Ngaji Burdah 1, Tertimbun oleh Kerinduan

semesta

Oleh: Kiai Kuswaidi Syafi’ie, Pengasuh Pesantren Maulana Rumi Sewon Bantul.

امن تذكر جيران بذي سلم
مزجت دمعا جرى من مقلة بدم

Bacaan Lainnya

Apakah lantaran ingat terhadap tetangga yang ada di Dzi Salam engkau kemudian mencucurkan airmata yang berbaur dengan darah?

Dalam kosmologi kaum sufi, yang dimaksud dengan idiom “tetangga” pada bait pertama dalam kitab Burdah karya Imam al-Bushiri di atas tak lain adalah roh-roh suci di alam Malakut jauh sebelum bersentuhan dan tertambat di dalam karakter dan watak dari dimensi jasad manusia yang temporal dan fana.

Di alam yang sepenuhnya bernuansa kesucian itu, seluruh roh manusia mutlak suci, tak tersentuh oleh kelalaian, kesia-siaan dan najisnya dosa-dosa. Roh para nabi, roh para wali, roh orang-orang beriman, roh para pendosa, roh mereka yang bangsat: semua itu merupakan parade kesucian semata. Tidak ada suasana jorok secara rohani.

Di alam yang heginis secara spiritual itu, sebagai roh kita berakrab-ria dengan roh para nabi dan para wali. Tak terhalang oleh tembok dosa-dosa dan tingkatan rohani yang jauh tidak seimbang. Yang ada di situ hanya lengkingan dan gema musik kesucian.

Akan tetapi ketika sudah terperangkap oleh badan yang fana dan kelam di hutan dunia yang semakin kisut ini, sebagian roh-roh itu meronta, ingin membebaskan diri dari jeruji penjara, “terkenang” terhadap kesucian alam roh, berhasrat sekali untuk melesat ke sana dengan gairah rindu dan cinta teramat purba.

Tertimbun oleh kerinduan yang dalam dan kecintaan yang mencekam, seorang salik yang senantiasa menyeret langkah-langkah kakinya di lorong-lorong keilahian tidak bisa melakukan akselerasi apa pun selain menumpahkan airmata yang karena memancar dari hati terlampau pedih sampai-sampai bercampur dengan darah. –Berita Islam Terkini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *