Dr KH Arif Maftuhin, Dosen UIN Sunan Kalijaga
Dalam sebuah video yang sekarang sedang viral di Amerika, tampak seorang perempuan bercadar dengan berani membela diri dari ejekan seorang Islamopobis. Salah satu bagian yang menarik saya adalah ketika si laki-laki bilang agamamu menghalalkan darah kami dan si perempuan langsung menjawabnya dengan “Emang lu sudah baca Qur’an?”
Terlepas dari keberanian perempuan ini, saya koq merasa janggal dengan orang yang nyuruh orang baca Qur’an agar paham Islam. Seperti yang saya tanyakan kemarin, nggak banyak dari kita yang menyebut Qur’an untuk dibaca ketika orang mau belajar Islam. Orang yang sejak kecil Muslim, ayo jujur, pasti tahu bahwa ia tidak belajar Islam dari Qur’an. Kebanyakan kita di Indonesia hanya bisa membaca al-Qur’an. Saat Ramadan, kebanyakan kita juga hanya berlomba memperbanyak khatam al-Qur’an. Kita baca Qur’an karena pahalanya, bukan karena ajarannya. Aneh?
Nggak lah. Sebab, kita tahu persis bahwa kita tidak mempunyai cukup ilmu untuk memahami teks ini. Qur’an itu berbahasa Arab, kita bukan orang Arab. Kitab itu diturunkan 14 abad lalu, dengan style bahasa Arab abad itu dan dengan konteks masa itu. Orang Arab pun belum tentu mehamai al-Qur’an dengan tepat. Plus, kita juga yakini, al-Qur’an itu kitab suci dengan bahasa sastra tingkat tinggi yang tak dapat ditiru siapa pun. Jadi, memahami Qur’an itu memang berat.
Karena membaca Qur’an itu berat, maka kemarin banyak yang menjawab agar si muallaf belajar dulu dari kitab-kitab standar seperti Aqidatul Awwam (akidah), safinatun najah (fikih), dan akhlak lil banin wal banat. Saran seperti itu bukannya menyepelekan al-Qur’an sebagai referensi terpenting; tetapi saran yang penuh kebijakan karena sebagai kitab suci dengan tingkat kompleksitas bahasa, sejarah, dan teologinya hanya orang yang punya kualifikasi yang dapat memahami al-Qur’an dengan tepat dan baik.
Memahami al-Qur’an dengan tepat dan baik itu penting karena pemahaman yang tidak tepat dan baik dapat menjadikan pembacanya teroris atau minimal tukang menyalahkan Muslim lain. Jadi, sebelum kita lantang berbicara atas nama al-Qur’an, maka boleh dong kita bertanya sudah ngaji Aqidatul Awam dan Akhlaq lil Banin belum?