Lima Pesan Alissa Wahid Bagi Para Putri Kiai Untuk Zaman Sekarang

Alissa Wahid saat berbicara dalam Halaqah Nawaning Nusantara di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (11/1/2025). (Foto: tangkapan layar Youtube Mahika Sidoarjo)
Alissa Wahid saat berbicara dalam Halaqah Nawaning Nusantara di Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (11/1/2025). (Foto: tangkapan layar Youtube Mahika Sidoarjo)

Zaman terus berubah, manusia pun perlu menyesuaikan diri, dengan tetap menggunakan prinsip islami.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesajahteraan Rakyat, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, membagukan lima peran putri kiai (nawaning) yang perlu diterapkan di zaman sekarang. Pesan tersebut Alissa sampaikan dalam acara Halaqah Nawaning: Madrasah Ula untuk Santri Sadar Pendidikan Seksual dan Sehat Mental yang digelar oleh Nawaning Nusantara di Hotel Harris Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (11/1/2025).

  1. Sebagai Pribadi

Alissa beranggapan peran utama nawaning yaitu memiliki pribadi yang ber-akhlakul karimah. Jika memiliki akhlak yang baik, maka akan menjadi uswatun hasanah, berani, dan berintegritas.

“[Pribadi yang berakhlak juga akan] menyelaraskan antara pikiran, tindakannya, dan ucapannya, kemudian akan bertindak dengan nilai-nilai agama yang kuat,” kata Alissa, dikutip dari NU Online.

  1. Sebagai Pendidik dan Pengasuh

Nawaning yang merupakan generasi penerus dzuriyyah pesantren akan memegang kendali pondok pesantren sebagai pengasuh pada 10 atau 15 tahun ke depan. “Saat ini, para ning atau nawaning ini masih menjadi pendidik, pengajar untuk santri-santrinya tetapi 10 sampai 15 tahun ke depan akan melanjutkan sebagai pengasuh,” katanya.

  1. Sebagai Istri

Alissa menyampaikan bahwa setelah menikah, nawaning mendapat tambahan peran sebagai istrinya gawagis (para gus). Mereka akan memiliki peran untuk mewujudkan keluarga maslahah An-Nahdliyah yang kokoh serta kuat di dalam keluarganya. Apabila ada kekerasan keluarga atau di pesantren, maka pilarnya patah semua.

“Zawajnya patah, mu’asyarah bil ma’ruf jelas patah, mana ada orang dipukuli pakai musyawarah, jelas tidak mungkin taradhin dan jelas tidak menghormati mitsaqan ghalidzhan-nya,” lanjutnya.

Jika fondasi keluarga maslahah An-Nahdliyah bolong-bolong, lanjut Alissa, maka akan menimbulkan kerusakan dalam kemaslahatan keluarganya. “Fondasinya bolong-bolong ya muadalah-nya tidak dapat, mubadalah-nya tidak dapat, muawazanah-nya tidak dapat, gimana mau maslahah? Karena nawaning dan gawagis itu akan menjadi relationship goal bagi para santri,” kata Alissa.

  1. Sebagai Penggerak Masyarakat

Nawaning juga menjadi penggerak masyarakat, baik di pesantren maupun di luar pesanten, yang cakupannya lebih besar. “Kalau saat ini kita berbicara di pesantren, ayo sekarang mulai memunculkan diri di konteks dan cakupan yang lebih besar,” katanya.

  1. Sebagai Advokat Kebijakan

Alissa mengatakan bahwa dengan perkembangan zaman sekarang, nawaning berperan sebagai advokat kebijakan dalam melindungi santri dan pesantren melalui aturan, serta kebijakan yang telah dibuat, contohnya menangani kasus kekerasan.

“Kalau pemerintah membuat kebijakan untuk pesantren, ya kebijakannya harus sesuai dengan itu dijalankannya,” kata Alissa.

Penulis: Antariksa Bumiswara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *