Oleh Agus Maftuh Abegebriel, Dubes RI untuk Arab Saudi
29 April 2018, satu hari menjelang Mayday, Dubes Saudi untuk Indonesia, H.E. Osama Al-Shuibiy yang sedang pulang kampung datang di KBRI Riyadh untuk menyaksikan penyerahan gaji Mbah Jumanti alias Qibtiyah usia 74 tahun yang hilang kontak hampir 30 tahun.
Simbah asal Jember Jawa Timur ini menerima gaji dari majikan ketiganya yang diwakili oleh keponakan majikan bernama Kapten Ibrahim Muhammad sebesar 76 Ribu Riyal (sekitar 266 juta Rupiah). Nenek Jumanti alias Qibtiyah bisa ditemukan oleh Tim Perlindungan WNI KBRI Riyadh setelah mendapatkan bantuan dari Pangeran Faisal bin Bandar bin Abdulaziz Al Saud, keponakan Raja Salman yang juga menjabat Gubernur Riyadh.
Dalam pertemuan tesebut sebagai wakil keluarga majikan, Kapten Ibrahim yang masa kecilnya diasuh oleh sang nenek mengatakan bahwa sebenarnya Nenek Qibtiyah ini sudah dia anggap seperti ibunya sendiri dan keluarganya akan merasa kehilangan ketika nenek Jumanti alias Qibtiyah pulang ke Indonesia.
Osama sempat bertanya dengan bahasa Arab kepada Nenek Qibtiyah: “Kepingin tinggal terus di Saudi atau pulang ke Indonesia”. Sang Nenek langsung menjawab: Indonesia Thoyyib, Saudi Thoyyib, Tinggal di Saudi juga bagus dan pulang ke Indonesia juga bagus”.
Jawaban diplomatis sang Nenek yang sudah mulai “pelupa” ini mengundang tawa semua yang hadir di ruang kerja saya.
Dubes Osama as-Shuaibiy meminta saya untuk memberikan info jadwal kepulangan Nenek Qibtiyah yang oleh keluarga majikannya akrab dipanggil “Mama Jumanah” tersebut dan beliau akan melakukan penjemputan khusus di Bandara Soetta Jakarta.
Selanjutnya kami berdua juga membahas tentang program kemudahan-kemudahan untuk jamaah Haji Indonesia terutama yang terkait dengan database integrasi biometrik yang akan diberlakukan dalam musim haji tahun ini guna mempercepat proses imigrasi. Jika program ini berhasil maka proses antrian di bandara Jeddah dan Madinah akan lancar dan tanpa antrian panjang.
Untuk komitmen penguatan poros bilateral SAUNESIA (SAUDI-INDONESIA), Kami berdua berjanji untuk saling kunjung ketika masing2 dari kami berdua berada di Jakarta atau pun di Riyadh. Silaturrahim diplomatik ini sangat sangatlah penting untuk media solutif terhadap permasalahan-permasalahan di kedua negara besar ini.
Kami berdua sering mendeklarasikan dengan jargon “Nahnu Sufara’u Saunesia” kami adalah para Dubes SAUNESIA (Saudi-Indonesia). Meski dengan latar belakang berbeda saya dan Dubes Osama merangkai “sisi beda” tsb dengan rajutan diplomatik. Beliau berlatar belakang militer dan Intelijen dan saya dari kampus Jogja yang sering mengamati kawasan Timur Tengah. Ada satu irisan takdir aneh yang membuat kami bersaudara yaitu kami memiliki istri dan mertua dengan nama yang sama.
Silaturahim diplomatik untuk curhat diplomatik menuju kemaslahatan diplomatik.