Naik Haji Kini Hanya Sebatas “Label”

Akibat Bertengkar Ditanah Suci, Jema'ah Tak Melihat Ka'bah

Di zaman ini banyak hal yang mampu kita syukuri, contohnya saja saat ini banyak orang yang mampu melaksanakan ibadah haji, bahkan bagi mereka yang bisa dibilang termasuk golongan menengah ke bawah. Namun, perlu juga disayangkan karena di balik orang-orang yang naik haji tersebut, banyak juga yang memanfaatkan haji hanya sebatas “label” atau jabatan baru agar  dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.

Bahkan saat ini banyak juga orang-orang yang sudah pernah haji bahkan tidak hanya sekali namun akhlak ataupun kelakuan yang mereka miliki masih belum bisa mencerminkan seseorang yang pernah melaksanakan ibadah haji. Contohnya saja orang-orang yang dengan sengaja meninggalkan kewajiban puasa, zakat, bahkan shalat yang menjadi kewajiban paling utama dan kelak akan dihisab pertama kali saat hari kiamat.

Bacaan Lainnya

Dalam kesempatan ngaji Kitab Safina, bab rukun Islam, beberapa waktu lalu, Kiai Nasrul Hadi (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyyah Al-Muhsin, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta) menyampaikan fenomena munculnya orang-orang yang berlabel “ haji” namun masih menyepelekan hal-hal yang jauh lebih utama dari pada haji. Bahwasannya hukum melaksanakan haji memanglah wajib dan termasuk dalam urutan rukun Islam yang ke-5, akan tetapi itu ditujukan untuk orang-orang yang memang mampu baik secara materi maupun fisik, seperti yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran, ayat 97 :

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban setiap manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Dalam kesempatan tersebut, Kiai Nasrul Hadi menjelaskan kepada para santri bahwasannya shalat diibaratkan seperti celana, puasa ibarat baju, zakat ibarat sepatu, dan haji diibaratkan seperti peci. Pada intinya orang yang sudah haji tapi tidak melaksanakan shalat diibaratkan seperti orang yang berpeci, berbaju, bersepatu, namun tidak memakai celana. Bisa dibayangkan betapa lucunya orang yang berhaji namun lupa dengan kewajiban-kewajiban yang lebih utama jika diibaratkan dengan hal seperti itu.

Kesimpulan dari pengibaratan tersebut menerangkan kepada kita  bahwasannya boleh-boleh saja kita melaksanakan ibadah haji jika memang dirasa kita sudah mampu, tapi akan lebih baik sebelum kita melaksanakan ibadah haji kita sempurnakan terlebih dahulu ibadah-ibadah kita yang jauh lebih utama, dan semoga Allah senantiasa melindungi dan menuntun setiap langkah kebaikan yang kita lakukan. Aamiin..

*) Oleh : Khoirotun Nisa’, Mahasiswi Magang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *