Ngaji Ushul Fiqh 8: Al Quran sebagai al Bayan
Jamal Ma’mur Asmani, Dosen Ushul Fiqh IPMAFA Pati
Ngaji Ushul Fiqh 8. Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah (الرسالة) menjelaskan, البيان secara bahasa adalah sesuatu yang menjelaskan perkara, misalnya petunjuk (الدلالة) dan yang lain. Dalam al-Qur’an Surah Ali Imran 138, disebutkan: هَذَا بَيَانُ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةُ لِّلْمُتَّقِينَ {138} (al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 3:138). البيان di sini adalah al-Qur’an. Ini adalah pendapat Qatadah, Rabi’, dan Ibn Jarij. Dalam al-Qur’an, ada penjelasan segala urusan secara gamblang.
Pendapat lain menyatakan, al-Qur’an menjelaskan masalah dunia dan akhirat, baik hukum halal atau haram. Imam Thabari menyatakan, Allah mengajari manusia sesuai kebutuhan, baik dalam masalah agama dan dunia.
Secara istilah, البيان menurut Abu Ishaq as-Syairazi adalah petunjuk sesuatu dengan analisis yang benar. Imam Syairazi mengutip Imam Ghazali dalam kitab al-Mustashfa menjelaskan, البيان adalah mengeluarkan kesulitan menuju keadaan yang jelas. البيان menurut As-Syairazi bisa dicapai dengan ucapan, pemahaman, tindakan, ketetapan, isyarah, tulisan dan analogi (القياس).
Bayan yang dimaksud di sini tidak hanya secara bahasa (البيان اللغوي), tapi البيان الديني (penjelasan agama) yang mencakup penjelasan Allah kepada makhluk-Nya yang meliputi: perintah, larangan, kewajiban, sesuatu yang dihukumi wajib, dan apa yang ditradisikan Rasulullah.
Imam Syafii mengatakan: البيان الديني adalah sebutan yang mencakup makna-makna yang sumbernya solid dan cabangnya bertebaran di mana-mana (اسم جامع لمعاني مجتمعة الاصول متشبعة الفروع).
Menurut Imam Syafii, البيان ada lima macam.
Pertama, Al-Qur’an. Kedua, Sunah Nabi yang menjelaskan dan memerinci bagian yang belum disebut al-Qur’an. Ketiga, Sunah Nabi yang menjelaskan sesuatu yang disebutkan secara global dalam al-Qur’an. Keempat, Sunah Nabi yang menjelaskan hukum yang belum dijelaskan al-Qur’an. Kelima, qiyas.
Al-Qur’an
Ngaji Ushul Fiqh 8. Al-Qur’an dalam kitab طريقة الحصول علي غاية الوصول karya KH. MA. Sahal Mahfudh adalah teks yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wasallam yang berfungsi melemahkan musuh dengan satu surat dan dianggap ibadah membacanya (اللفظ المنزل علي محمد صلي الله عليه وسلم المعجز بسورة منه المتعبد بتلاوته).
Definisi ini mencakup seluruh teks dalam al-Qur’an, mulai dari awal surat Fatihah sampai akhir surat An-Nas. Dalam hal ini, tidak boleh ada teks dalam al-Qur’an dan sunnah yang tidak punya makna. Tidak boleh juga ada teks yang dipahami selain makna yang jelas kecuali ada dalil. Begitu juga tidak boleh ada teks global (مجمل) yang dipaksa mengamalkannya tanpa ada penjelasan.
Termasuk dalam al-Qur’an adalah basmalah (بسم الله الرحمن الرحيم) pada awal setiap surah kecuali Surah Baraah (براءة). Surah Baraah diturunkan dalam situasi perang sehingga tidak sesuai jika mambaca basmalah yang mengandung arti kasih sayang (للرحمة والرفق). Dalam Al-Qur’an ada bacaan-bacaan yang dianggap mutawatir (berurutan tanpa putus), yaitu bacaan yang diajarkan dan dipindah dari Nabi oleh suatu golongan yang tidak mungkin berbohong kepada golongan lain secara terus menerus.
Ada juga bacaan yang dianggap syadz (menyendiri, bahasa jawanya nerecel, yaitu keluar dari kaidah umum), yaitu bacaan yang diajarkan dan dipindah secara individu dan kualitas bacaannya tidak mencapai standar benar (القراءة الصحيحة) seperti bacaan ايمانهما dalam ayat والسارق والسارقة فاقطعوا ايمانهما yang tidak dianggap bagian dari al-Qur’an.
Salah satu qiro’ah mutawatirah adalah bacaan tujuh (قراءة سبعة), yaitu bacaan yang diriwayatkan Imam Abi Amr, Nafi’, Ibn Katsir, Amir, Ashim, Hamzah, dan Kisai. Dikenal juga bacaan sepuluh (قراءة عشرة), yaitu tujuh yang sudah disebutkan, ditambah Imam Ya’qub, Abi Ja’far, dan Khalaf. Selain bacaan sepuluh ini dianggap syadz dan haram membacanya dengan syarat meyakini bacaan tersebut termasuk al-Qur’an. Jika hanya sebatas membaca bacaan syadz tanpa meyakini bahwa ia termasuk al-Qur’an tidak dilarang. Bacaan syadz jika dibaca dalam shalat maka status shalatnya batal jika bacaan tersebut mengubah makna atau menambah atau mengurangi satu huruf, sedangkan orangnya sengaja membacanya dan mengetahui keharamannya. Sebagian ulama ushul dan ahli fiqh, termasuk Imam Nawawi, mengharamkan bacaan selain bacaan tujuh.
Spesifikasi Al-Qur’an (خواص القراْن)
Ngaji Ushul Fiqh 8. Dalam kitab الوجيز في اصول الفقه Dr. Abdul Karim Zaidan menjelaskan spesifikasi al-Qur’an.
Pertama, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Kitab samawi lain seperti Taurat dan Injil tidak termasuk al-Qur’an, karena tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Kedua, al-Qur’an adalah kesatuan teks dan makna (مجموعة اللفظ والمعني). Teks al-Qur’an semuanya berbahasa arab. Imam Syafii berkata “seluruh kitab Allah diturunkan dengan lisan arab”, “Tidak ada dalam kitab Allah sesuatu kecuali dengan lisan arab”. Hadis Nabi tidak termasuk al-Qur’an, meskipun merupakan wahyu dari Allah, karena teksnya tidak dari Allah. Tafsir berbahasa arab dan terjemah al-Qur’an ke bahasa lain, tidak termasuk al-Qur’an.
Ketiga, al-Qur’an diajarkan dan dipindah secara berkelanjutan tanpa putus (متواتر) meskipun tempat berbeda namun dengan jumlah yang sangat banyak. Satu golongan mengajarkan kepada satu golongan yang tidak mungkin berbohong sampai kepada generasi sekarang.
Keempat, al-Qur’an dijaga dari penambahan dan pengurangan (زيادة ونقصان). Allah menjaga al-Qur’an, sehingga tidak akan berhasil tangan orang-orang yang akan merusak al-Qur’an. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Hijr 9: إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ {9} Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. 15:9).
Kelima, melemahkan musuh (الاعجاز). Seseorang tidak akan mampu membuat al-Qur’an. Orang-orang arab ditantang untuk membuat al-Qur’an, namun mereka tidak mampu. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah 23-24:
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {23} فَإِن لَمْ تَفْعَلُوا وَلَن تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ {24}
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. 2:23)
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir. (QS. 2:24)
Kemampuan al-Qur’an melemahkan musuh dalam الوجيز في اصول الفقه dapat dilihat dari beberapa aspek.
Pertama, bahasanya yang sangat tinggi dan indah yang tidak tertandingi oleh karya manusia sepanjang masa.
Kedua, menginformasikan kejadian masa depan dan terjadi benar-benar terjadi. Salah satu buktinya adalah QS. Ar-Rum 1-4:
الم {1} غُلِبَتِ الرُّومُ {2} فِي أَدْنَى اْلأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ {3} فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ اْلأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ {4}
Alif Laam Miim. (QS. 30:1)
Telah dikalahkan bangsa Rumawi, (QS. 30:2)
di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, (QS. 30:3)
dalam beberapa tahun (lagi).Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, (QS. 30:4)
Ketiga, menceritakan sejarah umat terdahulu yang tidak tertulis dalam dokumen orang arab karena kehilangan jejak dan tanda. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an Surah Hud 49:
تِلْكَ مِنْ أَنبَآءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَآ إِلَيْكَ مَاكُنتَ تَعْلَمُهَا أَنتَ وَلاَقَوْمُكَ مِن قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ {49}
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 11:49)
Ngaji Ushul Fiqh 8. Keempat, memberikan isyarat kepada sebagian hakikat alam material (عالم الكونية) yang ditetapkan ilmu modern yang belum diketahui sebelumnya. Salah satunya adalah firman Allah Surat Al-Anbiya’ 30:
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَيٍّ أَفَلاَ يُؤْمِنُونَ {30}
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman? (QS. 21:30)
Hukum-Hukum dalam Al-Qur’an
Macam-macam hukum dalam al-Qur’an dalam علم اصول الفقه karya Abdul Wahhab Khallaf ada tiga:
Pertama, hukum-hukum keyakinan (احكام اعتقادية) yang berkaitan dengan apa yang wajib diyakini orang Islam kepada Allah, Malaikat, Kitab, para utusan, dan hari akhir.
Kedua, hukum-hukum etika (احكام خلقية) yang berhubungan dengan kewajiban orang Islam membersihkan diri dari akhlak rendah dan tercela (الرذائل) dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan utama (الفضائل).
Ketiga, hukum-hukum praktis (احكام عملية) yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, transaksi, dan penggunaan harta yang dilakukan orang Islam. Hukum ketiga ini menjadi tujuan utama ilmu ushul fiqh.
Ngaji Ushul Fiqh 8. Hukum-Hukum Praktis
Dalam al-Qur’an, hukum praktis dibagi dua:
Pertama, hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah, dan lain-lain yang bertujuan mendekatkan hubungan manusia kepada Tuhannya.
Kedua, hukum mu’amalat (interaksi sosial), seperti transaksi, penggunaan harta, siksa, pidana, dan lain-lain yang bertujuan menjaga hubungan manusia dengan manusia lain, baik secara individu maupun kolektif.
Dalam bahasa modern, hukum mu’amalat berkembang menjadi beberapa istilah:
Pertama, hukum ahwal syakhsyiyyah (احوال شخصية) yang berhubungan dengan keluarga yang bertujuan menjaga hubungan baik antara suami-istri dan kerabat. Jumlah ayatnya sekitar 70.
Kedua, ahkam madaniyah (احكام مدنية) yang berkaitan dengan interaksi individu dalam jual beli, sewa, gadai, menanggung, perseroan, hutang, dan membayar hutang yang bertujuan mengatur hubungan harta individu dan menjaga hak setiap orang. Jumlah ayatnya sekitar 70.
Ketiga, ahkam jinaiyyah (احكام جنائية) yang berkaitan dengan perbuatan kriminal yang dilakukan seseorang sehingga harus dihukum. Tujuannya adalah menjaga kehidupan manusia, harta mereka, harga diri, hak-haknya, dan mengatur hubungan korban dengan pelaku kejahatan dan dengan umat. Jumlah ayatnya sekitar 30.
Keempat, ahkam murafaat (احكام المرافعات) yang berkaitan dengan putusan peradilan, persaksian dan sumpah. Tujuannya adalah menegakkan keadilan antar manusia. Jumlah ayatnya sekitar 13.
Kelima, ahkam dusturiyah (احكام الدستورية) yang berkaitan dengan aturan hukum dan sumber-sumbernya. Tujuannya adalah mengatur hubungan hakim dengan obyeknya, menetapkan hak individu dan organisasi. Jumlah ayatnya sekitar 10.
Keenam, ahkam dauliyyah (احكام الدولية) yang berhubungan dengan kerjasama Negara Islam dengan Negara lain dan interaksi nonmuslim di Negara Islam. Tujuannya adalah mengatur hubungan Negara Islam dengan Negara lain, baik pada masa damai atau perang, dan mengatur hubungan orang Islam dengan nonmuslim di Negara-negara Islam. Jumlah ayatnya sekitar 25.
Ketujuh, hukum ekonomi dan harta (احكام الاقتصادية والمالية) yang berkaitan dengan hak orang yang meminta dan yang dihalang-halangi (حق السائل والمحروم) pada harta orang kaya dan menertibkan sumper pendapatan dan pengeluaran (الموارد والمصارف). Tujuannya adalah mengatur hubungan ekonomi (harta) antara orang kaya dengan orang fakir-miskin dan antara Negara dan individu. Jumlah ayatnya sekitar 10.
Ngaji Ushul Fiqh 8. Perbedaan Ibadah dan Mu’amalat
Orang yang meneliti ayat-ayat hukum (ايات الاحكام) dalam al-Qur’an, maka ia akan menjumpai dua hal:
Pertama, dalam konteks ibadah dan sejenisnya, seperti hukum keluarga dan waris, maka hukumnya bersifat terperinci (تفصيلية) karena kebanyakan hukum ini bersifat dogmatik (تعبدي), sehingga tidak ada ruang pengembangan (ولا مجال للعقل فيه) dan bersifat statis, tidak berkembang dengan perkembangan zaman (ولايتطور بتطور البيئات).
Kedua, dalam konteks mu’amalat yang luas, seperti dalam hukum madaniyyah, jinaiyyah, dusturiyyah, dauliyyah, dan iqtishadiyyah, maka hukumnya tidak terperinci kecuali dalam masalah yang langka. Kebanyakan hukumnya ditunjukkan dengan kaidah umum dan prinsip dasar (قواعد عامة ومبادئ اساسية). Hal ini disebabkan karena hukum mu’amalat berkembang dengan dinamika zaman dan kemaslahatan, sehingga al-Qur’an membatasinya dengan kaidah umum dan prinsip dasar supaya setiap generasi leluasa membuat aturan secara detail untuk mencapai kemaslahatan dalam batas-batas utama al-Qur’an sehingga tidak bertentangan dengan hukum parsial (حكم جزئي) di dalamnya.
Petunjuk Pasti dan Tidak Pasti (دلالة قطعية وظنية)
Semua teks dalam al-Qur’an bersifat pasti dari sisi kelahiran-kedatangannya (قطعي الورود), ketetapan, dan transfernya dari Nabi kepada kita. Namun dari sisi petunjuknya sesuai dengan kandungan hukumnya, ada yang bersifat pasti (قطعي الدلالة) dan ada yang tidak pasti (ظني الدلالة).
قطعي الدلالة
Petunjuk yang pasti (قطعي الدلالة) adalah teks yang menunjukkan makna tertentu dan tidak menerima ta’wil dan tidak ada ruang bagi pemahaman lain (ما دل علي معني متعين فهمه منه ولا يحتمل تاْويلا ولا مجال لفهم معني غيره منه).
Contoh:
ولكم نصف ما ترك ازواجكم ان لم يكن لهن ولد
Dan bagi kamu separuh sesuatu yang ditinggalkan istri-istrimu, jika mereka tidak punya anak.
Ayat ini menunjukkan bagian suami adalah separuh jika istrinya tidak mempunyai anak.
والزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka jilidlah masing-masing dari keduanya 100 kali.
Ayat ini menunjukkan hukuman zina adalah 100 jilid, tidak lebih dan tidak kurang.
Catatan:
Setiap teks al-Qur’an yang menunjukkan bagian warisan yang sudah ditentukan atau hukuman pidana yang ditentukan atau nishab (ukuran harta yang wajib dizakati) yang dibatasi, termasuk ayat yang pasti petunjuknya (قطعي الدلالة).
ظني الدلالة
Definisinya adalah teks yang menunjukkan suatu makna, namun menerima ta’wil dan bisa dialihkan dari makna asli ke makna lain (ما دل علي معني ولكن يحتمل ان يوْول ويصرف عن هذا المعني ويراد منه معني غيره).
Contoh:
والمطلقات يتربصن بانفسهن ثلاثة قروء
Perempuan-perempuan yang dicerai menunggu selama tiga kali
Lafadz قرء dalam bahasa arab dikatakan lafadz musytarak مشترك (lafadz yang mempunyai lebih dari satu makna) yang bisa bermakna suci dan bisa bermakna haidl. Sebagian ulama mengartikan suci dan sebagian ulama mengartikan haidl.
حرمت عليكم الميتة والدم
Diharamkan bagimu bangkai dan darah
Kata الميتة adalah lafadz umum (عام) yang mencakup semua jenis bangkai, namun mungkin bisa dikhususnya kepada selain bangkai laut.
Catatan:
Teks al-Qur’an yang di dalamnya ada teks yang masuk kategori musytarak, am, mutlak, dan sejenisnya, maka dinamakan ظني الدلالة karena menunjukkan satu makna, namun mungkin menunjukkan makna lain.
Telaah:
Petunjuk pasti dan tidak pasti (دلالة قطعية وظنية) dalam al-Qur’an ini menjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Pemikir kontemporer banyak yang menyusulkan petunjuk yang pasti (قطعي الدلالة) adalah ayat-ayat yang menunjukkan ajaran-ajaran universal yang tidak diperdebatkan sepanjang masa, seperti keadilan, musyawarah, kerjasama dalam kebaikan, musyawarah, tanggungjawab, menghilangkan kesulitan, menjaga kehormatan orang lain, menepati janji dan hak asasi manusia. Sedangkan ajaran-ajaran lain yang sifatnya teknis-operasional yang detail dikatakan ajaran yang tidak pasti (ظني الدلالة) sehingga berubah sesuai perkembangan zaman. Fazlur Rahman, Masdar Farid Mas’udi, dan Syahrur adalah sebagian pemikir modern yang mengusulkan interpretasi baru.
Sebagai generasi milineal, semua pemikiran kita kaji, namun harus diseleksi, maka pemikiran yang sesuai dengan pedoman yang benar dalam al-Qur’an dan mana yang tidak sesuai. Pemikiran yang sesuai diambil, yang tidak sesuai ditinggalkan. Mengkombinasikan pemikiran ulama ushul fiqh klasik dan pemikir kontemporer menjadi sesuatu yang menarik. Artinya, setiap dalil yang dzanni harus mengandung sisi ajaran universal, sehingga tercermin gabungan antara nash fiqh dan maqasidus syariah (الجمع بين النصوص الفقهية والقواعد الاساسية او المقاصد الشريعة).
Wallahu A’lam Bis Shawab.
IPMAFA, 18 Rajab 1439 H./ 5 April 2018