Mengapa Ada Waliyullah Punya Banyak Makam?
Saya sering membaca diberbagai group masyarakat ahlussunnah wal jamaah nahdliyah beberapa perdebatan kecil mengenai kebenaran makam seorang waliyullah. Semisal perdebatan mengenai makam Sunan Bonang yang sebenarnya karena beliau dipercaya memiliki 3 makam yakni di Tuban, Lasem dan Pulau Bawean.
Tulisan saya ini tak bermaksud memberi penilaian makam mana yang benar dan makam mana yang bukan. Tetapi lebih pada berusaha memberi pemahaman mengenai apa sebab seorang waliyullah memiliki lebih dari satu makam. Sebab-sebab itu antara lain:
1. Tradisi Nunggak Semi.
Masyarakat Jawa dan Arab memiliki kebiasaan yang hampir sama yakni memberi nama putra-putrinya secara nunggak semi atau memberi nama yang sama dengan nama ayah atau kakeknya. Raja Yogya misalnya, menggunakan nama Hamengkubuwana I-X, bila tak ada catatan yang jelas, pemberian nama seperti ini akan membingungkan. Hal yang sama bisa kita temui pada makam Sunan Giri dimana ada Sunan Giri I hingga Sunan Giri IV.
2. Nama Gelar.
Ada banyak waliyullah yang namanya bukan nama asli tetapi nama gelar. Nama Syech Maulana Maghribi misalnya, adalah gelar yang berarti ‘Sang Pemuka dari Barat (Timur Tengah)’ artinya, semua ulama yang berasal dari Timur Tengah berhak atas gelar ‘Maulana Maghribi’ karena itulah di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak ditemui makam Syech Maulana Maghribi yang kadang disebut oleh lidah masyarakat Jawa sebagai Ki Ageng Gribik.
3. Karomah dari Allah SWT.
Pada postingan saya terdahulu saya mengisahkan Syech Maulana Ishaq yang memiliki 6 makam. Ini adalah salah satu karomah dan pertolongan Allah SWT kepada sang waliyullah. Sebagaimana juga dikisahkan tentang Mbah Sholeh, santri alim sekaligus tukang sapu Masjid Ampel yang setiap dipanggil Sunan Ampel selalu hidup kembali dan datang meski sudah meninggal dan dikuburkan hingga 9 kali.
4. Mitos & Moksa.
Dalam buku ‘Atlas Walisongo’ KH. Drs. Agus Sunyoto menulis bahwa beberapa wali sangat dihormati masyarakat, bahkan diagungkan, sehingga muncul berbagai mitos kehebatannya. Sedemikian diagungkan bahkan tempat-tempat munajat para wali sering dianggap sebagai petilasan dan menjadi tempat ziarah. Bisa jadi, mitos itu kemudian bertemu dengan kepercayaan tentang moksa pada masyarakat Jawa Kuno dimana kematian paling sempurna adalah tanpa meninggalkan jasad. Maka, petilasan kemudian dianggap tempat moksa dan diziarahi layaknya makam. Banyaknya ‘makam’ Sunan Kalijogo, Sunan Bonang dan Syech Siti Jenar adalah contohnya.
Itulah pendapat kami tentang Mengapa Ada Waliyullah Punya Banyak Makam? Minimnya catatan sejarah tentang dakwah Islam para wali membuat ada banyak peri kehidupan, asal usul dan berbagai hal mengenai para waliyullah menjadi misterius. Itulah pentingnya kita memulai untuk menulis sejarah para wali yang ada di sekitar kita agar anak cucu kita nanti menjadi tahu.
Sesungguhnya, bukanlah hal penting kita berdoa di makam yang benar atau tidak, bukankah Allah SWT lebih tahu maksud dan tujuan doa kita sehingga tidak akan pernah nyasar.
Terpenting, nilai ziarah terbesar adalah meneladani jejak laku para kekasih Allah SWT dalam kehidupan kita untuk menebar salam (keselamatan) dan rahmat bagi seluruh alam. Semoga kita mampu menjalankannya.
Wallahu a’lam bish showab.
Penulis: Al-Faqir Ila Rabbina, Arief Syaifuddin Huda.