Mamah Dedeh dan Islam Nusantara: Argumentasi Perspektif Perempuan
Lies Marcoes, Direktur Rumah Kitab
Barusan saya berargumentasi dengan salah seorang kertabat di wag keluarga tentang Islam Nusantara yang di matanya Islam yang campur aduk, tak jelas batas mana yang Islam mana yang budaya. Saya menyanggahnya. Tapi ya sudah lah, otak salaf memang beku, baginya, Islam tak pernah bergerak melintasi ruang dan waktu berakulturasi dengan wilayah yang dilaluinya bahkan dengan era penjajahan dan membentuk ” Agama Islam” Islam itu baginya beku di era Rasulillah.
Meskipun herannya dia hidup di Nusantara yang Islamnya jelas Islam Nusantara, wong makannya juga masih nasi, berzakatnya juga dengan beras.
Belakangan, salah satu pemicu penolakan pada gagasan Islam Nusantara dikemukakan oleh penceramah perempuan Mamah Dedeh. Meskipun dia telah meminta maaf utamanya kepada kalangan Nahdliyin saya merasa perlu untuk memberi argumentasi lain sebagai perempuan dengan perspektif perempuan.
Mamah Dedeh bisa menjadi mubalighat, ceramah di depan umum yang jamaahnya perempuan dan laki-laki, bisa bicara di TV dan suaranya tak dianggap aurat, itu karena ia berada dan menganut Islam Nusantara.
Islam Nusantara adalah Islam yang memberi ruang kepada perempuan dan keragaman. Bayangkan, (mengutip Gus Dur yang mengemukakannya pertama kali) hanya di Indonesia perempuan bisa jadi hakim agama. Itu karena awal mulanya IAIN membuka pintu kepada santri santri putri lulusan pesantren. Ketika itu menteri agamanya, Ayahanda beliau, KH Wahid Hasyim, Perempuan menjadi hakim itu barang terlarang di negara negara Islam lain atau di sumbernya.
Islam Nusantara adalah Islam yang memberi ruang kepada keragaman budaya yang kemudian diserap oleh nilai-nilai Islam. Islam Nusantaran adalah islam yang beradaptasi dengan budaya agrartis, budaya sungai, budaya urban, budaya pesisir dan budaya pedalaman. Budaya Islam adalah budaya yang mengharagia alam yang subur karenanya kita menabur kembang di kuburan, membuat ketupat saat Idul Fitri, membuat opor dan redang dari kelapa, bukan dari kurma, dan menyelenggarakan shalat di tanah lapang.
Pelaku-pelaku budaya itu, adalah orang seperti Mamah Dedeh juga, umumnya perempuan.
Budaya Nusantara adalah budaya yang memberi ruang kepada perempuan mendirikan organisasi khusus peempuan membahas kebutuhannya sendiri, karenanya lahir Aisyiyah dan Muslimat/Fatayat. Karena Islam Nusantara maka ada Majelis taklim kaum Ibu, berbondong-bondong pakai baju warna warni, pakai bedak dan lisptik, minyak wangi dan pakai aneka jilbab dan hijab dengan pernak penik asesorisnya.
Budaya Nusantara adalah budaya yang membolehkan orang kayak Mamah Dedeh cewawakan, ketawa bahkan terbahak-bahak di depan kaum lelaki, di depan publik! Masih mau Islam salafi, Islam Arab? saya sih ogah !
Demikian Mamah Dedeh dan Islam Nusantara: Argumentasi Perspektif Perempuan. Semoga Bermanfaat.