Wakil Ketua 2 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sunan Pandanaran Yogyakarta, Zunly Nadia meraih gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam sidang terbuka pada Rabu, 31 Juli 2019. Lulus dengan predikat Cum Laude!
Zunly Nadia mengambil riset dengan judul disertasi “Sahabat Perempuan dan Periwayatan Hadis: Kajian atas Subyektivitas Sahabat Perempuan dalam Meriwayatkan Hadis.” Promotornya adalah Prof Dr H Suryadi, M.Ag dan Dr Abdul Haris, M.Ag.
Dalam penelitiannya, Zunly mengkaji subyektifitas perempuan dalam meriwayatkan hadis.
“Perspektif perempuan sangat berpengaruh terhadap hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat perempuan. Subyektifitas perempuan disini terutama terkait dengan relasi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga periwayatan hadis oleh sahabat perempuan ini juga menunjukkan bagaimana dinamika kehidupan perempuan dalam konteks masyarakat Arab,” tegas Zunly yang juga pengurus PW Fatayat NU DIY.
Dalam penelitiannya, Zunly menyimpulkan bahwa peran sahabat perempuan dalam masyarakat sangatlah beragam dan hal ini berpengaruh terhadap hadis-hadis yang mereka riwayatkan. Keterkaitan ini kemudian membentuk “subyektifitas” perempuan.
“Kecenderuangan subyektif ini tidak hanya mencerminkan kepribadian mereka tetapi juga mencerminkan kondisi sosio kultur masyarakat Arab masa itu. Pengaruh subyektifitas periwayatan perempuan yang terekam dalam hadis-hadis yang diriwayatkannya ini meliputi: pengaruh peran dan ideology politik perempuan pengaruh profesi dan aktifiitas perempuan,” lanjut perempuan kelahiran Ponorogo, 5 Juli 1980.
Subyektifitas dalam periwayatan, bagi Zunly, juga terlihat di dalam riwayat hadis-hadis misoginis yang hampir semuanya diriwayatkan oleh periwayat laki-laki.
“Dengan mempertimbangkan subyektifitas periwayat hadis, hal ini tentu saja mendorong untuk menjinjau kembali kaidah al-Jarh wa al-Ta’dil yang selama ini tidak diberlakukan bagi kalangan sahabat. Karena disadari atau tidak para sahabat meski menjadi sosok yang paling dekat dengan Nabi Saw, ia mempunyai sisi historis sebagai manusia biasa yang juga memiliki kekurangan dan karakter manusia lainnya,” tegas Zunly yang juga alumnus Pesantren Al-Mawaddah, Kota Ponorogo.
Zunly juga menegaskan bahwa subyektifitas periwayatan hadis menjadi sangat penting dalam rangka memahami suatu hadis. Selain itu kajian ini juga memiliki implikasi bagi konsturksi gender di dalam masyarkat Islam.
“Karena kajian tentang subyektifitas memperlihatkan bagaimana dinamika perempuan masa nabi Saw yang ternyata berada pada posisi ideal atau setara dengan laki-laki dibandingkan dengan posisi perempuan di era setelah Nabi Saw,” pungkasnya. (rohim)