Oleh: Kiai Kuswaidi Syafi’i, Pengasuh Pesantren Maulana Rumi Bantul
والنفس كالطفل إن تهمله شب على
حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
Nafsu itu seperti bayi. Jika kau biarkan, ia akan senantiasa menyusu hingga besar. Tapi jika kau menyapihnya, ia akan menjadi terhenti karenanya.
Bait di atas merupakan perumpamaan yang tepat dan indah tentang watak nafsu ammarah yang selalu ingin melahap keburukan demi keburukan. Di hadapannya, tidak apa pun yang lebih nikmat dan menyenangkan selain maksiat dan dosa-dosa. Yang lain hanyalah dipandang sebagai tumpukan ampas yang sia-sia.
Sebagaimana bayi-bayi yang tidak berakal dan hanya dipenuhi oleh keinginan, demikian juga nafsu yang hanya diganduli oleh hasrat dan kemauan. Meski tak sepenuhnya sama, di antara keduanya ada korelasi yang sangat dekat.
Karena itu, memperlakukan nafsu tidak jauh berbeda dengan memperlakukan bayi, terutama berkaitan dengan adanya pembatasan, pengekangan dan penjagaan terhadap keduanya. Tanpa adanya penjagaan, keduanya hanya akan berhadapan dengan destruksi.
Islam sama sekali tidak mengajarkan para pemeluknya untuk membunuh nafsu. Yang diajarkan kepada mereka adalah bagaimana mengendalikan nafsu dan menuntunnya menuju padang-padang kebaikan yang akan menguntungkan bagi “pemiliknya”, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Sebagaimana bayi yang tumbuh dalam pengawasan ibunya dengan penuh kenyamanan dan kehangatan, membimbingnya dengan doa-doa dan ketulusan, sehingga akhirnya tumbuh menjadi kanak-kanak, menjadi remaja, menjadi dewasa yang berhiaskan akhlak yang mulia dan sembah sujud yang penuh cinta kepada hadiratNya.