Menjelang 100 Tahun NU, Diharapkan Lebih Banyak Muhasabah

Menjelang 100 Tahun, NU Diharapkan Lebih Banyak Muhasabah

YOGYAKARTA, BANGKITMEDIA Menjelang 100 Tahun NU, Diharapkan Lebih Banyak Muhasabah.

Dalam hitungan Hijriyah, dua tahun lagi organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) berusia seabad. Tepat pada 16 Rajab 1344, para kiai mendirikan organisasi ini sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda. Lewat KH. Wahid Hasyim, NU kemudian terlibat aktif dalam BPUPKI, Panitia 9, dan PPKI. Hingga saat ini, perjuangan para kiai tersebut masih diteruskan oleh organisasi ini. Oleh sebab itu, NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam berorganisasi. Maka tak heran jika slogan NKRI Harga Mati kerap didengungkan oleh organisasi pimpinan K.H. Said Aqil Siradj ini.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam “Ngobrol Asyik Tribun Jogja” pada Senin (07/09) sore. Diskusi daring yang dipandu oleh host Noristera Pawestri (Jurnalis Tribun Jogja) ini mengangkat tema “100 Tahun NU Merawat  NKRI”.

“Pada periode pasca Indonesia merdeka, Belanda bermaksud mengganggu kembali kedaulatan NKRI. Di situlah kemudian para kiai memutuskan adanya Resolusi Jihad pada Oktober 1945 untuk mengusir kolonial Belanda. Resolusi Jihat itu fatwa tentang kewajiban membela Tanah Air. Jadi, loyalitas NU pada NKRI tidak diragukan lagi,” kata Wakil Rais Syuriah PWNU DIY tersebut.

Pria yang akrab disapa Gus Hilmy ini menyebutkan beberapa prinsip yang dianut oleh NU. Selain berpaham ahlus sunnah wal jamaah, prinsip keagamaan NU adalah Tawasuth, Tawazun, Tasamuh dan I’tidal. Dalam kemasyarakat, prinsip yang dianut adalah jujur, amanah, kerja sama, adil, dan istiqamah. Sementara untuk sikap kebudayaan, NU menjaga tradisi yang masih baik, dan mengambil yang baru bila lebih baik.

Lebih lanjut, Gus Hilmy menjelaskan bahwa peran NU bagi bangsa Indonesia, selain di bidang agama, juga merambah pada bidang sosial, pendidikan, dakwah, kesejahteraan masyarakat, dan lain sebagainya. Di dunia pendidikan, selain ribuan pondok pesantren, kini sudah ada lebih dari 30 Perguruan Tinggi NU yang tersebar di beberapa daerah. Secara global, NU telah memiliki cabang istimewa di 25 negara. Mereka ini menjadi agen NU untuk masyarakat internasional.

Dengan perannya yang sangat besar tersebut, tidak heran jika survei LSI pada Maret 2020 menyimpulkan bahwa NU merupakan organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, berada di angka 49,5%.

Menanggapi pertanyaan tentang NU yang kerap disudutkan, Gus Hilmy menyampaikan bahwa itu merupakan risiko organisasi besar.

“Untuk mencari nama, Anda harus melawan yang besar, melawan jagoan agar lebih cepat dikenal. Akan tetapi, sebagai yang besar, sebagai yang mayoritas, kita mestinya menjadi pelindung yang minoritas. Tidak layak jika yang besar justru malah memperbesar amarahnya. Sebaliknya, yang diperbesar adalah kesabarannya. Kita harus menunjukkan bahwa kita ini teladan. Kita ini panutan. Sebab, inti orang beragama itu berbuat baik,” ujar pengasuh PP Krapyak tersebut.

Pertanyaan lain yang mengemuka adalah kiai masuk ke politik. Gus Hilmy mengatakan bahwa hal itu mestinya disambut sebagai sesuatu yang positif.

Why not? Sama seperti halnya guru, dosen, pengusaha, pedagang, juga banyak yang masuk ke politik. Tetapi, hadirnya kiai di dunia politik yang terlanjur dipandang buruk oleh masyarakat, diharapkan membawa atmosfir yang baik. Yang terpenting adalah integritas mereka sebagai wakil rakyat,” katanya.

Namun, hal penting yang menjadi tantangan dalam menyambut seratus tahun NU, bagi Gus Hilmy, adalah soal penanaman ideologi, ke dalam dan keluar. Ke dalam berarti menguatkan ideologi sampai ke tingkat basis, dan keluar berarti harus lebih massif mengenalkan paham-paham dan nilai keislaman yang dianut kepada masyarakat yang lebih luas, melalui pesantren dan masjid. Seperti sebuah ungkapan, pesantren laksana mata air, dan masjid-masjid laksana ladang-ladang yang harus dialiri dan diairi.

Menanggapi pertanyaan terakhir dari host terkait menjelang seratus tahun NU, Gus Hilmy mengajak masyarakat NU untuk memperbanyak muhasabah.

“Menjelang 100 tahun, NU mestinya banyak mukhasabah, refleksi. Kita harus bisa menjadi organisasi yang modern, tertib, dan disipilin, tidak hanya organisasi besar, yang dengan itu kita berharap NU bisa lebih bermanfaat kepada masyarakat,” pungkasnya.

_____________

Artikel lain Menjelang 100 Tahun NU, Diharapkan Lebih Banyak Muhasabah bisa dilihat di sini

kunjungi Channel Youtube kami di sini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *