Kisah Ulama Menguji Kebenaran Tentang Rezeki

Kisah Ulama Menguji Kebenaran Tentang Rezeki

Kisah Ulama Menguji Kebenaran Tentang Rezeki

Kisah Ulama Menguji Kebenaran Tentang Rezeki. Setiap makhluk di muka bumi baik manusia, hewan, maupun tumbuhan telah Allah jamin rezekinya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh para makhluk-Nya. Contohnya hewan Cicak yang memiliki kemampuan gerak terbatas. Hanya mampu bergerak perlahan meniti dinding dan tak mampu terbang. Sedangkan, semua yang ditakdirkan sebagai makananya memiliki sayap dan mampu terbang. Namun, Allah Yang Maha Pencipta tidak mungkin cacat dalam penciptaan-Nya. Maka Allah tetap menjamin rezeki sang Cicak dengan menggiring nyamuk terbang mendekatinya, sehingga Cicak mendapatkan jatah rezeki.

Perihal jaminan rezeki, Allah Swt telah berfirman dalam QS. Hud ayat 6:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

Dikisahkan ada seorang ulama besar yang hidup dengan kemewahan. Segala kebutuhannya serba tercukupi oleh Allah Swt. Suatu ketika sang ulama membaca firman Allah Qs. Hud Ayat 6. Setelah membaca ayat tersebut, ia berkeinginan untuk membuktikan jaminan Allah atas rezeki seluruh makhluk-Nya. Akhirnya sang ulama memutuskan untuk meninggalkan rumahnya, meninggalkan seluruh hartanya dan meninggalkan keluarganya.

Sang ulama tersebut pergi jauh mendaki gunung, menyusuri hutan belantara hingga menemukan sebuah gua. Di depan gua, sang ulama berpikir, jika memang rezekinya telah dijamin oleh Allah Swt, pastilah ia bisa makan dan mampu bertahan hidup walaupun jauh dari keramaian orang. Sang ulama berdiam diri di dalam gua sembari menunggu bukti bahwa Allah menjamin rezeki semua makhluk.

Sementara itu, di luar gua, ternyata hujan sangatlah lebat dan banyak petir menyambar. Beberapa rombongan pedagang yang sedang berlalu di tengah jalan, mencari perlindungan untuk berteduh. Setelah ke sana kemari mencari tempat berteduh, ketemulah gua tempat sang ulama menguji kekuasaan Allah. Para pedagang itu lalu masuk ke dalam gua tersebut.

Sesampainya di dalam, para pedagang segera menghidupkan obor sebagai penerangan.  Maka, terlihat oleh para pedagang ada seseorang yang berbaring di dalam gua. Mereka tidak mengetahui bahwa yang berbaring tersebut adalah seorang ulama besar. Kemudian, para pedagang berinisiatif memberikan salam kepada sang ulama. Namun, sang ulama sengaja tidak menjawab salam dari para pedagang. Sang ulama berpikir, jika ia menjawab salam maka akan ada interaksi. Kalau ada interaksi, berarti ada usaha untuk mendapatkan rezeki Allah. Maka ia hanya diam menjawab salam dalam hati. Hingga tiga kali para pedagang memberi salam namun sang ulama tetap tidak menjawab salam.

Para pedagang berpikir, mungkin orang yang berbaring dihadapannya tidak mampu menjawab salam karena kelaparan. Akhirnya para pedagang memberikan beberapa makanan dan susu. Kemudian mempersilahkan sang ulama untuk menyantap makanan dan minuman yang telah mereka sediakan. Namun, sang ulama tetap saja tidak memberikan respon sama sekali. Sang ulama sengaja tidak memberikan respon karena ia berpikir jika ada respon, berarti akan ada usaha atau ikhtiar. Maka, sang ulama hanya diam.

Karena terlihat oleh para pedangang tidak ada respon dari sang ulama, para pedangang berpikir lagi, barangkali sang ulama tidak mampu bangun untuk duduk karena terlalu kelaparan. Akhirnya para pedagang berinisiatif untuk menyuapi sang ulama. Ketika pedagang akan menyuapi sang ulama, seketika itu sang ulama beranjak dari tempat pembaringannya.

Sejak saat itulah, sang ulama membenarkan janji Allah Swt. Walaupun di dalam hutan belantara, walapun di dalam gua yang jauh dari keramaian orang, walaupun tanpa ikhtiar Allah masih mengirimkan makanan kepadanya. (Agus Sanjaya/Rn)

*Disarikan dari Mauidhoh Hasanah Gus Miftah saat acara Muhadhoroh di Pondok Pesantren Ora Aji Sleman

*Tulisan ini adalah tulisan Mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga yang sedang melakukan kegiatan Magang Jurnalistik di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar