Sering ada orang yang bilang bahwa saya sebenarnya pengen sholat tetapi saya malas karena harus wudlu dulu, harus 5 kali sehari, dan harus berbahasa Arab. Ada orang yang memang seperti itu, sehingga kita harus bisa menjawab persoalan demikian dengan bijak.
Demikian ditegaskan Mustasyar PWNU DIY KH Asyhari Abta dalam Pengajian Isra’ Mi’raj dan Pelantikan PCNU Kota Yogya di Pesantren Nurul Ummah Putri, Kota Gede Yogya, Ahad (29/04).
“Mengapa sholat harus wudu? Ini jawabannya. Untuk sowan kepada Allah kita harus membersihkan diri baik secara lahir maupun batin. Nah yang dibasuh dalam wudu adalah bagian-bagian yang sering melakukan dosa,” tegas Kiai Asyhari.
“Bagian yang pertama dibasuh adalah tangan, alasannya; Rasulullah SAW bersabda “innka la tadri ainal yad” kamu tidak tau tadi malam tanganmu rekreasi ke mana, tangan kalau malam rekreasi, hutan lindung di obrak abrik, macan tudur dibangunkan, maka harus dibasuh. Setelah membasuh tangan kemudian berkumur. Berkumur karena lisan kita sangat banyak melakukan kesalahan dan seterusnya,” tutur Kiai Asyhari.
Ada lagi pertanyaan yang juga menarik, lanjut Kiai Asyhari, yakni mengapa harus 5 kali sehari? Jawabannya adalah begini. Di awali dengan sholat subuh misalnya, baru bangun saja kita sudah membaca bacaan yang memasrahkan diri kepada Allah, jadi tidak ada kesempatan untuk berbuat dosa atau menyimpang dari kebaikan sebab bari bangun saja kita langsung menghadap Allah.
“Ketika siang hari kita akan melakukan kesalahan kita sudah di hampiri aktu sholat dzuhur, demikian pula dengan sholat ashar, maghrib dan isya’. Sebagai kontrol kebaikan bagi kita,” lanjutnya.
Pertanyaan selanjutnya, tegas Kiai Asyhari, adalah mengapa harus berbahasa Arab? Ini jawabannya!
“Sholat ini kewajiban bagi ummat Islam sedunia, sehingga kalau menggunakan bahasa daerah tertentu, tentu dalam waktu dan tempat bersamaan tentu penduduk daerah lain yang tidak paham bahasa daerah tersebut tidak akan bisa makmum karena tidak paham bahasa tersebut. Nah oleh sebab itulah kenapa harus selaras dengan menggunakan bahasa arab,” tegasnya.
“Belajar ngaji atau bahasa Arab bukan perkara sulit sebab saya ada pengalaman dengan jamaah pengajian saya yang awalnya tidak bisa apa-apa perihal bahasa Arab, tetapi Alhamdulillah hanya dengan rutin pengajian setian jum’at (sekali dalam seminggu) mereka bisa hafal dan fasih dengan bacaannya, apalagi kalau dirutin lebih dari sekali seminggu tentu akan lebih cepat hafal dan fasih bacaan sholat yang berbahasa Arab tersebut,” lanjutnya.
Dalam kesempatan ini, Kiai Asyhari juga menjelaskan bahwa sekarang banyak yang mengatakan bahwa membaca usholli ketika shalat adalah membatalkan shalat. Iya, memang membaca usholli dalam solat itu memang membatalkan shalat. Kenapa demikian?
“Karena sebenarnya usolli itu dibaca sebelum sholat. Misalnya mulai sholat “Allahuakbar” kemudian membaca “usolli…”. Pembacaan usolli itu kalau dibaratkan motor, mesinnya dipanaskan terlebih dahulu kemudian dipakai. Misalkan langsung dipakai tanpa dipanasi terlebih dahulu maka bisa saja mesinnya tersendat-sendat atau tidak lancar,” tuturnya.
Pengajian ini dihadiri ribuan warga nahdliyyin Yogyakarta. Selain para pengurus PCNU Kota, juga hadir Wakil Ketua Umum PBNU Prof Dr KH Muhammad Maksum Mahfudz, Sekretaris PWNU DIY KH Mukhtar Salim, dan para tokoh NU lainnya. (amru)