Makna Berkah Ta’dzim Ulama

Makna Berkah Ta'dzim Ulama

Makna Berkah Ta’dzim Ulama.

Bagi seorang santri seperti saya obrolan yang paling menarik adalah tentang kiai, pesantren, santri, ngaji dan kenangan-kenangan lainnya yang berkaitan dengan pengalaman nyantri. Kenangan-kenangan itu masih membekas dibenak sampai saat ini, walaupun hal itu sudah lama terjadi puluhan tahun yang lalu

Ada kisah menarik dari seorang kiai yang diberi rasa ta’dzim dan cinta kepada para ulama melebihi cinta dan tadzimnya para santri pada umumnya

Sejak belia ia sudah mempunyai mahabah kepada para kiai, masyaikh dan guru yang barangkali kalau kisah beliau dijadikan sebuah film mungkin akan booming dan menyedot perhatian kaum sarungan, bahkan mungkin juga dari kelompok masyarakat awam

Perkenalan saya dengan beliau yaitu ketika menghadiri sebuah acara Workshop Nasional yang diselenggarakan oleh Kemenag RI di sebuah hotel di kawasan Bandung sekitar tahun 2013

Qadarullah, dalam acara tersebut saya juga dipertemukan dengan salah seorang sahabat kakak saya, ustaz Rusydi namanya. Beliau adalah salah satu panitia acara Workshop sekaligus sebagai pemateri

Ustaz Rusydi dan kakak saya, dulu sama-sama belajar di negeri Syam (Syiria), setelah menyelesaikan S1 nya di Universitas Al-Azhar

Perkenalan saya dengan ustaz Rusydi berawal ketika beliau bertanya kepada saya tentang nama saya dan asal dari mana? Dari pertanyaan inilah akhirnya beliau mengenal kakak saya, Khariri Ma’mun. Yang akhirnya sampai saat ini kami sering berkirim kabar

Dalam beberapa moment acara yang diselenggarakan Kemenag RI ataupun oleh kementerian lain, sering sekali saya mendapatkan saudara dan sahabat baru, inilah barangkali barakah dari silaturrahim yang sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadisnya.

Makna Berkah Ta’dzim Ulama.

Kembali kepada kisah kang santri yang ngefan berat ulama di atas. Sosok santri yang saya jumpai dalam acara Workshop tersebut sudah berubah profil dan dinaikkan derajatnya oleh Allah berlipat-lipat berkat mahabbahnya kepada ulama

Kang santri yang sudah naik tingkat menjadi kiai tersebut, menjadi salah satu pengisi materi Workshop. Penyampaiannya jelas, lugas, inspiratif, motivatif dan tentunya tetap dengan gaya tawadhu’ khas santri pada umumnya

Kang santri yang bangga dengan pesantren dan kesantriannya ini saat menyampaikan acara dengan mengenakan sarung dan peci, bahkan saat beliau bepergian ke mall sekalipun juga mengenakan pakaian identitas kebanggaan santri (sarung dan peci).

Di sela-sela penyampaian materi beliau bercerita sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat Allah (tahaddutsan bin’niam,) bahwa beliau dianugerahi Allah untuk memegang amanat mengasuh 3 pesantren yaitu Pesantren Madinatunnajah Jonggol, Pesantren Madinatunnajah Cilimus dan Pesantren Darul Mahsun

Keberkahan yang saya dapat ini, saya yakin karena mahabbah saya kepada para ulama, kiai dan habaib, kata sang kiai.

Saya sejak masih kecil usia SMP, saya sangat senang dengan para ulama, saya datangi pengajian-pengajiannya, saya sowani pesantren-pesantrenya. Rasanya tenang, senang dan bahagia kalau berjumpa dengan mereka. Apalagi bisa mencium tangan mulia para ulama itu, tandas sang kiai dari Betawi itu.

Sering saya mengejar ke suatu tempat yang di tempat tersebut akan dihadiri para ulama, baik terminal, stasiun atau bahkan bandara

Pernah suatu saat saya dan kawan- kawan, jauh-jauh menuju bandara hanya untuk menunggu para ulama, syekh yang akan landing dan berkunjung ke Indonesia. Di sana, di bandara kami tidak melakukan apa-apa, kecuali hanya menunggu para ulama yang dijadwalkan akan tiba di bandara dan setelah ketemu kami hanya mencium tangan beliau-beliau.

Kang santri yang saya kisahkan dalam tulisan ini adalah beliau KH. Mardhani Zuhri, sang pengasuh 3 pesantren (Pesantren Madinatunnajah Jonggol, Pesantren Madinatunnajah Cilimus dan Pesantren Darul Mahsun), kiai Mardhani juga seorang kiai yang pernah mengenyam pendidikannya di Al-Azhar University Cairo Mesir dan Mu’tah University Jordan.

Nasehat dari beliau yang masih saya ingat adalah, kita sebagai santri jangan sampai lupa mendo’akan kiai-kiai kita, paling tidak 5 kali dalam sehari, setiap selesai shalat, in sya Allah keberkahan ilmu akan kita peroleh, semoga []

Taktakan, 28 Rabi’ul Awwal 1442 H/ 14 November 2020.

Penulis: KH Dr Kholid Ma’mun, pendidik Pesantren Darul Istiqomah Kesawon Kota Serang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *