SLEMAN. BANGKITMEDIA.COM
Generasi milenial yang akan membanjiri Indonesia dalam bonus demografi akan menjadi tantangan serius bagi masa depan bangsa. Kualitas ilmu pengetahuan akan menjadi penentu utama lahirnya generasi milenial yang kuat dan tangguh serta mampu berdiri di garda depan dalam membangun bangsa. Mereka akan menjadi kekuatan utama yang mengkreasikan bangsa ini di masa depan. Santri di sini, harus menjadi aktor penting dalam lahirnya generasi milenial yang teguh menjaga NKRI serta kreatif dalam mengembangkan potensi bangsa.
Demikian ditegaskan H. Jazilus Sakho, Ph.D., Wakil Ketua STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta, dalam Seminar Nasional bertema “Generasi Milenial dan Tantangan Komunikasi Politik 2018” pada Selasa (06/02) bertempat di Aula STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.
“Saya sangat mengapresiasi kepada prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang telah melakukan langkah baik dengan mengadakan seminar Nasional ini. Meski di tengah masa liburan kuliah akan tetapi tetap semangat. Topik pagi hari ini menarik karena generasi milenial mudah ditarik dengan politik,” tegas Gus Sakho’, panggilan akrab H. Jazilus Sakho’, Ph.D.
“Ini sesuatu yang sangat membanggakan. Kita nanti bisa sharing dengan para pakar yang telah dihadirkan sehingga makin memantapkan ilmu dan menggali pengetahuan. Bagaimana kita menjadi generasi yang kuat, bisa mengisi tantangan global dengan karya-karya yang monumental. Kita harus mampu menjadi ilmuan yang hebat, sekaligus selalu setia mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara,” tambah Gus Sakho.
Gus Sakho’ juga menegaskan bahwa pesantren adalah tempat lahirnya generasi masa depan. Generasi milenial yang lahir dari pesantren, tentu saja adalah generasi yang siap memberikan kemaslahatan bagi publik. Generasi milenial dari pesantren jangan sampai terlena, apalagi hanyut dalam arus perubahan.
“Ilmu pengetahuan sangat menentukan kualitas generasi milenial. Mari para mahasiswa dan santri memperkuat dan memperdalam ilmu pengetahuan. Para ulama’ masa silam sudah mengajarkan kepada kita semua. Jangan sampai kita menjadi penonton yang hanya mengonsumsi saja, kita harus memproduksi pengetahuan yang kita sajikan bagi generasi milenial,” tegas Gus Sakho’.
Gus Sakho’ juga menegaskan bahwa harus ada aktor anak muda yang menjadi penyeimbang. Dan anak pesantren yang di kampus punya tanggung jawab besar untuk itu semua. Jangan sampai arah literatur Islam populer berubah menjadi literatur yang jihadi atau takfiri karena hadirnya goncangan politik.
Seminar kali ini mendatangkan dua narasumber, yaitu Dr. Mohammad Zamroni, Ketua Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS) Indonesia dan Amrin Hakim, Peneliti Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi (LPTI) Pelataran Mataram Indonesia. Acara ini dihadiri para akademisi, mahasiswa, wartawan, tokoh masyarakat, dan lainnya. (Mukhlisin)