Meluruskan Pemahaman Soal Fikih dan Hakekat.
Pakai standar fikih, bukan hakekat. Saat ini banyak orang tiba-tiba sok menonjolkan hakekat dari pada syariah. Seperti contoh ungkapan “Jangan takut virus corona, takutlah kepada Allah”. Kalimat ini benar, tapi salah mempraktekkan.
Jika yang dimaksudkan adalah merusak tatanan pencegahan virus covid-19 dengan menolak sosial distancing dan physical distancing, maka ini adalah kesalahan besar dalam beragama dan menyesatkan. Jika merujuk pada istilah Imam Ghozali orang ini termakan ghurur (tertipu dirinya sendiri). Sebab ungkapan ini telah melewati satu fase dasar agama, yaitu syariah (fikih).
الفقه أساس نظام الحياة الإنسانية وقوامها
“Fikih adalah dasar aturan dan unsur pokok kehidupan manusia”
Ungkapan ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia ini agar tetap berjalan dengan baik dan dinamis, maka harus didasari dengan pemikiran syariah atau fikih.
Karena fikih mengatur berbagai hal baik yang terkait dengan ubudiyyah, muammalah, sosial, dan hukum lainnya.
Fikih mengatur tentang bekerja jika ingin punya uang, meskipun secara hakekat rizki sudah ditanggung Allah.
Fikih mengatur tentang berobat ketika sakit, meskipun hakekatnya Allahlah yang menyembuhkan penyakit.
Fikih mengatur tentang transaksi muammalah harus memenuhi unsur syarat rukun, meskipun secara hakekat semua yang ada di dunia ini milik Allah.
Fikih juga mengatur orang sakit yang jika bertambah parah dengan puasa justru haram puasa, meskipun hidup mati adalah taqdir Allah.
Jadi merupakan kesalahan besar dan menyesatkan jika ada orang kampanye tidak usah bekerja, karena rizki sudah ditanggung Allah, dll. Karena tatanan kehidupan akan berhenti dan hancur. Dan sebagai khalifah yang diberi pertanggungjawaban Allah, manusia akan dosa besar karena tidak bisa mengemban memelihara dan melestarikan kelangsungan kehidupan dunia.
Demikian tentang Meluruskan Pemahaman Soal Fikih dan Hakekat, semoga manfaat.
Penulsi: KH Fajar Abdul Bashir, Ketua LBM PWNU DIY.