Meluruskan Ustad Evie yang Sebut Nabi Muhammad (Pernah) Sesat

Ustad Eviee

Pernyataan Ustad Evie Effendi soal maulid yang disebutnya sebagai memperingati kesesatan Nabi Muhammad mendapat kecaman keras dari berbagai pihak. Ustad Evi menyebut jika Nabi Muhammad pernah sesat berdasarkan potongan surat ad-Duha, dhoollan fa hadaa. 

Menanggapi pernyataan kontroversial tersebut, santri Krapyak bernama Zia Ul Haq melalui tulisan meluruskan Ustad Evi yang bisa dibilang “tidak beradab”. Berikut redaksi sertakan tulisan tersebut. Tulisan ini redaksi ambil dari akun Facebook Zia Ul Haq

Bacaan Lainnya

 

Kang (so called) Ustadz Evie Evvendi bilang bahwa muludan adalah memperingati ‘kesesatan Muhammad’. Sebab memperingati kelahiran Nabi sama saja memperingati kelahiran manusia biasa yang saat itu masih sesat, belum dapat hidayah. Kemudian mengutip ayat dalam surat ad-Dhuha; wawajadaka dhoollan fa hadaa.

Aku tak mau komentar tentang muludannya, terserah-serah dia kalau emang gak suka. Tapi pemaknaannya tentang ayat inilah yang perlu diingatkan biar ente nggak ikut-ikutan kurang adab begitu.

Apa makna lafal ‘dhool’ di akhir surat ad-Dhuha? Benarkah Nabi Muhammad sesat sebelum jadi Nabi? Nah, karena Kang Evie orang Jawa Barat, maka ini kukutipkan keterangan dalam tafsir karya ulama besar asal Jawa Barat, Syaikh Nawawi al-Bantani yang bergelar ‘pemimpin para ulama tanah Hijaz’ di masanya.

Nggak usah saya kutipkan teks aslinya lah ya. Silakan cek di Tafsir Marah Labid juz 2 halaman 451;

“Wa wajadaka dhoollan fa hadaa. Maksudnya; Kutemukan engkau (Muhammad) dalam keadaan tidak punya pegangan syariat, maka kemudian kami beri petunjuk dengan diwahyukannya syariat kepadamu.

Juga dikatakan bahwa maksud ayat ini adalah; Kutemukan engkau (Muhammad) sebagai anak yang kehilangan kakeknya (Abdul Mutthalib) pada suatu kali, kemudian diberi petunjuk sehingga bisa ketemu lagi.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas bahwa suatu hari (Nabi) Muhammad kecil hilang di lingkungan Ka’bah. Sang kakek mencari-carinya tak jua ketemu. Akhirnya ia bergelayutan di kiswah Ka’bah sambil berdoa: Duhai Gusti, kembalikan putraku (cucu) Muhammad. Terus dia ulangi doa itu sampai datanglah Abu Jahal naik onta bersama keponakannya, (Nabi) Muhammad kecil.”

Di tafsir Qurtubi dan tafsir Ibnu Katsir pun menjelaskan penafsiran ‘dhool’ ini dengan kisah-kisah hilangnya Nabi Muhammad di waktu kecil. Kalaupun tidak dikaitkan dengan kisah itu, tetap saja lafal ‘dhool’ tidak dimaknai dengan ‘sesat’, melainkan ‘sepi dari syariat’ sebab belum diwahyukannya Quran sebagai petunjuk. Bukan bermakna ‘sesat’ layaknya orang-orang macam kita, yang dulunya suka dugem lalu ‘hijrah’ kemudian jadi penceramah.

Dude, seriously, you have to enrich your knowledges and educate your adab before going public.

 

Udah gitu aja. Gak usah panjang-panjang, ntar ente males bacanya.

Kalibening 8 Agustus 2018

 

(Zia Ul Haq, Alumni Pesantren Krapyak Yogyakarta)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *