Diskursus keagamaan dalam lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama mendapatkan perhatian yang besar, terutama persoalan yang terkait tentang Fiqh. Masalah-masalah yang muncul kemudian dibahas dalam forum resmi yang dikenal dengan “Forum Bahtsul Masa’il” yang mana forum ini diadakan oleh Lembaga Bahtsul Masa’il di setiap tingkatan kepengurusan NU, baik kepengurusan pusat (PBNU), wilayah (PWNU) , cabang (PCNU), atau bahkan sampai MWC dan ranting.
Dalam kerangka inilah, Kiai Ade Supriyadi, MA, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCNU Kota Yogyakarta akan menyelenggarakan acara Bahtsul Masail di Musholla Pesantren Luqmaniyyah, Kota Yogyakarta pada Ahad 4 Agustus 2019.
“LBM PCNU Kota Yogya akan membahas tentang persoalan hukum Banser menjaga gereja dan hukum seorang perempuan menyatakan cintanya pada suami orang yang sah. Semua pertanyaan ini dimunculkan berdasarkan masukan dari masyarakat yang menghendaki adanya jawaban hukum yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Kiai Ade Supriyadi yang juga dosen STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.
Persoalan Banser menjaga gereja, katanya, sebenarnya persoalan yang sudah lama mendapatkan perhatian di kalangan NU dan sudah ada beberapa lembaga NU atau Banomnya yang membahas persoalan tersebut.
“Persoalan ini diangkat kembali oleh LBM PCNU Kota Yogyakarta karena permintaan dari beberapa anggota Banser yang menghendaki adanya pembahasan ini untuk mendapatkan kepastian hukum sehingga bisa menjadi pegangan bagi mereka dalam melaksanakan instruksi dari atasan untuk menjaga Gereja dan dapat menjawab pertanyaan dari sebagaian masyarakat terkait tugas yang mereka jalankan,” tegasnya.
Persoalan selanjutnya, lanjut Kiai Ade, adalah persoalan tentang hukum seorang perempuan yang menginginkan dirinya menjadi istri kedua dari suami orang lain yang sah.
“Keinginannya tersebut kemudian dia nyatakan kepada istri sah dari laki-laki tersebut, misal dengan mengatakan: “ukthi, ijinkan aku mencintai suamimu”. Apakah pernyataan ini bisa dikategorikan mengganggu rumah tangga orang lain atau tidak? Apakah perempuan tersebut juga termasuk “Pelakor” (Perebut laki orang lain)?,” tegasnya.
“Jadi, bukan masalah hukum poligami yang akan dibahas, akan tetapi yang dibahas adalah cara seorang perempuan yang ingin dinikahi oleh laki-laki lain yang telah beristri sah,” lanjutnya.
Kiai Ade juga menegaskan bahwa acara LBM ini akan dihadiri oleh para kyai, intelektual, santri, pengurus dan pemerhati NU dalam rangka untuk mencarikan solusi atas berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat NU pada khususnya dan masyarakat Non-NU pada umumnya.
“Solusi yang ditawarkan oleh Forum Bahtsul Masa’il adalah hasil dari rumusan bersama para peserta forum yang didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dan bisa dipertanggung jawabkan, baik dalil dari ayat Al-Qur’an, Hadis ataupun pendapat para ‘Ulama yang Mu’tabaroh sehingga rumusan ini memiliki legitimasi yang kuat dan bisa dijadikan acuan bagi masyarakat dalam beragama dan bermasyarakat,” tegasnya.
Kiai Ade juga mengingatkan bahwa Forum Bahtsul Masa’il ini juga menjadi wadah untuk merawat tradisi intelektual di tubuh NU dalam merespon dan menjawab berbagai persoalan yang membutuhkan kepastian hukum.
“Sebagai mana yang sudah diketahui bersama bahwa tradisi bahstul masa’il adalah tradisi yang sudah berlangsung sejak lama di kalangan pesantren, bahkan sebelum NU sebagai organisasi resmi didirikan (tahun 1926) sebagai mana yang dinyatakan oleh Almarhum Al-Maghfurlah KH. MA Sahal Mahfudh dalam pengantar buku Ahkamul Fuqaha; Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,” pungkasnya. (yayan)