Kiai Kuswaidi Syafi’ie, Pengasuh Pesantren Maulana Rumi Bantul.
ام هبت الريح من تلقاء كاظمة
واومض البرق في الظلماء من اضم
Atau kau menangis disebabkan oleh angin yang berhembus dari kota Kazhimah? Atau lantaran kilat yang menyambar di malam yang kelam dari gunung Idhami?
Dalam konteks paradigma sufisme, tempat-tempat yang disebut di dalam dua bait pertama kitab Burdah itu tak lain merupakan representasi dari pemukiman para kekasih tercinta.
Dzi Salam, Kazhimah dan Idhami: dari sanalah angin kasmaran itu menghembuskan impian dan harum cinta Ilahiat kepada mereka yang sedang dirundung rindu yang menyimpan bara sangat kuat untuk menekuk jarak agar dipertemukan dengan kekasih pujaan.
Bagi seseorang yang sedang dirundung rindu, sungguh amat terasa bahwa angin merupakan sarana yang sangat ampuh untuk menghubungkan dua hati yang berjauhan dan saling merindukan. Mungkin karena angin itu tercipta dari airmata cinta. Mungkin juga karena angin itu merupakan terjemahan paling fasih tentang desir kerinduan.
Seorang sufi yang sengaja membenamkan diri di bumi ketidakterkenalan menyatakan bahwa yang disebut dengan Kazhimah tak lain adalah Taman Surga yang terletak di antara mimbar Rasulullah Saw dengan rumahnya yang hari ini berada di dalam Masjid Nabawi yang senantiasa disesaki oleh orang-orang yang ingin mendapatkan sebanyak mungkin rahmatNya.
Sedangkan Idhami merupakan nama sebuah gunung di dekat kota Madinah al-Munawwarah yang sering disinggahi oleh Nabi akhir zaman, Muhammad Saw.
Ketika kilat menyambar di malam yang kelam dari sekitar gunung Idhami itu, oleh orang-orang yang haus terhadap kedekatan dengan hadiratNya hal itu dipahami dan dirasakan sebagai kilauan cahaya Nabi Muhammad Saw yang memang senantiasa diharapkan kedatangannya untuk direngkuh oleh setiap orang beriman.