Kyai Munawar Hidayat Pelayan Al Quran Sejati
Oleh: Edy Musoffa Izzuddin
Beberapa waktu yang lalu, saat ada kabar bahwa Cak Munawar sakit dan akan opname di Surabaya, kamis 12/11 saya langsung menghubungi Ning Churil Jannah istrinya. Melalui WA beliau menyampaikan;
“Niki taksih diswab karena syarat rawat inap harus swab.
Nyuwun tambahe doa mas Yai,,,, Mugi Mas Munawar, angsal pitulunge Gusti Allah, angsal tombo dan segera sembuh. Mugi Kulo nggih diparingi kekuatan, kesabaran dan keikhlasan atas ujian ini.”
Saya pun membalas WA itu: “Nggih, mugi enggal kaparingan sehat wal afiat, kagem Cak War.
Jenengan lan keluarga kaparingan sabar. Dan semog bisa menjadi ladang amal. Amin.
Matur nuwun sanget infonya Ning.”
“Aamiin… Njeh mas yai, matur suwun doanya”
“Sami-sami Ning. Nyuwun update perkembangane Cak War nggih. Salam saya kagem Cak War.”
“Insyaalloh”
Itulah sekelumit dialog saya dengan istrinya Cak Munawar, lewat WA. Di beberapa grup alumni MQ, kemudian diinformasikanlah kondisi itu dan mohon ziadah doa untuk kesembuhan beliau.
Tanggal 18 November 2020, melalui Mas Alek, anak sulung Cak War, ada informasi yang menggembirakan: “Alhamdulillah sejak beralih ke pengobatan non medis, Jum’at 13/11, sampai hari ini, senin 16/11, kondisi Abah sudah tampak perkembangan yang bagus. Tidur lebih nyenyak, khususnya tidur malam. Nafsu makan meningkat, sekalipun asupannya masih yang cair dan halus.”
Berita tersebut tentu sangat membahagiakan, sambil terus berdoa semoga pelan-pelan beliau bisa sehat kembali seperti semula.
Kamis sore 19/11 jam: 16.53 HP saya berbunyi. Begitu saya buka ternyata Cak Syafii Wardi, teman sekelas yang sampai sekarang masih mengabdi di MQ. Dengan suara parau beliau bertanya, khi wis krungu kabar ta,… Cak Munawar kapundut. Mendengar kabar itu seakan tidak percaya. Baru kemarin ada berita perkembangan signifikan kondisi Cak War. Ternyata sore itu, beliau harus pergi untuk selama-lamanya. Pulang kepada Sang Pencipta. Tak terasa air mata pun tumpah membasahi pipi. Dengan suara pelan terucap kalimat istirja’; Inna lillahi wainna ilahi raji’un.
Rasanya belum kering air mata ini, menangisi kepergian Cak Wiji, Cak Tamhid, Cak Alwi dan beberap teman alumni MQ yang lain, kini terdengar kabar kepergian salah seorang sahabat karib lagi; Cak Munawar Hidayat.
Tidak berlebihan kiranya, kalau saya katakan Cak Munawar adalah salah satu alumni terbaik MQ. Rasa cinta dan khidmahnya kepada Al-Quran sungguh luar biasa. Untuk masa sekarang, mungkin sesuatu yang langka.
Kyai Munawar Hidayat Pelayan Al Quran Sejati. Meskipun dia perokok berat, lisan beliau selalu istiqamah nderes Al-Qur’an di manapun dan kapanpun.
Ketika menyetir mobil pun bibir kumat-kamit senantiasa merapal Al-Quran. Bahkan tidak jarang beliau bisa khatam baca Al-Quran sambil nyetir mobil dalam satu perjalanan.
Kyai Munawar Hidayat Pelayan Al Quran Sejati. Saking cintanya kepada Al-Quran, dalam sholat tahajud, beliau dalam satu rakaat mampu membaca beberapa juz, sehingga sudah beberapa kali khatam Al-Quran di dalam shalat.
Beliau pernah cerita, ketika ziarah di Maqbarah Hadiratussyaikh Hasyim Asy’ari Tebuireng, Cak Munawar bisa mengkhatamkan Al-Quran dalam sekali duduk, tidak begeser dari duduknya sampai bacaannya selesai 30 juz. Luar biasa. Istimewa dan langka.
Kiprahnya kepada pengembangan pendidikan Al-Quran, tidak diragukan. Bulan November 2006, Cak Munawar bersama sang istri mendirikan Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an al-Ma’arij. Dengan jenjang pendidikan: SD, SMP, SMA, Mahasiswa dan Tahfidh murni. Pesantren yang dirintisnya 14 tahun yang lalu itu, sebagai wujud khidmah kepada Al-Quran, kini telah berkembang pesat luar biasa.
Jumlah santrinya semakin banyak. Pembangunan asrama dan kelas terus meningkat. Kegiatannya pun tambah variatif, dengan berbagai program yang dirancang untuk memberi bekal kepada para santri. Demi melatih ketrampilan berorganisasi santri, setiap dua tahun dilakukan pemilu; yaitu pemilihan ketua kamar, asrama dan pondok. Dari situlah kecakapan berdemokrasi santri dilatih. Salah satu pesan yang sering beliau sampaikan di hadapan para santri adalah: “Hidup harus berani, berani menghadapi kesulitan. Semua orang berani menghadapi kesenangan, akan tetapi banyak yang tidak bisa menghadapi kesulitan”.
Agar keberadaan pesantren Al-Ma’arij punya daya manfaat yang lebih luas di tengah-tengah masyarakat, Cak Munawar membuat program Kajian Tafsir Aktual yang diasuh oleh KH. Dr. A. Mustain Syafii, M.Ag. rutin setiap sabtu malam ahad wage. Dalam perjalanannya, forum kajian Tafsir Aktual itu tidak hanya dinikmati oleh santri dan masyarakat muslim Kwaron saja, tapi juga oleh kawan-kawan alumni MQ, khususnya yang ada di Jombang. Bahkan pada tiga tahun terakhir, atas saran dari beberapa kawan, rutinan mlm ahad wage juga disiarkan secara live. Sehingga bisa dinikmati oleh siapapun dan dari manapun. Alumni MQ yang berada di luar Jombang bisa tetap ngaji dan silaturrahim dengan Kyai Mustain, meski hanya lewat online.
Tidak hanya itu, untuk menambah wawasan para santri dan masyarakat muslim sekitar Kwaron, setiap senin malam selasa dilaksanakan kajian kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali, oleh: KH. Dr. Ma’sum Zen, M.HI. Dengan program-program itu, yang ada dalam benak Cak Munawar adalah, bagaimana dalam hidup yang jatahnya cuma sekali ini, bisa punya daya manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain.
Di mata sahabat-sahabatnya, Cak Munawar adalah pribadi yang santun, supel dan bisa akrab dengan siapa saja. Rumahnya terbuka bagi siapapun yang ingin mengunjunginya. Banyak rapat-rapat penting alumni MQ diputuskan di Al-Ma’arij miliknya.
Setiap ada pertemuan alumni MQ di Jombang, bisa dipastikan juga ada reuni alumni MQ di Kwaron. Kalau sedang ngumpul, jumlah teman yang datangpun sulit untuk diestimasi. Tumplek blek, ngobrol sambil ngopi sampai menjelang pagi. Jamuan selalu disiapkan dengan luar biasa tanpa berfikir untung dan rugi. Bagi Cak Munawar, bisa menghormat tamu adalah kebahagiaan tersendiri. Menyenangkan orang akan menjadi sebab terbukanya pintu-pintu rizki. Baginya itulah yang menjadi filosofi.
Meski sudah punya Pesantren, sudah jadi Kyai, Cak Munawar masih juga suka bercanda seperti umumnya alumni MQ. Tidak jaim, tetap akrab dan santai. Beliau termasuk teman yang rajin silaturahim merawat persahatan, menjalin persaudaraan tidak hanya dengan famili sendiri, tapi juga dengan para wali santri dan teman-teman alumni MQ. Seingat saya, tidak kurang dari lima kali beliau datang ke rumah di Jogja untuk memberkahi. Terakhir 23 Agustus 2020 yang lalu sepulang dari takziah di Kebumen bersama sopir dan istri. Secara pribadi, hubungan saya dengan Cak Munawar tidak lagi sebatas teman, tapi sudah seperti famili.
Maka tidak heran, kesuksesan, kemuliaan dan keberkahan hidup Cak Munawar sangat terlihat dan bisa dirasakan oleh kawan-kawan nya. Tentu itu semua tidak terlepas dengan sebuah ajaran; tidaklah Allah SWT memuliakan para kekasih-Nya dengan karomah, kecuali hasil dari ke-istiqomahan penghambaan dirinya. Lisan yang senantiasa basah dengan kalam-Nya. Hati seorang hamba yang selalu memandang Allah SWT ada dalam dada. Dan daya manfaat di depan hamba-jamba-Nya.
Cak Munawar, usiamu tidak panjang, cuma 47 tahun 8 bulan. Tapi yakinlah, Pesantren Al-Ma’arij yang kau rintis, anak-anak yang shalih-shalihah yang kau didik; Gus Alex, Gus Afa, Ning Elza dan Gus Rama, amal jariyah dan kesan positif tentang perjuanganmu akan dikenang sepanjang masa di lubuk hati para santri, keluarga, sahabat dan umat yang mencintaimu.
Selamat jalan Cak Munawar, sahabatku. Saya menjadi saksi bahwa sampeyan orang baik, ahli Quran. Saya yakin sampeyan termasuk dawuhnya Nabi:
اهل القرآن اهل الله وخاصته
Ahli Al-quran adalah keluarganya Allah dan hamba sepesial-Nya.
Demikian ulasan khusus terkait Kyai Munawar Hidayat Pelayan Al Quran Sejati,,, Al Fatihah
Penulis: KH Edy Musoffa, wakil katib Syuriah PWNU DIY