Ngaji Gus Mus: Kita Tidak Boleh Jadi Orang Shaleh Sendirian
Pesantren menitikberatkan pendidikan, tidak sekadar pengajaran. Oleh karenanya kiai mendidik santrinya dengan ikhtiar luar dan dalam. Kiai-kiai jaman dulu bahkan membangunkan santrinya satu-persatu, keliling kamar.
Gus Mus kemudian bercerita saat beliau mondok di Krapyak Yogyakarta. Setiap ba’da subuh, Gus Mus mengaji kepada Kiai Ali Maksum. Yang tidak mengaji, maka akan dikenakan takzir (hukuman), yaitu disuruh nyapu halaman pondok yang sangat luas.
Suatu ketika selesai mengaji, sang kiai ngendikan “Iki saponi, kowe tak takzir, ini bersihkan, kamu tak hukum” .
Gus Mus kebingungan, bagaimana mungkin bisa kena takzir padahal Gus Mus mengaji bahkan duduk di barisan paling depan, sampai Kiai Ali ngendikan lagi ”Kowe tak tak takzir, salahe kakangmu ra ngaji”, kamu saya hukum, karena salahnya Kakangmu tidak ngaji.”
Dalam hati, Gus Mus protes. Yang bersalah kakaknya, kenapa saya yang ditakzir?
Kalau itu terjadi pada murid jaman sekarang, kemungkinan sudah didemo, tetapi santri jaman dulu selalu sam’an wa tho’atan, tidak pernah protes apa-apa pada kiai. Akhirnya Gus Mus melaksanakan takzir, menyapu halaman.
Keesokan paginya, Gus Mus membangunkan semuanya. Tidak hanya kakaknya, tapi semua temannya juga dibangunkan agar tidak terkena takzir lagi.
Setelah kejadian itu, Gus Mus baru mengangan-angan dan menemukan jawaban, ya Allah…memang luar biasa cara kiai mendidik santrinya. Gus Mus baru paham bahwa kita tidak cukup menjadi baik untuk diri sendiri, tapi juga harus mengajak orang lain. Dalam kehidupan sosial, orang tidak bisa kenyang sendiri sedangkan tetangganya kelaparan. Orang tidak bisa solat sampai jidatnya gosong tapi tidak peduli sesama.
Orang tidak bisa berpikir “yang penting saya masuk surga, tetangga mau di neraka ya biar saja..”, ini tidak dibenarkan…..ini namanya neraka jahannam.
*Catatan ini dihasilkan dari ngaji Gus Mus pada Senin 5 Agustus 2019 di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah, Salatiga.
*Catatan ini adalah bagian ketiga. Bagian pertama berjudul “Gus Mus: Ngaji Sesungguhnya Tidak Mengenal Khataman.”. Sedangkan bagian kedua berjudul Ngaji Gus Mus: Hakikat Pesantren Itu Pendidikan, Bukan Pengajaran.