Oleh: Kiai Kuswaidi Syafi’i, Pengasuh Pesantren Maulana Rumi Bantul
من لي برد جماح من غوايتها
كما يرد جماح الخيل باللجم
Siapakah yang sanggup menolongku mencegah keberingasan dan kesesatan nafsu sebagaimana keberingasan kuda yang dijinakkan dengan berbagai kendali?
Ketika nafsu ammarah membelenggu seseorang dalam setiap tindakan dan keputusannya, maka dia sebenarnya terpenjara oleh bagian dari dirinya sendiri. Aneh sekaligus nyata: bagaimana mungkin bagian itu bisa mencaplok keseluruhan?
Ketika itu dia akan memandang dirinya hanyalah sebagai seonggok ketidakberdayaan yang telah tersandra oleh nafsu kelamnya sendiri. Akalnya jadi tumpul. Hatinya jadi tidak peka. Seluruh kemungkinan bagi munculnya jalan keluar seolah tertutup baginya.
Di saat itulah dia betul-betul merasa membutuhkan pertolongan. Membutuhkan seorang pembimbing rohani yang sanggup mengentaskan nasib dirinya yang sedang terjerembab di liang jurang dosa-dosa.
Bait di atas merupakan pengakuan tentang dua hal sekaligus. Yaitu, tentang ketidakberdayaan di bawah timbunan dan gencetan nafsu yang kelam di satu sisi, dan adanya gemuruh pengharapan yang kuat agar terbebas dari taring-taring nafsu itu pada sisi yang lain.
Andaikan kita berada pada posisi ambruk seperti itu di mana kita sadar betul tentang urgensi suatu pertolongan, maka yang semestinya segera kita lakukan adalah mempertautkan diri secara spiritual dengan kekasih-kekasih Allah Ta’ala, baik yang masih hidup maupun yang sudah menjadi bagian dari sejarah di masa silam.
Mempertautkan diri dengan mereka sama saja dengan menyambungkan nasib diri dengan karunia rohani sekaligus kehadiranNya. Mereka merupakan perantara-perantara yang sengaja dibentangkan oleh Allah Ta’ala untuk menarik orang-orang agar mendekat kepada hadiratNya.