Meneladani Akhlak Rasulullah

Oleh: Gus Zaim bin Ahmad Ma’shoem Pengasuh Pesantren Kauman Lasem dan cucu KH. Maksum Lasem

Al Akhlak Qobla al ‘Ilm” . Akhlak itu di wujudkan, dicari, diuji, di ucapkan sebelum ilmu.  Akhlak kita terima sebagai bagian dari ajaran yang di bawa oleh Rasulullah SAW yang setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal kita peringati sebagai hari kelahirannya. Akhlak yang paling sempurna ialah Rasulullah SAW. Ada banyak akhlak yang bisa kita wujudkan sebagai umat Rasulullah SAW sesuai dengan kedudukan kita masing-masing, diantaranya akhlak anak ialah dengan berbakti kepada orang tuanya, akhlak orang biasa ialah dengan berbakti kepada orang alim, akhlak seorang murid yaitu dengan berbakti kepada gurunya, yang kesemuanya itu tidak hanya di buktikan ketika masih hidup saja  tetapi sampai ketika sudah tiada yakni dengan mengirimkan al fatihah.

Bacaan Lainnya

Dimasa sekarang ini, kita semua menyadari bahwa kondisi akhlak sudah semakin darurat di semua lini kehidupan. Dikatan bahwasannya Ilmu itu tumbuh dan berkembang, sementara akhlak secara umum menurun. Menurunnya kualitas akhlak yang saat ini terjadi tidak bisa diatasi oleh ilmunya para ulama. Kenapa demikian? Karena didunia ini lebih banyak buruk daripada baiknya.

 

Bakti kepada Rasulullah SAW

Rasulullah SAW ialah sumber dari semua akhlak. Sebagai umat beliau, bentuk akhlak kita ialah dengan bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW.  Kenapa kita harus bersholawat kepada Nabi Muhammad  SAW? Pernah dalam suatu cerita, Allah SWT tidak ridla  ketika pamannya Nabi Ibnu Abbas memanggil Rasulullah dengan hanya sebutan “Muhammad”. Sehingga Allah menurunkan malaikat, Lalu turunlah ayat “Laa taj’alu du’aarrasuuli bainakum kaduaa’i ba’dhikum ba’dha”. Janganlah memanggil Rasul dengan panggilan sebagaimana kalian memanggil teman-temanmu dan saudara-saudaramu.  Tidak hanya paman Nabi,  Allah SWT saja bersholawat kepada Rasulullah SAW. “Innallaha wa malaaikatahu yushalluna ‘alannabii, Yaa Ayyuhalladziina aamanu shallu’alaihi wasallimuu taslimaa”.

“Shallu’alaihi wasallimuu taslimaa” . Ini merupakan perintah Allah SWT agar kita semua bersholawat kepada Rasulullah SAW. Selain itu sahabat juga  diperintahkan untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Diceitakan dalam suatu ketika, para sahabat bertanya kepada Rasululah SAW. “Ya Rasulullah, wakaifa nushalli ‘alaika Ya Rasulallah? “. Bagaimana cara kami bersholawat kepada mu, Ya Rasulallah? Sedangkan kami tidak mengetahuinya. Lalu di jawab oleh Rasulullah SAW, “Quulu Allahumma Shalli ‘ala Muhammadin”. Ucapkanlah Allahuma Shalli ‘ala Muhammad.  Dalam hal ini, para sahabat tidak memakai kata “Sayyidina” dalam lafadz sholawatnya. Namun kita tentu harus tetap memakai kata “Sayyidina”. Kenapa demikian? Karena inilah wujud bakti akhlak  kita kepada Rasulullah SAW.

Bakti kepada orang alim

Dalam suatu waktu, pernah beliau bersama Mbah Basyir Kudus sowan kepada Habib Umar al Hafidz (Yaman) ,  Habib Umar dhawuh “Petilasan itu lebih baik daripada kuburan”. Sementara banyak orang yang berziarah itu ke tempat kuburannya, bukan ke petilasannya. Contohnya banyak orang dari kita berziarah ke makam sunan Bonang, namun tidak banyak orang yang berzirah ke tempat persujudannya Sunan Bonang. Namun berbeda dengan yang di kota Tareem,kota kecil yang tandus namun tempat yang memproduksi banyak ulama. Ada satu maqbaroh yang bernama Zanbal,dimakamkan lebih dari 20ribu waliyullah termasuk yang menurunkan walisongo di Indonesia.

Disana, tepatnya di Makam Nabi Hud A.S yang panjangnya 20 meter. Banyak bangunan kecil yang berdiri disekitar makam untuk digunakan sebagai salah satu tempat riyadhoh, bermunajat maupun beribadah oleh para ulama. Kenapa yang dibangun didekat situ, tidak di daerah lain ? karena para habaib ingin mendekat kepada asal yakni kepada makam sebagai petilasan orang alim. Seperti halnya Imam Syafi’i ketika mempunyai keinginan yang sangat penting, beliau selalu tabaruk kepada makam Imam Abu Hanifah. Meskipun hanya dengan berdiam disana dan berdoa. Berdoa di dekat makam dan ditempat yang mulia itu mustajab.

Surat Al Fatihah sebagai Doa

Ada suatu cerita yang di riwayatkan oleh Abu Sa’id al Khudry R.A yang waktu itu diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk pergi ke negara kafir Muadzab, negara kafir yang dilindungi oleh Madinah dan tidak diperangi  oleh kaum muslim Madinah tetapi harus memenuhi syarat yaitu Membayar pajak di Madinah dan harus memberi suguhan ketika ada kaum  muslim datang berkunjung ke negara tersebut. Sesampainya disana ternyata Abu Sa’id tidak mendapatkan suguhan, akhinya pada malam harinya Abu Sa’id mengetuk pintu rumah mereka dan bertanya “kenapa tidak ada suguhan padahal sudah sedari pagi Abu Said bertamu di sana”. Kemudian sampai hari ketiga mengetuk pintu dan justru mendapat jawaban “Tidak ada makanan, adanya makanan untuk Unta”. Sore hari setelah keluar jawaban tersebut, Presiden negara tersebut kakinya di gigit oleh Kalajengking.

Jika dianalisa secara rasional, antara jawaban tersebut dengan digigitnya kaki Presiden oleh Kalajengking memang tidak bisa diterima. Namun dalam bahasa Santri, hal semacam ini disebut dengan “Kualat”. Akhinya sampai beberapa hari Presiden mencari obat keseluruh negri, namun tidak ada satupun obat yang mampu menyembuhkan Presiden dari gigitan kalajengking tersebut. Akhirnya rakyat negara tersebut datang ke warga Madinah untuk meminta obat. Akhirnya Abu Sa’id bersedia mengobati namun dengan syarat di beri suguhan. Akhirnya sepakatlah mereka memberikan suguhan berupa 30 ekor kambing.

Lalu diambillah  segelas air putih,  dibacakan Surat Al Fatihah tujuh kali setiap satu kali bacaan di ludahi tiga kali ludahan. Kemudian sebelum diminum oleh Presiden, air tersebut harus di usapkan di seluruh muka presidennya. Akhirnya presiden mereka bisa sembuh sempurna. Dalam hadist diilustrasikan seolah-olah tidak pernah sakit.  Kemudian karena sangat senangnya mereka kembali ke Abu Said dengan membawa  36 ekor kambing, padahal dalam perjanjiannya hanya 30 ekor kambing.

Sesudah warga negara tersebut pergi, Abu Said bercerita kepada teman-temannya bahwa sesungguhnya ia tidaklah bisa mengobati seperti ini, namun beliau hanya membacakan surat Al Fatihah saja ke air tersebut. Sementara sebab beliau meludahi sebanyak 21 kali ludahan tersebut karena jengkel. Namun ternyata hanya dengan Surat Al Fatihah saja bisa menyembuhkan penyakit. Oleh karenanya ada ayat “Wala tasytaru biaayatii tsamanan Qaliila”.  Adanya hal ini menunjukkan bahwa Al Quran itu bisa menjadi obat dari segala  macam penyakit. Sehingga sampai sekarang ini banyak ulama jika mengobati pasti dengan ayat Al-Qur’an. (Fauziah/Rokhim)

*Tulisan ini adalah transkip ceramah Gus Zaim dalam Pengajian Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Baiturrahman Tanjung rejo, Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Pentranskrip: Mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga, Fauziah.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *