Dua orang yang nyinyirin hasil Bahstul Masail Munas NU kemarin sedang menunjukkan kelasnya yang sesungguhnya.
Di pesantren, tasrif atau ilmu sorof itu pelajaran tingkat Ibtidaiyah. Sementara sebagian peserta Bahtsul Masail Maudhuiyyah kemarin itu bukan cuman alumni Aliyah, melainkan aktivis BM yang sekaligus tamat menjadi mustahiq/ustadz tingkat Aliyah (kini Ma’had Aly).
Sekadar contoh misalnya ada Kiai Fauzi Hamzah, Kiai muda berbahaya Hamim Hr, dll. Belum lagi para perumus dan ‘mushahhih’-nya.
Jelas mana yang intelektual sejati dan yang, maaf, “abal-abal” bukan?
Jika memang benar-benar berniat untuk menjadi da’i, tak ada salahnya mereka mau mondok meski mulai dari tingkat Ibtidaiyah. Kecuali kalau memang hanya sebagai alat untuk tujuan politik.
Saya dulu punya kawan sarjana Adab di IAIN, begitu masuk ke pesantren, dia diterima di tingkat Ibtidaiyah. Dan dia gak malu, ko’…
Penulis: Idris Mas’udi, Pengurus Lakpesdam PBNU.