bisa mengelak untuk berjarak.
Saat Gus Baha merangkul saya, mulut saya kelu untuk mengingatkan bahwa kita seharusnya tetap berjarak. Sempat mau bilang demikian, malah bahu belakang saya dipukul duluan dengan tangan kirinya. Saya senyum-senyum saja. Tentu saja, saya bahagia diperlukan begitu oleh guru.
Dulu, saat pertama kali menghadap Gus Baha di pondok Sarang, 12 tahun yang lalu, Gus Baha langsung menyampaikan kisah-kisahnya tanpa harus saya tanya. Tapi kemarin berbeda di pondok Narukan, setelah 12 tahun, beliau yang banyak bertanya pada saya, topiknya perihal Madura, kebudayaannya, geografinya, serta manusianya yang bagi Gus Baha unik karena orang Madura selalu tidak ingin menjadi masyarakat kelas dua, baik yang di pulau maupun yang di rantau.
Anekdot-anekdot Madura deras selama pembicaraan, ruang tamu ramai tawa dalam cerita gurih, namun saya tekankan bahwa orang Madura itu serius, bukan melawak. Sesekali Gus Baha mengatai saya, “kamu ini orang Madura tenanan. Gak mau kalah…!” Beliau meledek.
Kemudian saya diminta menguraikan sejarah kraton, sejarah Islam di Madura, dan asal usul pesantren di Indonesia yang mana dalam data Kemenag menyebutkan pesantren pertama ada di Madura (Jantampes). Gus Baha ketawa lagi, lalu berkata, “Ah, paling itu orang Kemenagnya atau penulisnya orang Madura. Wkwkkk…” Dan ketika saya menerangkan arti kata “Madura” dari suatu sumber, beliau tampak tertawa geli.
Salah satu pertanyaan yang menggelitik saya adalah tentang Bupati Sumenep:
“Busrol Karim itu bupati apa kiai? Bupati kok lagaknya kayak kiai…?” Tanya beliau, sembari menirukan lagak si bupati saat sowan kepadanya.
“Boleh dikata, bupati setengah kiai, Gus…,” Jawab saya reflek. Gus Baha tertawa. “Yang bersangkutan itu punya pesantren tapi sekaligus jadi politisi PKB,” saya menjelaskan lebih lanjut.
Gus Baha lalu cerita: “Busrol Karim itu sudah berkali-kali datang ke sini, ada mungkin sampai tujuh kali ngundang saya buat ngaji di Sumenep, tapi saya tidak bisa.”
Tamat.
Penulis: Raedu Basha.
*Melengkapi kisah Ngobrol Santai 1 Jam Bersama Gus Baha tentang Madura, saksikan video ini.